Inflasi Rendah, Oktober Saatnya Menaikkan Harga BBM
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Andin Hadiyanto mengatakan bahwa Oktober mendatang merupakan musim panen kedua di 2014. Hal tersebut menandakan, saat itu inflasi diprediksikan rendah. Dengan demikian, waktu tersebut dinilai cocok untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.
"Ya Oktober itu pas (naikan harga BBM)," ucap dia saat berbincang dengan media di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (26/8/2014).
Lebih lanjut dia mengatakan, dampak inflasi yang ditimbulkan dari kenaikan harga BBM subsidi tidak akan terlalu besar. Jika BBM naik Rp1.000 per liter, maka dampak inflasinya sekitar 0,5% hingga 1%.
"Kalau kenaikan BBM Rp1.000 per liter, sekitar 0,5-1% inflasinya, ini excersise ya. Momen juga mempengaruhi, Juni-Juli relatif tinggi pas sekolah. Oktober juga musim panen, jadi rendah inflasinya," tutur dia.
Menurutnya, jika harga BBM subsidi dinaikan pada bulan Oktober, akan mengurangi konsumsi BBM sehingga kuota BBM subsidi pada APBN-P yang sebesar 46 juta kilo liter (kl) akan tercukupi.
"Pastinya, kalau misalnya naik jarak antara premium bersubsidi sama non jadi kecil, kalau naik akan ngurangi konsumsi. Kedua akan migrasi ke pertamax. Pada waktu 2013 sebagian migrasi sebelum naik dulu Rp4.500 per liter. Sekarang ini kalau ke pertamax motor juga pakai pertamax," tandas dia.
"Ya Oktober itu pas (naikan harga BBM)," ucap dia saat berbincang dengan media di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (26/8/2014).
Lebih lanjut dia mengatakan, dampak inflasi yang ditimbulkan dari kenaikan harga BBM subsidi tidak akan terlalu besar. Jika BBM naik Rp1.000 per liter, maka dampak inflasinya sekitar 0,5% hingga 1%.
"Kalau kenaikan BBM Rp1.000 per liter, sekitar 0,5-1% inflasinya, ini excersise ya. Momen juga mempengaruhi, Juni-Juli relatif tinggi pas sekolah. Oktober juga musim panen, jadi rendah inflasinya," tutur dia.
Menurutnya, jika harga BBM subsidi dinaikan pada bulan Oktober, akan mengurangi konsumsi BBM sehingga kuota BBM subsidi pada APBN-P yang sebesar 46 juta kilo liter (kl) akan tercukupi.
"Pastinya, kalau misalnya naik jarak antara premium bersubsidi sama non jadi kecil, kalau naik akan ngurangi konsumsi. Kedua akan migrasi ke pertamax. Pada waktu 2013 sebagian migrasi sebelum naik dulu Rp4.500 per liter. Sekarang ini kalau ke pertamax motor juga pakai pertamax," tandas dia.
(gpr)