Bangun Produk Makanan Made in Indonesia
A
A
A
SAYA mendirikan sekaligus memimpin perusahaan Tiga Pilar Sejahtera Food (TPS Food) sejak 22 tahun silam atau tepatnya pada 1992.
Saya memiliki hobi di bidang makanan, apapun bentuk dan jenisnya, rekreasi, yang membawa saya dan keluarga menikmati dunia lain, serta membaca.
Karena itu, saya sendiri maupun bersama keluarga, rekan kerja, staf perusahaan, dan tidak jarang pula dengan kolega telah melakukan kunjungan ke banyak negara (selain Afrika) yang berada di empat benua: Asia, Australia, Amerika, dan Eropa.
Saya selalu bergumam sendiri dan geregetan melihat produk-produk food pack branded yang terpampang di toko, supermarket atau pasar tradisional, sangat sulit atau jarang sekali dan hampir tidak ada yang made in Indonesia.
Rasanya miris ketika yang saya jumpai produk-produk dari negara tetangga atau negara berkembang lainnya dengan kemasan bagus, kualitas produk yang baik, dan harganya tidak lebih murah dibandingkan produk lokal negara itu. Hal ini sangat bertolak belakang kalau kita melihat supermarket kita yang banyak dibanjiri produk-produk negara lain.
Pertanyaan yang sering muncul di benak saya setelah lima tahun bekerja atau pada 1997, apakah kita bangsa Indonesia tidak bisa memproduksi produk-produk food yang bagus kualitasnya, khususnya rasa, desain kemasannya menarik, dan menawarkan harga yang terjangkau agar konsumen memperoleh nilai dan kualitas yang tinggi atau maksimal. Kemudian, produk kita merambah ke mana-mana di dunia, serta menjadi salah satu pilihan konsumen di mana pun berada di muka bumi.
Saya ingin memaparkan beberapa pemikiran dan ide. Yang saya soroti dalam tulisan ini adalah kondisi industri makanan kita dan pasar domestik atau perhatian di industri ini. Lantas pada bagian akhir tulisan, saya berpendapat sudah saatnya industri makanan kita melakukan transformasi agar bisa Go to Global Market and Feed the World.
Terlena dan Jago Kandang
Pasar makanan dan minuman kemasan bermerek mencapai Rp700 triliun dan setiap tahun berkembang sekitar 6%. Industri ini kira-kira setara industri confectionery Jepang yang besarnya 15% dari total pasar makanan dan minuman kemasan bermerek negara itu, yang mencapai Rp5.000 triliun, dengan jumlah penduduk setengah dari Indonesia.
Jika nanti pada 2030 kita menjadi negara dengan produk domestik bruto (PDB) nomor enam di dunia, bisa dibayangkan potensi pasar makanan dan minuman kita. Apabila kita terlena dan jago kandang terus, jangan heran nanti industri makanan dan minuman kita didominasi asing yang memiliki pabrik di Indonesia.
Saya melihat pemain di industri ini berada di zona nyaman (comfort zone), baik pemain yang bermerek atau apalagi yang ”abal-abal”, tidak memiliki standar kualitas, dan masih banyak yang bermain dengan strategi harga saja agar dibeli konsumen.
Ini menunjukkan kelemahan-kelemahan pemain industri ini, dan biasanya juga tidak mematuhi peraturan yang ada. Ditambah lagi dengan lemahnya kontrol pemerintah yang berwenang di bidang makanan dan minuman. Bila keadaan ini dibiarkan terus-menerus, cepat atau lambat produk- produk kita akan mati, apalagi yang ”abal-abal”, nonbranded atau produk lokal lainnya yang saat ini asal laku saja.
Mampu Bersaing
Di depan mata, yaitu Desember 2015, akan diterapkan ASEAN Economic Community (AEC). Sebanyak 60% pasar di ASEAN adalah Indonesia. Ini bisa menjadi mimpi buruk bagi industri makanan dan minuman kita bila tidak bersiap-siap, sejak kemarin seharusnya.
Kita masih bertarung sesama produsen tanpa berpikir panjang untuk mengantisipasi produk global yang masuk pasar Indonesia. Boro-boro menyerbu pasar negara lain atau ekspor demi merebut dan bersaing di negara lain.
Bagi saya, seharusnya kita sama sekali tidak takut untuk bangkit dan bersaing dengan produk makanan dari mana pun karena kita mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang selama ini belum dioptimalkan. Ditambah manajemen yang bagus dan well prepared, serta semua rencana dan eksekusi yang well planned, saya sangat yakin kita bisa mengantisipasi produk global sebelum mereka menyerang kita atau yang saat ini sudah banyak berada di tengah-tengah pasar kita.
Transformasi dengan Change Mindset
Saat ini, sudah waktunya kita sadar dan melakukan transformasi di industri makanan dan minuman. Kita sudah saatnya memikirkan produk-produk yang bernilai atau lebih baik dari sisi kualitas, termasuk kemasan dengan desain yang menarik.
Kita mesti menghentikan cara berpikir dan berbisnis ”yang penting laku” sehingga menghalalkan praktik-praktik ”murahan”. Semua pemain di industri ini harus berani keluar dari comfort zone dan bersama-sama melakukan promosi produk yang premium dengan taste yang bisa diterima oleh masyarakat dunia.
Dengan demikian kita akan menjadi ”macan dunia” baru yang merambah segenap penjuru dunia dan menjadi tuan rumah di pasar domestik. Modal atau cara yang sangat mendasar untuk melakukan transformasi yang bertujuan menjadi negara dengan produk-produk food packed branded yang diperhitungkan di kancah pasar global adalah perubahan mindset bagi seluruh stakeholders di industri makanan dan minuman Indonesia. [SINDO]
Saya memiliki hobi di bidang makanan, apapun bentuk dan jenisnya, rekreasi, yang membawa saya dan keluarga menikmati dunia lain, serta membaca.
