KKP Minta Pengurangan BBM Nelayan Hanya 4,17%
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah telah menerbitkan kebijakan pengendalian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, karena persediaan premium dan solar bersubsidi terbatas.
BPH Migas telah mengeluarkan Surat Edaran No 937/07/Ka.BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014 perihal Pengendalian Konsumsi BBM Tertentu Tahun 2014. Diantaranya, BBM jenis minyak solar (gas oil) dikurangi 20% di lembaga penyaluran nelayan (SPBB/SPBN/SPDN/APMS).
Menanggapi hal itu, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C Sutardjo mengklaim Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengambil langkah cepat. Yakni, meminta BPH Migas untuk konsisten terhadap pengurangan BBM subsidi untuk nelayan sebesar 4,17%, proporsional dengan penurunan nasional.
Menurutnya, penetapan penurunan kuota secara nasional dari 48 juta KL menjadi 46 juta KL atau 4,17%, sedangkan alokasi kuota untuk nelayan turun 20%. Jika pengurangan 20% diterapkan akan menimbulkan keresahan, karena tidak ada kejelasan berapa batasan alokasi per kapal.
Apalagi, BBM merupakan input produksi yang mempunyai peranan penting bagi kelangsungan usaha penangkapan ikan. Berdasarkan hasil identifikasi dan supervisi di beberapa pusat kegiatan nelayan, komponen biaya BBM berkisar 60-70% dari seluruh biaya operasi penangkapan ikan per trip.
Sementara, dari sisi pasar, harga jual ikan hasil tangkapan yang diorientasikan untuk pangsa pasar dalam negeri relatif tidak mengalami kenaikan.
"Dampak kenaikan BBM relative cukup tinggi dirasakan sangat memberatkan nelayan. Apalagi kondisi atau musim penangkapan ikan masih sulit diprediksi mengakibatkan ketidakberdayaan nelayan untuk melaut," ujar Sharif.
Dia menegaskan, kebijakan tersebut sangat memengaruhi sektor kelautan dan perikanan. Hal ini sangat berdampak terhadap kehidupan para nelayan. Pasokan di pasar ikan dan tempat pelelangan ikan akan menurun drastis karena kemampuan melaut para nelayan berkurang akibat harga solar yang tidak terjangkau.
Atas jumlah pasokan ikan yang menurun, menyebabkan para nelayan tidak bisa menaikkan harga ikan. Dengan demikian, biaya operasional akan melambung tinggi.
Untuk itu, para pelaku usaha, khususnya pelaku usaha perikanan tangkap memerlukan bantuan dari berbagai pihak khususnya penyediaan BBM yang bersubsidi.
"Walaupun jumlahnya masih sangat terbatas, namun bantuan tersebut telah dapat memberikan semangat para pelaku usaha untuk tetap bertahan termasuk meraih keuntungan usahanya," katanya.
BPH Migas telah mengeluarkan Surat Edaran No 937/07/Ka.BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014 perihal Pengendalian Konsumsi BBM Tertentu Tahun 2014. Diantaranya, BBM jenis minyak solar (gas oil) dikurangi 20% di lembaga penyaluran nelayan (SPBB/SPBN/SPDN/APMS).
Menanggapi hal itu, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C Sutardjo mengklaim Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengambil langkah cepat. Yakni, meminta BPH Migas untuk konsisten terhadap pengurangan BBM subsidi untuk nelayan sebesar 4,17%, proporsional dengan penurunan nasional.
Menurutnya, penetapan penurunan kuota secara nasional dari 48 juta KL menjadi 46 juta KL atau 4,17%, sedangkan alokasi kuota untuk nelayan turun 20%. Jika pengurangan 20% diterapkan akan menimbulkan keresahan, karena tidak ada kejelasan berapa batasan alokasi per kapal.
Apalagi, BBM merupakan input produksi yang mempunyai peranan penting bagi kelangsungan usaha penangkapan ikan. Berdasarkan hasil identifikasi dan supervisi di beberapa pusat kegiatan nelayan, komponen biaya BBM berkisar 60-70% dari seluruh biaya operasi penangkapan ikan per trip.
Sementara, dari sisi pasar, harga jual ikan hasil tangkapan yang diorientasikan untuk pangsa pasar dalam negeri relatif tidak mengalami kenaikan.
"Dampak kenaikan BBM relative cukup tinggi dirasakan sangat memberatkan nelayan. Apalagi kondisi atau musim penangkapan ikan masih sulit diprediksi mengakibatkan ketidakberdayaan nelayan untuk melaut," ujar Sharif.
Dia menegaskan, kebijakan tersebut sangat memengaruhi sektor kelautan dan perikanan. Hal ini sangat berdampak terhadap kehidupan para nelayan. Pasokan di pasar ikan dan tempat pelelangan ikan akan menurun drastis karena kemampuan melaut para nelayan berkurang akibat harga solar yang tidak terjangkau.
Atas jumlah pasokan ikan yang menurun, menyebabkan para nelayan tidak bisa menaikkan harga ikan. Dengan demikian, biaya operasional akan melambung tinggi.
Untuk itu, para pelaku usaha, khususnya pelaku usaha perikanan tangkap memerlukan bantuan dari berbagai pihak khususnya penyediaan BBM yang bersubsidi.
"Walaupun jumlahnya masih sangat terbatas, namun bantuan tersebut telah dapat memberikan semangat para pelaku usaha untuk tetap bertahan termasuk meraih keuntungan usahanya," katanya.
(izz)