Awal 2015 Waktu Tepat Naikkan Harga BBM
A
A
A
JAKARTA - Ekonom dari Universitas Indonesia (UI) Lana Soelistianingsih mengatakan, awal 2015 merupakan waktu yang tepat untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Pasalnya, pemerintah mendatang baru mulai efektif menjabat Oktober 2014, dan menaikkan barang primadona tersebut butuh persiapan dan waktu yang matang.
"Tahun ini sudah enggak cukup lagi (naikkan BBM), walaupun ada potensi panen di bulan Oktober dan November. Tetapi kan pemerintahan baru, baru terbentuk di bulan Oktober, 22 Oktober dilantik. untuk mempersiapkan kenaikan BBM itu kan tidak mudah," terang dia ketika dihubungi Sindonews, Minggu (24/8/2014).
Selain persiapan keamanan, lanjut Lana, kenaikan harga BBM juga akan membuat lonjakan harga transportasi dan pangan. Hal tersebut tentunya perlu diskusi mendalam, bagaimana mengontrol pangan agar tidak naik akibat kenaikan harga BBM tersebut.
"Saya kira persiapannya butuh waktu ya, dan lebih baik direncanakan matang. Tahun depan kan masih ada, jadi ada waktu 4-6 bulanan untuk mempersiapkan. Karena Oktober (pelantikan presiden dan wakil presiden baru), kan praktis baru kerja benar itu baru November-Desember. Masih ada 3 bulan untuk proses persiapan," tambah Lana.
Lebih lanjut Lana menuturkan, pada awal 2015 juga terdapat musim panen yang membuat harga pangan cenderung menurun, sehingga dampak terhadap kenaikan harga BBM relatif lebih kecil ketimbang dinaikkan tidak pada saat musim panen.
"Saya kira juga perlu diperhatikan ketika harga relatif turun, terutama ketika saat panen. Nah, itu potensi menaikan harga BBM di awal tahun itu Februari atau Maret. Biasanya ada musim panen di bulan-bulan tersebut. Ketika harga pangan turun itu, tekanan terhadap harga pangan relatif lebih kecil kalau ada kenaikan BBM," pungkas dia.
Sekedar informasi, pemerintah pada tahun lalu telah menaikkan harga BBM bersubsidi untuk jenis premium sebesar Rp1.500 menjadi Rp6.000 per liter dan solar sebesar Rp1.000 menjadi Rp5.500 per liter.
Selanjutnya, pemerintah pasca Lebaran tahun ini melakukan pembatasan BBM bersubsidi di setiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di beberapa wilayah tertentu. Hal ini dilakukakan sebagai salah satu upaya mengendalikan kuota BBM susidi sebesar 46 juta kloliter (KL) dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 agar tidak jebol.
Namun kebijakan tersebut banyak dikritisi dan ditolak lantaran dinilai tidak adil. Pasalnya, pembatasan BBM bersubsidi dilakukan tidak merata di seluruh wilayah, sehingga dikhawatirkan menimbulkan kecemburuan dan kerawanan baru.
"Tahun ini sudah enggak cukup lagi (naikkan BBM), walaupun ada potensi panen di bulan Oktober dan November. Tetapi kan pemerintahan baru, baru terbentuk di bulan Oktober, 22 Oktober dilantik. untuk mempersiapkan kenaikan BBM itu kan tidak mudah," terang dia ketika dihubungi Sindonews, Minggu (24/8/2014).
Selain persiapan keamanan, lanjut Lana, kenaikan harga BBM juga akan membuat lonjakan harga transportasi dan pangan. Hal tersebut tentunya perlu diskusi mendalam, bagaimana mengontrol pangan agar tidak naik akibat kenaikan harga BBM tersebut.
"Saya kira persiapannya butuh waktu ya, dan lebih baik direncanakan matang. Tahun depan kan masih ada, jadi ada waktu 4-6 bulanan untuk mempersiapkan. Karena Oktober (pelantikan presiden dan wakil presiden baru), kan praktis baru kerja benar itu baru November-Desember. Masih ada 3 bulan untuk proses persiapan," tambah Lana.
Lebih lanjut Lana menuturkan, pada awal 2015 juga terdapat musim panen yang membuat harga pangan cenderung menurun, sehingga dampak terhadap kenaikan harga BBM relatif lebih kecil ketimbang dinaikkan tidak pada saat musim panen.
"Saya kira juga perlu diperhatikan ketika harga relatif turun, terutama ketika saat panen. Nah, itu potensi menaikan harga BBM di awal tahun itu Februari atau Maret. Biasanya ada musim panen di bulan-bulan tersebut. Ketika harga pangan turun itu, tekanan terhadap harga pangan relatif lebih kecil kalau ada kenaikan BBM," pungkas dia.
Sekedar informasi, pemerintah pada tahun lalu telah menaikkan harga BBM bersubsidi untuk jenis premium sebesar Rp1.500 menjadi Rp6.000 per liter dan solar sebesar Rp1.000 menjadi Rp5.500 per liter.
Selanjutnya, pemerintah pasca Lebaran tahun ini melakukan pembatasan BBM bersubsidi di setiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di beberapa wilayah tertentu. Hal ini dilakukakan sebagai salah satu upaya mengendalikan kuota BBM susidi sebesar 46 juta kloliter (KL) dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 agar tidak jebol.
Namun kebijakan tersebut banyak dikritisi dan ditolak lantaran dinilai tidak adil. Pasalnya, pembatasan BBM bersubsidi dilakukan tidak merata di seluruh wilayah, sehingga dikhawatirkan menimbulkan kecemburuan dan kerawanan baru.
(rna)