BTPN Raih Pinjaman Rp2,3 Triliun dari IFC
A
A
A
JAKARTA - PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) meraih kepercayaan pinjaman dari lembaga pembiayaan internasional, International Finance Corporation (IFC) senilai USD200 juta atau setara Rp2,3 triliun.
Direktur BTPN Anika Faisal mengatakan fasilitas kredit dari anak usaha Bank Dunia tersebut diperoleh pada awal bulan lalu. Dana pinjaman tersebut akan digunakan untuk menunjang bisnis pembiayaan perseroan.
“Perjanjian pemberian pinjaman atau third and fourth loan agreement telah diteken pada 1 Agustus 2014. Dana diberikan dalam mata uang rupiah,” kata Anika dalam keterangan resmi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (2/9/2014).
Dia mengatakan, berdasarkan Perjanjian Pinjaman, pada 9 Oktober 2012, IFC memberikan pinjaman kepada BTPN sebesar USD100 juta (nilai penuh). BTPN dapat melakukan penarikan kembali atas fasilitas pinjaman ini (revolving loan) atas jumlah yang telah dibayar kembali atau dilunasi sebelum atau pada 9 Oktober 2015.
Tujuan pinjaman tersebut adalah untuk mendanai pembiayaan kredit mikro. Sementara itu, pada 18 Maret 2013, fasilitas pinjaman tersebut telah dicairkan sebesar Rp970,200 (ekuivalen nilai penuh USD100.000.000) dengan suku bunga sebesar 6,8%.
Pembayaran bunga akan dilakukan setiap 6 bulan, yaitu pada 15 Januari dan 15 Juli yang dimulai pada 15 Juli 2013 dan berakhir pada 15 Januari 2014. Pembayaran pokok telah dilakukan pada akhir periode pinjaman, yaitu pada 18 Maret 2014.
Kemudian pada 24 Maret 2014, BTPN telah mencairkan kembali pinjaman revolving tersebut sebesar Rp1,14 triliun (ekuivalen nilai penuh USD100.000.000) dengan suku bunga 9,1%.
Pembayaran bunga dilakukan setiap 6 bulan, yaitu pada 15 Januari dan 15 Juli yang dimulai pada 15 Juli 2014 dan berakhir 15 Januari 2015. Pembayaran pokok akan dilakukan pada akhir periode pinjaman yaitu pada 24 Maret 2015.
Dalam perjanjian pinjaman tersebut, diatur beberapa pembatasan yang harus dipenuhi oleh BTPN antara lain; Tidak diperkenankan melakukan perubahan bisnis secara substansial tanpa persetujuan tertulis dari pemberi pinjaman. Serta tidak melakukan penggabungan usaha, demerger, restrukturisasi bank, yang dapat memberikan dampak yang signifikan.
BTPN selama ini fokus pada pembiayaan segmen masyarakat menengah ke bawah, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, serta masyarakat pra-sejahtera produktif. Hingga Juni 2014, BTPN membukukan pertumbuhan kredit sebesar 15 persen, dari Rp43,6 triliun pada periode sama tahun lalu menjadi Rp50 triliun.
Hal ini disertai rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) gros sebesar 0,9%. Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK) BTPN tercatat senilai Rp52,7 triliun, tumbuh 10% dibandingkan semester I-2013 sebesar Rp47,7 triliun. Pertumbuhan DPK ini juga lebih tinggi dibandingkan kenaikan kuartal I-2013 yang meningkat sebesar 6% secara year on year (yoy).
Direktur BTPN Anika Faisal mengatakan fasilitas kredit dari anak usaha Bank Dunia tersebut diperoleh pada awal bulan lalu. Dana pinjaman tersebut akan digunakan untuk menunjang bisnis pembiayaan perseroan.
“Perjanjian pemberian pinjaman atau third and fourth loan agreement telah diteken pada 1 Agustus 2014. Dana diberikan dalam mata uang rupiah,” kata Anika dalam keterangan resmi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (2/9/2014).
Dia mengatakan, berdasarkan Perjanjian Pinjaman, pada 9 Oktober 2012, IFC memberikan pinjaman kepada BTPN sebesar USD100 juta (nilai penuh). BTPN dapat melakukan penarikan kembali atas fasilitas pinjaman ini (revolving loan) atas jumlah yang telah dibayar kembali atau dilunasi sebelum atau pada 9 Oktober 2015.
Tujuan pinjaman tersebut adalah untuk mendanai pembiayaan kredit mikro. Sementara itu, pada 18 Maret 2013, fasilitas pinjaman tersebut telah dicairkan sebesar Rp970,200 (ekuivalen nilai penuh USD100.000.000) dengan suku bunga sebesar 6,8%.
Pembayaran bunga akan dilakukan setiap 6 bulan, yaitu pada 15 Januari dan 15 Juli yang dimulai pada 15 Juli 2013 dan berakhir pada 15 Januari 2014. Pembayaran pokok telah dilakukan pada akhir periode pinjaman, yaitu pada 18 Maret 2014.
Kemudian pada 24 Maret 2014, BTPN telah mencairkan kembali pinjaman revolving tersebut sebesar Rp1,14 triliun (ekuivalen nilai penuh USD100.000.000) dengan suku bunga 9,1%.
Pembayaran bunga dilakukan setiap 6 bulan, yaitu pada 15 Januari dan 15 Juli yang dimulai pada 15 Juli 2014 dan berakhir 15 Januari 2015. Pembayaran pokok akan dilakukan pada akhir periode pinjaman yaitu pada 24 Maret 2015.
Dalam perjanjian pinjaman tersebut, diatur beberapa pembatasan yang harus dipenuhi oleh BTPN antara lain; Tidak diperkenankan melakukan perubahan bisnis secara substansial tanpa persetujuan tertulis dari pemberi pinjaman. Serta tidak melakukan penggabungan usaha, demerger, restrukturisasi bank, yang dapat memberikan dampak yang signifikan.
BTPN selama ini fokus pada pembiayaan segmen masyarakat menengah ke bawah, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, serta masyarakat pra-sejahtera produktif. Hingga Juni 2014, BTPN membukukan pertumbuhan kredit sebesar 15 persen, dari Rp43,6 triliun pada periode sama tahun lalu menjadi Rp50 triliun.
Hal ini disertai rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) gros sebesar 0,9%. Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK) BTPN tercatat senilai Rp52,7 triliun, tumbuh 10% dibandingkan semester I-2013 sebesar Rp47,7 triliun. Pertumbuhan DPK ini juga lebih tinggi dibandingkan kenaikan kuartal I-2013 yang meningkat sebesar 6% secara year on year (yoy).
(gpr)