Mengukir Kembali Kejayaan Kerak Telor yang Tergerus
A
A
A
JAKARTA - KERAK TELOR, tak banyak masyarakat usia muda yang mengenal makanan khas Betawi ini. Makanan yang berbahan dasar telor ini mulai langka di pasaran. Hanya saat pameran atau event besar saja dapat kita temui.
Itulah yang menyebabkan Fitriyah dan suaminya memutuskan untuk membuat makanan ini dikenal kawula muda dan kembali menemukan ketenarannya yang terus menyusut.
"Kami usahanya Kerak Telor, es Selendang Mayang dan Bir Pletok. Semuanya khas dari Betawi," ucap Fitriyah kepada Sindonews belum lama ini.
Usaha yang digelutinya selama satu tahun ini merupakan usaha turun temurun dari keluarga suaminya. Sebelumnya dia berjualan Kerak Telor dan beberapa makanan khas Betawi lainnya di lapangan parkir Monas.
Namun, setelah dikeluarkannya larangan berjualan di Monas, Kerak Telor buatannya hanya dapat ditemui di beberapa bazar atau pameran yang ada di Jakarta.
"Biasanya di bazar, dari UKM (Usaha Kecil Menengah) Walikota Jakarta Selatan. Setiap Walikota adakan acara saya diundang. Biasanya kalau di Monas dagang rutin tiap minggu. Terakhir Monas enggak boleh masuk saya berhenti ikut bazar ini," ungkapnya.
Dia menuturkan, modal yang digelontorkannya untuk usaha ini tidak terlalu mahal. Untuk Kerak Telor modal yang dikeluarkannya untuk satu kali bazar sebesar Rp500 ribu.
"Selendang Mayang sekitar Rp300 ribuan, Kerak Telor Rp500 ribu, Bir Peletok Rp200 ribuan untuk sekali dagang," ujar Fitriyah.
Harga yang dipatok pun masih sangat terjangkau. Es Selendang Mayang per porsi dihargai Rp5 ribu, Kerak Telor Rp15 ribu untuk telor ayam, dan telor bebek Rp18 ribu.
Sementara untuk Bir Peletok harganya dari varian Rp8 ribu, Rp10 ribu, dan Rp15 ribu. "Bedanya ukuran dari tempatnya beda, packing-nya aja," terang dia.
Omzet yang didapatkannya setiap satu kali pameran berkisar antara Rp1 juta hingga Rp1,5 juta. Sementara net profitnya bisa mencapai 70% hingga 80% dari omzet.
"Ini jajanan yang enggak dijajaki pedagang, minuman langka dan yang tahu cuma orang tua. Makanya saya ingin memperkenalkan diri kepada anak muda. Minuman jarang keluar hanya setiap ada event. Jangan menghilangkan yang sudah ada," tutur dia.
Itulah yang menyebabkan Fitriyah dan suaminya memutuskan untuk membuat makanan ini dikenal kawula muda dan kembali menemukan ketenarannya yang terus menyusut.
"Kami usahanya Kerak Telor, es Selendang Mayang dan Bir Pletok. Semuanya khas dari Betawi," ucap Fitriyah kepada Sindonews belum lama ini.
Usaha yang digelutinya selama satu tahun ini merupakan usaha turun temurun dari keluarga suaminya. Sebelumnya dia berjualan Kerak Telor dan beberapa makanan khas Betawi lainnya di lapangan parkir Monas.
Namun, setelah dikeluarkannya larangan berjualan di Monas, Kerak Telor buatannya hanya dapat ditemui di beberapa bazar atau pameran yang ada di Jakarta.
"Biasanya di bazar, dari UKM (Usaha Kecil Menengah) Walikota Jakarta Selatan. Setiap Walikota adakan acara saya diundang. Biasanya kalau di Monas dagang rutin tiap minggu. Terakhir Monas enggak boleh masuk saya berhenti ikut bazar ini," ungkapnya.
Dia menuturkan, modal yang digelontorkannya untuk usaha ini tidak terlalu mahal. Untuk Kerak Telor modal yang dikeluarkannya untuk satu kali bazar sebesar Rp500 ribu.
"Selendang Mayang sekitar Rp300 ribuan, Kerak Telor Rp500 ribu, Bir Peletok Rp200 ribuan untuk sekali dagang," ujar Fitriyah.
Harga yang dipatok pun masih sangat terjangkau. Es Selendang Mayang per porsi dihargai Rp5 ribu, Kerak Telor Rp15 ribu untuk telor ayam, dan telor bebek Rp18 ribu.
Sementara untuk Bir Peletok harganya dari varian Rp8 ribu, Rp10 ribu, dan Rp15 ribu. "Bedanya ukuran dari tempatnya beda, packing-nya aja," terang dia.
Omzet yang didapatkannya setiap satu kali pameran berkisar antara Rp1 juta hingga Rp1,5 juta. Sementara net profitnya bisa mencapai 70% hingga 80% dari omzet.
"Ini jajanan yang enggak dijajaki pedagang, minuman langka dan yang tahu cuma orang tua. Makanya saya ingin memperkenalkan diri kepada anak muda. Minuman jarang keluar hanya setiap ada event. Jangan menghilangkan yang sudah ada," tutur dia.
(gpr)