Kosmetik Ilegal Rugikan Negara Rp1,5 T
A
A
A
JAKARTA - Presiden Direktur PT Mustika Ratu Tbk Putri K Wardhani mengatakan, beredarnya kosmetik ilegal telah merugikan negara. Bahkan menurutnya, kerugian akibat kosmetik ilegal tersebut mencapai Rp1,5 triliun.
Dirinya mengatakan, tahun lalu total kosmetik ilegal yang masuk ke Indonesia mencapai Rp15 triliun sampai Rp16 triliun.
"Ya bisa dibayangkan sendiri tahun lalu bisa Rp15 triliun hingga Rp16 triliun ya, kalau dari PPN saja 10% itu kan brati Rp1,5 triliun udah hilang," ungkapnya saat ditemui di Gedung Kementerian Perdagangan (Kemendag) Jakarta, Kamis (11/9/2014).
Lebih lanjut dia mengatakan, jumlah tersebut bahkan belum ditambah dengan pajak keuntungan perusahaan (PPH) yang mendistribusikan produk ilegal tersebut. Menurutnya, lantaran perusahaan tersebut gelap, PPH pun tak dapat diperoleh negara.
"Kemudian pajak keuntungan (PPH) ini kan juga gak ada, gak ketauan kok mereka untungnya juga berapa, jadi pemerintah rugi besar dari segi ekonomi, pengusaha juga tentu rugi besar karena 20 persen pangsa yang harusnya diisi oleh produk legal dan produk dalam negeri justru dimasuki produk ilegal," tukasnya.
Dirinya mengatakan, tahun lalu total kosmetik ilegal yang masuk ke Indonesia mencapai Rp15 triliun sampai Rp16 triliun.
"Ya bisa dibayangkan sendiri tahun lalu bisa Rp15 triliun hingga Rp16 triliun ya, kalau dari PPN saja 10% itu kan brati Rp1,5 triliun udah hilang," ungkapnya saat ditemui di Gedung Kementerian Perdagangan (Kemendag) Jakarta, Kamis (11/9/2014).
Lebih lanjut dia mengatakan, jumlah tersebut bahkan belum ditambah dengan pajak keuntungan perusahaan (PPH) yang mendistribusikan produk ilegal tersebut. Menurutnya, lantaran perusahaan tersebut gelap, PPH pun tak dapat diperoleh negara.
"Kemudian pajak keuntungan (PPH) ini kan juga gak ada, gak ketauan kok mereka untungnya juga berapa, jadi pemerintah rugi besar dari segi ekonomi, pengusaha juga tentu rugi besar karena 20 persen pangsa yang harusnya diisi oleh produk legal dan produk dalam negeri justru dimasuki produk ilegal," tukasnya.
(gpr)