Pemerintah Diminta Tetapkan Harga BBM dan Elpiji Umum
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian ESDM diminta menetapkan besaran harga bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji umum.
"Harusnya Kementerian ESDM menetapkan besaran harga BBM dan elpiji umum atau nonsubsidi sesuai dengan Putusan MK No. Perkara 002/PUU-1/2003," kata Pengamat kebijakan energi dari Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria, di Jakarta, Minggu (17/8/2014).
Menurut Sofyano, selain menetapkan besaran elpiji umum, Kementerian ESDM juga harus merevisi Permen ESDM No. 26/2009 tentang Penyediaan dan Penyaluran Elpiji, yang menetapkan harga elpiji umum atau non subsidi ditetapkan oleh Badan Usaha Niaga Elpiji (BUN Elpiji) atau BUN Elpiji hanya melaporkan saja penetapan harga jual elpiji umum ke pemerintah.
Sofyano menambahkan pasal 28 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 22/2001 tentang Migas sesuai dengan Putusan MK No Perkara 002/PUU-1/2003 tentang Permohona Uji Formil Materiil terhadap UU No. 22/2001 tentang Migas, dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sehingga PP No. 36/2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pemerintah kemudian membatalkan ketentuan pasal 72, PP No. 36/2004 tentang Migas (harga BBM dan Migas), kecuali gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.
Dengan menerbitkan PP No. 30/2009 tentang Perubahan PP No. 36/2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas, dengan menetapkan/merubah pasal 72, sehingga selengkapnya berbunyi: harga BBM dan gas bumi diatur dan/ditetapkan oleh pemerintah.
"Namun ternyata pemerintah tidak terbukti (tidak pernah menerbitkan Permen ESDM) yang mengatur dan menetapkan ketentuan terkait penetapan harga BBM non subsidi dan nyatanya harga BBM non subsidi nyaris sepenuhnya ditetapkan oleh produsennya (Pertamina, Shell, AKR dan Total)," ungkap Sofyano.
Dalam kesempatan itu, Sofyano menambahkan, jika pemerintah yang menetapkan harga BBM dan elpiji non subsidi, kalau harga yang ditetapkan dibawah harga keekonomian maka pemerintah harus menanggung resiko harga tersebut.
"Nah inilah yang tidak mau dilakukan oleh pemerintah, maka pejabat-pejabat pemerintah itu pura-pura tidak mengerti saja dengan Permen ESDM tersebut, dan tutup mata serta telinga dengan penetapan harga BBM non subsidi yang ditetapkan oleh produsen," ujarnya.
Dia menambahkan, jika pemerintah menilai bahwa elpiji bukan gas bumi maka konsekuensinya pemerintah harus melepas Badan Usaha Niaga Elpiji menentukan dan menetapkan harga elpiji umum untuk berwenang sepenuhnya melakukan aksi korporasi penetapan harga jual elpiji produksi mereka.
"Harusnya Kementerian ESDM menetapkan besaran harga BBM dan elpiji umum atau nonsubsidi sesuai dengan Putusan MK No. Perkara 002/PUU-1/2003," kata Pengamat kebijakan energi dari Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria, di Jakarta, Minggu (17/8/2014).
Menurut Sofyano, selain menetapkan besaran elpiji umum, Kementerian ESDM juga harus merevisi Permen ESDM No. 26/2009 tentang Penyediaan dan Penyaluran Elpiji, yang menetapkan harga elpiji umum atau non subsidi ditetapkan oleh Badan Usaha Niaga Elpiji (BUN Elpiji) atau BUN Elpiji hanya melaporkan saja penetapan harga jual elpiji umum ke pemerintah.
Sofyano menambahkan pasal 28 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 22/2001 tentang Migas sesuai dengan Putusan MK No Perkara 002/PUU-1/2003 tentang Permohona Uji Formil Materiil terhadap UU No. 22/2001 tentang Migas, dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sehingga PP No. 36/2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pemerintah kemudian membatalkan ketentuan pasal 72, PP No. 36/2004 tentang Migas (harga BBM dan Migas), kecuali gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.
Dengan menerbitkan PP No. 30/2009 tentang Perubahan PP No. 36/2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas, dengan menetapkan/merubah pasal 72, sehingga selengkapnya berbunyi: harga BBM dan gas bumi diatur dan/ditetapkan oleh pemerintah.
"Namun ternyata pemerintah tidak terbukti (tidak pernah menerbitkan Permen ESDM) yang mengatur dan menetapkan ketentuan terkait penetapan harga BBM non subsidi dan nyatanya harga BBM non subsidi nyaris sepenuhnya ditetapkan oleh produsennya (Pertamina, Shell, AKR dan Total)," ungkap Sofyano.
Dalam kesempatan itu, Sofyano menambahkan, jika pemerintah yang menetapkan harga BBM dan elpiji non subsidi, kalau harga yang ditetapkan dibawah harga keekonomian maka pemerintah harus menanggung resiko harga tersebut.
"Nah inilah yang tidak mau dilakukan oleh pemerintah, maka pejabat-pejabat pemerintah itu pura-pura tidak mengerti saja dengan Permen ESDM tersebut, dan tutup mata serta telinga dengan penetapan harga BBM non subsidi yang ditetapkan oleh produsen," ujarnya.
Dia menambahkan, jika pemerintah menilai bahwa elpiji bukan gas bumi maka konsekuensinya pemerintah harus melepas Badan Usaha Niaga Elpiji menentukan dan menetapkan harga elpiji umum untuk berwenang sepenuhnya melakukan aksi korporasi penetapan harga jual elpiji produksi mereka.
(gpr)