Pemangkasan Subsidi BBM Bantu Hemat Balance of Payment
A
A
A
JAKARTA - Anggaran Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang overload masih menjadi topik hangat di pemberitaan. Sejumlah kalangan menilai, dana yang digelontorkan untuk subsidi BBM terlalu banyak dan sedianya dapat dialihkan untuk keperluan lain.
Direktur Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani pun menyepakati hal tersebut. Menurutnya, pemangkasan subsidi BBM akan dapat membantu penghematan di balance of payment (BoP) INdonesia, sehingga impor BBM akan bisa lebih dikurangi.
"Kalau input BBM dikurangi itu maka neraca APBN kita akan lebih baik. Sehingga risiko kurs yang enggak perlu itu bisa kita ini. Dan ini kita sudah kaji, ini sangat baik untuk pembangunan kita ke depan, utk 5-10 tahun ke depan. Kuncinya kita itu adalah BBM," jelas dia di Kantor Kemenko Jakarta, Senin (11/8/2014).
Menurutnya, dana tersebut bisa dialihkan untuk belanja yang lebih produktif, semisal untuk pendidikan dan kesehatan. Ini pun akan membuat pemerintah punya space untuk melakukan belanja di kegiatan yang lain.
"Teman-teman bisa bayangin untuk BBM itu tuh hampir Rp300 triliun lho. Nah, kalau itu misalnya hanya kita gunakan sebagian dan sebagiannya itu untuk belanja modal, yang sekarang belanja modal hanya Rp170 triliunan, kalau itu kita tambah Rp100 triliun lagi, maka itu manfaatnya adalah pembangunan kita akan bisa lebih cepat, pengangguran dan kemiskinan kita lebih turun," jelas dia.
Yang terpenting, lanjut Askolani, konversi BBM ke Bahan Bakar Gas (BBG) harus tetap jalan. Sebab lifting minyak semakin lama akan semakin habis.
"Dan kita tidak sadar bahwa minyak itu mahal. Di Indonesia saja yang belum ini. Kita lihat Vietnam saja yang jauh lebih miskin dari kita, harga BBM itu Rp11 ribu lho. Tapi sekarang kan Vietnam bisa maju karena tidak terbebani oleh subsidi BBM. Sehingga dia lebih fleksible untuk membangun dibanding kita," tandas dia.
Direktur Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani pun menyepakati hal tersebut. Menurutnya, pemangkasan subsidi BBM akan dapat membantu penghematan di balance of payment (BoP) INdonesia, sehingga impor BBM akan bisa lebih dikurangi.
"Kalau input BBM dikurangi itu maka neraca APBN kita akan lebih baik. Sehingga risiko kurs yang enggak perlu itu bisa kita ini. Dan ini kita sudah kaji, ini sangat baik untuk pembangunan kita ke depan, utk 5-10 tahun ke depan. Kuncinya kita itu adalah BBM," jelas dia di Kantor Kemenko Jakarta, Senin (11/8/2014).
Menurutnya, dana tersebut bisa dialihkan untuk belanja yang lebih produktif, semisal untuk pendidikan dan kesehatan. Ini pun akan membuat pemerintah punya space untuk melakukan belanja di kegiatan yang lain.
"Teman-teman bisa bayangin untuk BBM itu tuh hampir Rp300 triliun lho. Nah, kalau itu misalnya hanya kita gunakan sebagian dan sebagiannya itu untuk belanja modal, yang sekarang belanja modal hanya Rp170 triliunan, kalau itu kita tambah Rp100 triliun lagi, maka itu manfaatnya adalah pembangunan kita akan bisa lebih cepat, pengangguran dan kemiskinan kita lebih turun," jelas dia.
Yang terpenting, lanjut Askolani, konversi BBM ke Bahan Bakar Gas (BBG) harus tetap jalan. Sebab lifting minyak semakin lama akan semakin habis.
"Dan kita tidak sadar bahwa minyak itu mahal. Di Indonesia saja yang belum ini. Kita lihat Vietnam saja yang jauh lebih miskin dari kita, harga BBM itu Rp11 ribu lho. Tapi sekarang kan Vietnam bisa maju karena tidak terbebani oleh subsidi BBM. Sehingga dia lebih fleksible untuk membangun dibanding kita," tandas dia.
(gpr)