Produksi Semen di Jateng Belum Cukupi Kebutuhan
A
A
A
SEMARANG - Kebutuhan dan pangsa pasar semen di Indonesia semakin tinggi dari tahun ke tahun. Tak terkecuali di Jawa Tengah, kapasitas produksi yang ada masih belum mencukupi kebutuhan.
Data yang dilansir Asosiasi Semen Indonesia (ASI), pangsa pasar semen di Indonesia pada 2013 didominasi Jawa dengan 56%, disusul Sumatera 21%, Kalimantan 8%, Sulawesi 7%, Bali-Nusatenggara 6% dan Maluku-Papua 2%. Totalnya 58,023,623 ton atau 5,6%.
Sementara kebutuhan semen di Jawa, untuk Jabar-DKI Jakarta 21,5 juta ton namun kapasitas hanya 17,47 ton, Jawa Tengah dan DIY kebutuhan 7,84 juta ton tapi hanya punya kapasitas 2,5 juta ton dan Jawa Timur kebutuhan 7,41 juta ton semen dengan kapasitas 12 juta ton.
"Kebutuhan itu diperlukan untuk bangun perumahan dan apartemen, khususnya di kota-kota besar. Termasuk pembangunan infrastruktur," ungkap Ketua ASI Widodo Santoso saat pertemuan dengan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo di Gubernuran Kota Semarang, Rabu (13/8/2014).
Menurutnya, pendirian sebuah pabrik semen dengan kapasitas besar tidak bisa selesai dalam 1-2 tahun. Rata-rata paling cepat dibangun membutuhkan waktu 3 tahun.
"Pabrik semen juga alternatif untuk mengurangi emisi limbah B3. Untuk perekonomian juga sangat membantu," lanjutnya.
Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jateng, Teguh Dwi Paryono mengatakan, potensi gamping di Jateng sangat prospektif, bahkan bisa sampai 100 tahun.
"Potensinya ada. Tapi kalau dilihat daya dukung, tidak bisa apakah di satu kawasan ada 5 pabrik semen, kan enggak bisa. Tapi kalau ditanya potensi, Jateng potensial sekali," ungkapnya.
Itulah yang membuat pihaknya selektif. Mencari yang kecil dampak sosialnya namun tinggi secara ekonomi. Ini juga mengingat pada PP 26/2008 tentang RTRW Nasional kawasan karst hanya boleh diperuntukan untuk litbang dan pariwisata.
Geolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Agus Hendratno mengatakan, perusahaan semen diminta memperkuat pendekatan sosial budaya kepada masyarakat setempat jika akan memulai pembangunan pabrik baru.
"Amdal memang ada kajian. Tapi bisa jadi sebelum izin keluar, pendekatan sudah dilakukan. Contoh; Banyumas, sedekah sudah dilakukan, itu pendekatan moral dan budaya. Jika nantinya disetujui itu berkah, kalau tidak ya sedekah," ungkapnya yang turut hadir dalam pertemuan itu.
Data yang dilansir Asosiasi Semen Indonesia (ASI), pangsa pasar semen di Indonesia pada 2013 didominasi Jawa dengan 56%, disusul Sumatera 21%, Kalimantan 8%, Sulawesi 7%, Bali-Nusatenggara 6% dan Maluku-Papua 2%. Totalnya 58,023,623 ton atau 5,6%.
Sementara kebutuhan semen di Jawa, untuk Jabar-DKI Jakarta 21,5 juta ton namun kapasitas hanya 17,47 ton, Jawa Tengah dan DIY kebutuhan 7,84 juta ton tapi hanya punya kapasitas 2,5 juta ton dan Jawa Timur kebutuhan 7,41 juta ton semen dengan kapasitas 12 juta ton.
"Kebutuhan itu diperlukan untuk bangun perumahan dan apartemen, khususnya di kota-kota besar. Termasuk pembangunan infrastruktur," ungkap Ketua ASI Widodo Santoso saat pertemuan dengan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo di Gubernuran Kota Semarang, Rabu (13/8/2014).
Menurutnya, pendirian sebuah pabrik semen dengan kapasitas besar tidak bisa selesai dalam 1-2 tahun. Rata-rata paling cepat dibangun membutuhkan waktu 3 tahun.
"Pabrik semen juga alternatif untuk mengurangi emisi limbah B3. Untuk perekonomian juga sangat membantu," lanjutnya.
Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jateng, Teguh Dwi Paryono mengatakan, potensi gamping di Jateng sangat prospektif, bahkan bisa sampai 100 tahun.
"Potensinya ada. Tapi kalau dilihat daya dukung, tidak bisa apakah di satu kawasan ada 5 pabrik semen, kan enggak bisa. Tapi kalau ditanya potensi, Jateng potensial sekali," ungkapnya.
Itulah yang membuat pihaknya selektif. Mencari yang kecil dampak sosialnya namun tinggi secara ekonomi. Ini juga mengingat pada PP 26/2008 tentang RTRW Nasional kawasan karst hanya boleh diperuntukan untuk litbang dan pariwisata.
Geolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Agus Hendratno mengatakan, perusahaan semen diminta memperkuat pendekatan sosial budaya kepada masyarakat setempat jika akan memulai pembangunan pabrik baru.
"Amdal memang ada kajian. Tapi bisa jadi sebelum izin keluar, pendekatan sudah dilakukan. Contoh; Banyumas, sedekah sudah dilakukan, itu pendekatan moral dan budaya. Jika nantinya disetujui itu berkah, kalau tidak ya sedekah," ungkapnya yang turut hadir dalam pertemuan itu.
(gpr)