Karena itu, saya sendiri maupun bersama keluarga, rekan kerja, staf perusahaan, dan tidak jarang pula dengan kolega telah melakukan kunjungan ke banyak negara (selain Afrika) yang berada di empat benua: Asia, Australia, Amerika, dan Eropa.
Saya selalu bergumam sendiri dan geregetan melihat produk-produk food pack branded yang terpampang di toko, supermarket atau pasar tradisional, sangat sulit atau jarang sekali dan hampir tidak ada yang made in Indonesia.
Rasanya miris ketika yang saya jumpai produk-produk dari negara tetangga atau negara berkembang lainnya dengan kemasan bagus, kualitas produk yang baik, dan harganya tidak lebih murah dibandingkan produk lokal negara itu. Hal ini sangat bertolak belakang kalau kita melihat supermarket kita yang banyak dibanjiri produk-produk negara lain.
Pertanyaan yang sering muncul di benak saya setelah lima tahun bekerja atau pada 1997, apakah kita bangsa Indonesia tidak bisa memproduksi produk-produk food yang bagus kualitasnya, khususnya rasa, desain kemasannya menarik, dan menawarkan harga yang terjangkau agar konsumen memperoleh nilai dan kualitas yang tinggi atau maksimal. Kemudian, produk kita merambah ke mana-mana di dunia, serta menjadi salah satu pilihan konsumen di mana pun berada di muka bumi.
Saya ingin memaparkan beberapa pemikiran dan ide. Yang saya soroti dalam tulisan ini adalah kondisi industri makanan kita dan pasar domestik atau perhatian di industri ini. Lantas pada bagian akhir tulisan, saya berpendapat sudah saatnya industri makanan kita melakukan transformasi agar bisa Go to Global Market and Feed the World.
Terlena dan Jago Kandang
Pasar makanan dan minuman kemasan bermerek mencapai Rp700 triliun dan setiap tahun berkembang sekitar 6%. Industri ini kira-kira setara industri confectionery Jepang yang besarnya 15% dari total pasar makanan dan minuman kemasan bermerek negara itu, yang mencapai Rp5.000 triliun, dengan jumlah penduduk setengah dari Indonesia.
Jika nanti pada 2030 kita menjadi negara dengan produk domestik bruto (PDB) nomor enam di dunia, bisa dibayangkan potensi pasar makanan dan minuman kita. Apabila kita terlena dan jago kandang terus, jangan heran nanti industri makanan dan minuman kita didominasi asing yang memiliki pabrik di Indonesia.
Saya melihat pemain di industri ini berada di zona nyaman (comfort zone), baik pemain yang bermerek atau apalagi yang ”abal-abal”, tidak memiliki standar kualitas, dan masih banyak yang bermain dengan strategi harga saja agar dibeli konsumen.
Ini menunjukkan kelemahan-kelemahan pemain industri ini, dan biasanya juga tidak mematuhi peraturan yang ada. Ditambah lagi dengan lemahnya kontrol pemerintah yang berwenang di bidang makanan dan minuman. Bila keadaan ini dibiarkan terus-menerus, cepat atau lambat produk- produk kita akan mati, apalagi yang ”abal-abal”, nonbranded atau produk lokal lainnya yang saat ini asal laku saja.
Mampu Bersaing
Di depan mata, yaitu Desember 2015, akan diterapkan ASEAN Economic Community (AEC). Sebanyak 60% pasar di ASEAN adalah Indonesia. Ini bisa menjadi mimpi buruk bagi industri makanan dan minuman kita bila tidak bersiap-siap, sejak kemarin seharusnya.
Kita masih bertarung sesama produsen tanpa berpikir panjang untuk mengantisipasi produk global yang masuk pasar Indonesia. Boro-boro menyerbu pasar negara lain atau ekspor demi merebut dan bersaing di negara lain.
Bagi saya, seharusnya kita sama sekali tidak takut untuk bangkit dan bersaing dengan produk makanan dari mana pun karena kita mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang selama ini belum dioptimalkan. Ditambah manajemen yang bagus dan well prepared, serta semua rencana dan eksekusi yang well planned, saya sangat yakin kita bisa mengantisipasi produk global sebelum mereka menyerang kita atau yang saat ini sudah banyak berada di tengah-tengah pasar kita.
Transformasi dengan Change Mindset
Saat ini, sudah waktunya kita sadar dan melakukan transformasi di industri makanan dan minuman. Kita sudah saatnya memikirkan produk-produk yang bernilai atau lebih baik dari sisi kualitas, termasuk kemasan dengan desain yang menarik.
Kita mesti menghentikan cara berpikir dan berbisnis ”yang penting laku” sehingga menghalalkan praktik-praktik ”murahan”. Semua pemain di industri ini harus berani keluar dari comfort zone dan bersama-sama melakukan promosi produk yang premium dengan taste yang bisa diterima oleh masyarakat dunia.
Dengan demikian kita akan menjadi ”macan dunia” baru yang merambah segenap penjuru dunia dan menjadi tuan rumah di pasar domestik. Modal atau cara yang sangat mendasar untuk melakukan transformasi yang bertujuan menjadi negara dengan produk-produk food packed branded yang diperhitungkan di kancah pasar global adalah perubahan mindset bagi seluruh stakeholders di industri makanan dan minuman Indonesia. [SINDO]
(dmd)