Pertamina Bantah Monitoring Elpiji 3 Kg Cegah Kebocoran
A
A
A
JAKARTA - Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya membantah bahwa proses monitoring Pertamina terhadap elpiji 3 kg untuk mencegah kebocoran gas, karena kenaikan elpiji 12 kg yang saat ini mencapai Rp114 ribu per kg.
"Eggak ada. Bukan untuk mencegah kebocoran. Ini yang harus dicermati. Bukan masalah karena bocornya yang kita monitoring atau pantau, tapi gas elpiji 3 kg ini barang subsidi pemerintah, barangnya terbatas jadi kita monitoring," ujar Hanung usai jumpa pers di kantor Pertamina, Jakarta, Rabu (10/9/2014).
Hanung mengatakan, pihaknya lebih menitikberatkan pada ketakukan akan disalahgunakannya subsidi gas elpiji 3 kg ini. (Baca: Elpiji 12 Kg Resmi Naik Jadi Rp114 Ribu/Tabung).
"Nah kalau sampai ada penyalahgunaan kan bahaya. Apalagi ini merupakan subsidi dari negara. Rinciannya begini, harga keekonomiannya itu 12 ribu kemudian dijual Rp4.250, berarti pemerintah mensubsidi hampir Rp8.000 kan untuk penggunaan elpiji 3 kg ini," paparnya.
Untuk subsidinya gas elpiji 3 kg menggerogoti kantong pemerintah sebesar Rp40 triliun dengan penghitungan, 5 juta metric ton di kali Rp8.000.
"Jadi itu beban subsidi energi. Makannya harus kita tegaskan itu tidak bisa disalahgunakan," tandasnya.
"Eggak ada. Bukan untuk mencegah kebocoran. Ini yang harus dicermati. Bukan masalah karena bocornya yang kita monitoring atau pantau, tapi gas elpiji 3 kg ini barang subsidi pemerintah, barangnya terbatas jadi kita monitoring," ujar Hanung usai jumpa pers di kantor Pertamina, Jakarta, Rabu (10/9/2014).
Hanung mengatakan, pihaknya lebih menitikberatkan pada ketakukan akan disalahgunakannya subsidi gas elpiji 3 kg ini. (Baca: Elpiji 12 Kg Resmi Naik Jadi Rp114 Ribu/Tabung).
"Nah kalau sampai ada penyalahgunaan kan bahaya. Apalagi ini merupakan subsidi dari negara. Rinciannya begini, harga keekonomiannya itu 12 ribu kemudian dijual Rp4.250, berarti pemerintah mensubsidi hampir Rp8.000 kan untuk penggunaan elpiji 3 kg ini," paparnya.
Untuk subsidinya gas elpiji 3 kg menggerogoti kantong pemerintah sebesar Rp40 triliun dengan penghitungan, 5 juta metric ton di kali Rp8.000.
"Jadi itu beban subsidi energi. Makannya harus kita tegaskan itu tidak bisa disalahgunakan," tandasnya.
(izz)