Kredit KPR di Jateng Melambat
A
A
A
SEMARANG - Pertumbuhan kredit bank umum di Jawa Tengah (Jateng) terus menunjukkan tren perlambatan. Perlambatan pertumbuhan kredit terutama terjadi kredit konsumsi khususnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB).
Deputi Kepala Perwakilan kantor perwakilan Bank Indonesia V Semarang Marlison Hakim mengatakan, selain kredit KPR yang melambat, kredit investasi khususnya kredit pada sektor konstruksi, sektor real estate dan sektor jasa-jasa juga mengalami perlambatan.
“Namun untuk kredit modal kerja mengalami peningkatan pertumbuhan,” kata Marlison di Semarang, Rabu (27/8/2014)).
Dia menyebutkan, per Juni 2014 total nilai kredit yang disalurkan oleh bank umum di Jawa Tengah mencapai Rp187,4 triliun. Sebagian besar merupakan kredit produktif yang terserap di berbagai sektor ekonomi dengan pangsa mencapai 67,84%.
Sementara itu, pangsa kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tercatat 35,16% yang sebagian besar terserap di di sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dengan pangsa 64,63%, terutama di sub sektor perdagangan, sementara pangsa kredit UMKM di sektor Industri Pengolahan tercatat 10,50%. Selebihnya terserap di berbagai sektor ekonomi diantaranya sektor Jasa-jasa 6,44%.
“Seiring dengan perlambatan pertumbuhan kredit, loan to deposit ratio (LDR) Bank Umum pada Juni 2014 tercatat 105,01% sedikit menurun jika dibandingkan dengan LDR pada Juni 2013 sebesar 106,29%. Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan baik dengan tingkat non performing loan (NPL) tercatat relatif rendah 2,19%,” katanya.
Pada Juni 2014 suku bunga rata-rata kredit Bank Umum di Jawa Tengah tercatat 13,17% lebih tinggi jika dibandingkan dengan 12,70% pada Juni 2013. Kecenderungan meningkatnya suku bunga rata-rata kredit didorong oleh tren peningkatan suku bunga rata-rata Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mengalami kenaikan dari 3,39% pada Juni 2013 menjadi 4,19% pada Juni 2014.
Pada Juni 2014 kredit Bank Umum tercatat tumbuh 15,96% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan kredit pada Maret 2014 yang mencapai 16,5% (yoy).
CEO PT BNI Kanwil Semarang Iwan Abdi mengakui, pertumbuhan KPR khususnya untuk rumah dengan tipe bangunan lebih dari 70 meter persegi (m2) yang terkena aturan uang muka atau loan to value (LTV) mengalami perlambatan.
Kemampuan nasabah menyediakan uang muka minimal sebesar 30% menghambat penyaluran KPR. Tercatat, outstanding KPR BNI sampai saat ini sebesar Rp 2,2 triliun.
“Realisasi tersebut, mengalami kenaikan namun masih kecil dari periode yang sama tahun lalu. Tahun lalu penyaluran KPR BNI mencapai Rp 2,2 triliun. Sementara ia menargetkan penyaluran KPR BNI sampai akhir tahun ini sebesar Rp 2,6 triliun,” ujarnya.
Menurut dia, tidak hanya mengalami perlambatan, komposisi penyaluran KPR perbankan juga berubah dari yang semula didominasi KPR untuk segmen menengah ke atas bergeser ke segmen bawah.
“Ditinjau dari kondisi pasar saat ini, pengembang memang menggiatkan tunai bertahap. Dengan tunai bertahap yang ditawarkan pengembang, pembeli bisa mencicil uang muka bahkan hingga satu tahun. Utamanya, masyarakat kelas menengah atas lebih memilih tunai bertahap,” bebernya.
Sementara itu kalangan pengembang Optimis penjualan rumah, baik secara KPR maupun cash akan mengalami peningkatan pasca lebaran dan Pilres.
Wakil Ketua DPD REI Jateng Bidang Promosi, Publikasi, Pameran dan Humas Dibya K Hidayat, optimistis pertumbuhan penjualan akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan. Terlebih saat ini sudah ada beberapa pengembang yang mulai menjual perumahan sederharan dengan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). “Kami optimis penjualan akan tetap tumbuh,” ujarnya.
