DPR Dukung Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
A
A
A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendukung pemerintah memanfaatkan energi nuklir sebagai pembangkit listrik guna memenuhi kebutuhan masyarakat.
Anggota DPR Komisi VII Satya W Yudha mengungkapkan, pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah ke depan dengan syarat harus memenuhi kajian-kajian yang memadai. Pasalnya, energi nuklir mempunyai risiko besar bagi masyarakat.
"Pembangunan PLTN tergantung keputusan pemerintah. Kalau pemerintah mempertimbangkan ini perlu ya bangun," kata dia, Kamis (21/8/2014).
Dalam kebijakan energi nasional (KEN) yang dirancang Dewan Energi Nasional (DEN) opsi PLTN merupakan opsi yang terakhir dalam rangka memenuhi kebutuhan energi listrik. Namun begitu, Satya tidak sependapat jika menjadi opsi terakhir karena jika memang mendesak diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat maka harus dibangun.
"Bukan berarti harus yang terakhir, kalau pemerintah karena ini menyangkut memenuhi energi nasional," tutur Satya.
Ia meminta kepada masyarakat agar tidak takut maupun antipati jika pemerintah membangun PLTN. Banyak negara tetangga yang memanfaatkan energi nuklir.
"Jangan sampai yang saya khawatirkan justru mengikat kaki kita sendiri. Sementara negara sekitar kita bangun PLTN justru dari sisi risiko kita kena," ungkap dia.
Satya justru menyarankan Indonesia tidak tertinggal dengan negara-negara tetangga yang sudah lari jauh mengembangkan energi nuklir. Jangan sampai, lanjut dia, justru membuat Indonesia tertinggal dengan negara sahabat se-ASEAN yang mulai mengembangkan nuklir.
"Potensi uranium kita banyak. Silakan bangun PLTN dengan mempertimbangkan banyak hal. Jangan sampai tertinggal karena akan mempengaruhi perkembangan ekonomi kita," tutup Satya.
Anggota DPR Komisi VII Satya W Yudha mengungkapkan, pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah ke depan dengan syarat harus memenuhi kajian-kajian yang memadai. Pasalnya, energi nuklir mempunyai risiko besar bagi masyarakat.
"Pembangunan PLTN tergantung keputusan pemerintah. Kalau pemerintah mempertimbangkan ini perlu ya bangun," kata dia, Kamis (21/8/2014).
Dalam kebijakan energi nasional (KEN) yang dirancang Dewan Energi Nasional (DEN) opsi PLTN merupakan opsi yang terakhir dalam rangka memenuhi kebutuhan energi listrik. Namun begitu, Satya tidak sependapat jika menjadi opsi terakhir karena jika memang mendesak diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat maka harus dibangun.
"Bukan berarti harus yang terakhir, kalau pemerintah karena ini menyangkut memenuhi energi nasional," tutur Satya.
Ia meminta kepada masyarakat agar tidak takut maupun antipati jika pemerintah membangun PLTN. Banyak negara tetangga yang memanfaatkan energi nuklir.
"Jangan sampai yang saya khawatirkan justru mengikat kaki kita sendiri. Sementara negara sekitar kita bangun PLTN justru dari sisi risiko kita kena," ungkap dia.
Satya justru menyarankan Indonesia tidak tertinggal dengan negara-negara tetangga yang sudah lari jauh mengembangkan energi nuklir. Jangan sampai, lanjut dia, justru membuat Indonesia tertinggal dengan negara sahabat se-ASEAN yang mulai mengembangkan nuklir.
"Potensi uranium kita banyak. Silakan bangun PLTN dengan mempertimbangkan banyak hal. Jangan sampai tertinggal karena akan mempengaruhi perkembangan ekonomi kita," tutup Satya.
(gpr)