SP Pertamina Nilai Audit Harga Solar Tak Tepat
A
A
A
JAKARTA - Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menganggap permintaan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan agar harga penjualan solar dari PT Pertamina (persero) kepada PT PLN (persero) diaudit kembali tidak tepat.
"Kami Serikat Pekerja Pertamina, tidak mengerti kenapa beliau menganjurkan dilakukan audit kembali, sementara hasil audit BPKP adalah atas permintaan pihak PLN terhadap harga Pertamina para 2013 dan nyatanya justru diabaikan oleh PLN," Kata Presiden FSPPB Pertamina Ugan Gandar di Jakarta, Kamis (14/9/2014).
Menurut dia, permintaan dilakukannya audit oleh Kementerian Keuangan seolah-olah tidak percaya terhadap hasil BPKP 2013. "Kalau tidak percaya untuk apa Dirjen Anggaran minta harga solar Pertamina diaudit kembali oleh BPKP untuk harga yg tahun 2014," imbuh dia.
Bagi pekerja Pertamina sebelum BPKP melakukan audit harga Pertamina, seharusnya BPKP mempertanyakan Kemenkeu, sejauhmana mereka percaya terhadap kredibilitas BPKP.
"Bagi kami Pekerja Pertamina pasti setuju-setuju saja harga yang ditawarkan ke PLN diaudit, namun jangan sampai kemudian ada tangan besi yang ikut mengarahkan BPKP yang ujung ujung-ujungnya hasil audit akan merugikan Pertamina," tandasnya.
Menurut Ugan, semua pihak harus profesional jika hasil audit harga solar keekonomian yang ditawarkan Pertamina ternyata di bawah harga kesepakatan sekarang, maka Pertamina harus siap menurunkan harga. Sebaliknya, jika ternyata hasil auditnya lebih tinggi dari harga yang ditawarkan, maka Dirjen Anggaran dan PLN harus setuju terhadap kenaikan tersebut dan harus percaya.
Kalangan pekerja Pertamina pun meminta Kementrian Keuangan untuk bersikap adil terhadap kedua perusahaan Pertamina dan PLN. Salah satunya dengan meminta BPKP untuk mengaudit PLN terkait penetapan tarif maupun terhadap penggunaan subsidi pemerintah, sehingga kesan keberpihakan Kemenkeu terhadap PLN bisa dianulir.
Pertamina, menurut Ugan, tidak ada niatan untuk mempersulit masyarakat dengan menyetop pasokan solar ke PLN yang dapat mengakibatkan pemadaman listrik. "Jangan permasalahkan akibat tetapi coba pelajari penyebabnya," kata Ugan.
Seperti diketahui, sekalipun kedua perusahaan ini sama-sama BUMN, namun untuk masalah pembelian Solar dan MFO dari Pertamina harus dilakukan dengan mekanisme busines to business karena PLN atas keputusan pemerintah dan disetujui DPR RI menggunakan non-subsidi dan PLN memiliki peluang untuk membelinya bukan hanya dari Pertamina melalui tender.
Terkait itu, di beberapa titik pasokan, Pertamina ikut tender dan menang, namun ada juga yang kalah. Meski demikian, ketika penyuplai tersebut tidak mampu memasok ke PLN, maka perusahaan ini minta Pertamina yang menyuplai.
Serikat pekerja, lanjut Ugan, menyesalkan pernyataan Dirjen Anggaran di beberapa media cetak yang menyatakan akan mengaudit Pertamina terkait pernyataan pertamina bahwa Pertamina mengalami kerugian ketika menjual solar ke PLN.
"Kami Serikat Pekerja Pertamina, tidak mengerti kenapa beliau menganjurkan dilakukan audit kembali, sementara hasil audit BPKP adalah atas permintaan pihak PLN terhadap harga Pertamina para 2013 dan nyatanya justru diabaikan oleh PLN," Kata Presiden FSPPB Pertamina Ugan Gandar di Jakarta, Kamis (14/9/2014).
Menurut dia, permintaan dilakukannya audit oleh Kementerian Keuangan seolah-olah tidak percaya terhadap hasil BPKP 2013. "Kalau tidak percaya untuk apa Dirjen Anggaran minta harga solar Pertamina diaudit kembali oleh BPKP untuk harga yg tahun 2014," imbuh dia.
Bagi pekerja Pertamina sebelum BPKP melakukan audit harga Pertamina, seharusnya BPKP mempertanyakan Kemenkeu, sejauhmana mereka percaya terhadap kredibilitas BPKP.
"Bagi kami Pekerja Pertamina pasti setuju-setuju saja harga yang ditawarkan ke PLN diaudit, namun jangan sampai kemudian ada tangan besi yang ikut mengarahkan BPKP yang ujung ujung-ujungnya hasil audit akan merugikan Pertamina," tandasnya.
Menurut Ugan, semua pihak harus profesional jika hasil audit harga solar keekonomian yang ditawarkan Pertamina ternyata di bawah harga kesepakatan sekarang, maka Pertamina harus siap menurunkan harga. Sebaliknya, jika ternyata hasil auditnya lebih tinggi dari harga yang ditawarkan, maka Dirjen Anggaran dan PLN harus setuju terhadap kenaikan tersebut dan harus percaya.
Kalangan pekerja Pertamina pun meminta Kementrian Keuangan untuk bersikap adil terhadap kedua perusahaan Pertamina dan PLN. Salah satunya dengan meminta BPKP untuk mengaudit PLN terkait penetapan tarif maupun terhadap penggunaan subsidi pemerintah, sehingga kesan keberpihakan Kemenkeu terhadap PLN bisa dianulir.
Pertamina, menurut Ugan, tidak ada niatan untuk mempersulit masyarakat dengan menyetop pasokan solar ke PLN yang dapat mengakibatkan pemadaman listrik. "Jangan permasalahkan akibat tetapi coba pelajari penyebabnya," kata Ugan.
Seperti diketahui, sekalipun kedua perusahaan ini sama-sama BUMN, namun untuk masalah pembelian Solar dan MFO dari Pertamina harus dilakukan dengan mekanisme busines to business karena PLN atas keputusan pemerintah dan disetujui DPR RI menggunakan non-subsidi dan PLN memiliki peluang untuk membelinya bukan hanya dari Pertamina melalui tender.
Terkait itu, di beberapa titik pasokan, Pertamina ikut tender dan menang, namun ada juga yang kalah. Meski demikian, ketika penyuplai tersebut tidak mampu memasok ke PLN, maka perusahaan ini minta Pertamina yang menyuplai.
Serikat pekerja, lanjut Ugan, menyesalkan pernyataan Dirjen Anggaran di beberapa media cetak yang menyatakan akan mengaudit Pertamina terkait pernyataan pertamina bahwa Pertamina mengalami kerugian ketika menjual solar ke PLN.
(rna)