Deputi Kepala Perwakilan kantor perwakilan Bank Indonesia V Semarang Marlison Hakim mengatakan, selain kredit KPR yang melambat, kredit investasi khususnya kredit pada sektor konstruksi, sektor real estate dan sektor jasa-jasa juga mengalami perlambatan.
“Namun untuk kredit modal kerja mengalami peningkatan pertumbuhan,” kata Marlison di Semarang, Rabu (27/8/2014)).
Dia menyebutkan, per Juni 2014 total nilai kredit yang disalurkan oleh bank umum di Jawa Tengah mencapai Rp187,4 triliun. Sebagian besar merupakan kredit produktif yang terserap di berbagai sektor ekonomi dengan pangsa mencapai 67,84%.
Sementara itu, pangsa kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tercatat 35,16% yang sebagian besar terserap di di sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dengan pangsa 64,63%, terutama di sub sektor perdagangan, sementara pangsa kredit UMKM di sektor Industri Pengolahan tercatat 10,50%. Selebihnya terserap di berbagai sektor ekonomi diantaranya sektor Jasa-jasa 6,44%.
“Seiring dengan perlambatan pertumbuhan kredit, loan to deposit ratio (LDR) Bank Umum pada Juni 2014 tercatat 105,01% sedikit menurun jika dibandingkan dengan LDR pada Juni 2013 sebesar 106,29%. Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan baik dengan tingkat non performing loan (NPL) tercatat relatif rendah 2,19%,” katanya.
Pada Juni 2014 suku bunga rata-rata kredit Bank Umum di Jawa Tengah tercatat 13,17% lebih tinggi jika dibandingkan dengan 12,70% pada Juni 2013. Kecenderungan meningkatnya suku bunga rata-rata kredit didorong oleh tren peningkatan suku bunga rata-rata Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mengalami kenaikan dari 3,39% pada Juni 2013 menjadi 4,19% pada Juni 2014.
Pada Juni 2014 kredit Bank Umum tercatat tumbuh 15,96% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan kredit pada Maret 2014 yang mencapai 16,5% (yoy).
CEO PT BNI Kanwil Semarang Iwan Abdi mengakui, pertumbuhan KPR khususnya untuk rumah dengan tipe bangunan lebih dari 70 meter persegi (m2) yang terkena aturan uang muka atau loan to value (LTV) mengalami perlambatan.
Kemampuan nasabah menyediakan uang muka minimal sebesar 30% menghambat penyaluran KPR. Tercatat, outstanding KPR BNI sampai saat ini sebesar Rp 2,2 triliun.
“Realisasi tersebut, mengalami kenaikan namun masih kecil dari periode yang sama tahun lalu. Tahun lalu penyaluran KPR BNI mencapai Rp 2,2 triliun. Sementara ia menargetkan penyaluran KPR BNI sampai akhir tahun ini sebesar Rp 2,6 triliun,” ujarnya.
Menurut dia, tidak hanya mengalami perlambatan, komposisi penyaluran KPR perbankan juga berubah dari yang semula didominasi KPR untuk segmen menengah ke atas bergeser ke segmen bawah.
“Ditinjau dari kondisi pasar saat ini, pengembang memang menggiatkan tunai bertahap. Dengan tunai bertahap yang ditawarkan pengembang, pembeli bisa mencicil uang muka bahkan hingga satu tahun. Utamanya, masyarakat kelas menengah atas lebih memilih tunai bertahap,” bebernya.
Sementara itu kalangan pengembang Optimis penjualan rumah, baik secara KPR maupun cash akan mengalami peningkatan pasca lebaran dan Pilres.
Wakil Ketua DPD REI Jateng Bidang Promosi, Publikasi, Pameran dan Humas Dibya K Hidayat, optimistis pertumbuhan penjualan akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan. Terlebih saat ini sudah ada beberapa pengembang yang mulai menjual perumahan sederharan dengan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). “Kami optimis penjualan akan tetap tumbuh,” ujarnya.
(gpr)