Rasio Utang Jepang Terbesar di Dunia
A
A
A
BEIJING - Standard Chartered mencatat Jepang berada di puncak klasemen negara utama dunia dalam rasio utang, yakni sebesar 415% dari produk domestik bruto (PDB).
Posisi kedua disusul Inggris dengan tingkat utang 277% terhadap PDB. Kemudian Amerika Serikat (AS) memiliki total rasio utang 260% dari perekonomian mereka.
Pertumbuhan utang tercepat dialami China. Meski tak sebesar negara lain, rasio utang ekonomi terbesar kedua di dunia itu melonjak 251% dari PDB pada akhir tahun lalu. (Baca: Angka Utang China Melonjak 251% dari PDB)
"Perekonomian akan terus memanfaatkan, dan pasar akan tetap prihatin," ujar Stephen Green, kepala ekonom China di Standard Chartered, seperti dilansir dari CNBC.
Sejak krisis keuangan terjadi pada 2008, China sangat bergantung pada kredit untuk memacu tingkat pertumbuhan yang tinggi. Namun, kecepatan pertumbuhan kredit telah memicu kekhawatiran investor, terutama karena build-up cepat dalam utang mengisyaratkan terjadinya krisis keuangan di ekonomi.
Akibatnya, para pembuat kebijakan China menghadapi tugas sulit mencoba memperlambat pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih berkelanjutan tanpa menyebabkan skenario pendaratan keras terhadap perekonomian.
Auditor negara China mencatat pada akhir Desember pemerintah daerah memiliki utang sebesar USD3 triliun atau Rp34.548 triliun per akhir Juni 2013, naik 67% dari audit terakhir pada 2011.
Sementara utang perusahaan negara mencapai rekor USD12 triliun pada akhir tahun lalu. Standard & Poor memperkirakan angka itu setara dengan 120% dari PDB.
Posisi kedua disusul Inggris dengan tingkat utang 277% terhadap PDB. Kemudian Amerika Serikat (AS) memiliki total rasio utang 260% dari perekonomian mereka.
Pertumbuhan utang tercepat dialami China. Meski tak sebesar negara lain, rasio utang ekonomi terbesar kedua di dunia itu melonjak 251% dari PDB pada akhir tahun lalu. (Baca: Angka Utang China Melonjak 251% dari PDB)
"Perekonomian akan terus memanfaatkan, dan pasar akan tetap prihatin," ujar Stephen Green, kepala ekonom China di Standard Chartered, seperti dilansir dari CNBC.
Sejak krisis keuangan terjadi pada 2008, China sangat bergantung pada kredit untuk memacu tingkat pertumbuhan yang tinggi. Namun, kecepatan pertumbuhan kredit telah memicu kekhawatiran investor, terutama karena build-up cepat dalam utang mengisyaratkan terjadinya krisis keuangan di ekonomi.
Akibatnya, para pembuat kebijakan China menghadapi tugas sulit mencoba memperlambat pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih berkelanjutan tanpa menyebabkan skenario pendaratan keras terhadap perekonomian.
Auditor negara China mencatat pada akhir Desember pemerintah daerah memiliki utang sebesar USD3 triliun atau Rp34.548 triliun per akhir Juni 2013, naik 67% dari audit terakhir pada 2011.
Sementara utang perusahaan negara mencapai rekor USD12 triliun pada akhir tahun lalu. Standard & Poor memperkirakan angka itu setara dengan 120% dari PDB.
(dmd)