Ekonom Nilai Positif Investor Asing Akuisisi Bank Mutiara
A
A
A
JAKARTA - Ekonom dari Bank Permata Josua Pardede menilai masuknya investor asing di PT Bank Mutiara diharapkan dapat membuat kinerja lebih prudensial.
Hal ini dikarenakan sistem manajerial perbankan asing yang dikenal sukses berkembang saat diterapkan di dalam negeri.
"Semoga ini membawa perubahan lebih baik. Namun yang pasti persaingan dalam negeri akan lebih ketat karena investor asing semakin bertambah," ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Senin (15/9/2014).
Menurutnya, dengan adanya kasus ini juga dapat membawa berkah tidak ada lagi kasus Century berikutnya. Hal ini ditandai dengan kondisi perekonomian makro yang lebih terjaga.
Namun, rasio kredit bermasalah masih terus mengalami kenaikan dari awal tahun.
"Semoga Bank Mutiara dapat mendukung pertumbuhan likuiditas nasional sehingga kondisi makro dapat lebih baik," katanya.
Dia mengatakan, persaingan perbankan nasional akan semakin ketat menjelang MEA dan semua pemain harus mempersiapkan diri lebih baik lagi.
Terlebih, suku bunga acuan BI masih menandakan tren likuiditas yang ketat. Walaupun perbankan saat ini semakin prudential namun tetap ada ancaman lain yaitu rasio kredit yang lebih besar daripada simpanan masyarakat.
"LDR nasional saat ini di level 91% dan bisa melampaui 100% dalam lima tahun ke depan. Ini kalau DPK tidak bisa mengimbangi pertumbuhan kredit," tutur Josua.
Penyebabnya, karena penyaluran kredit tidak efisien sehingga korporasi gagal mengimbangi sisi simpanannya.
Pelemahan rupiah dapat terjadi apabila tidak ada kerja sama antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk memperbaiki nilai tukar.
Ini sangat mengkhawatirkan mengingat level ideal rupiah yang seharusnya berada di Rp11.400 per USD.
"Dengan proyeksi inflasi tahun depan di level 7% dan kemungkinan akan diikuti kenaikan BI rate di level 8%. Sehingga rupiah akan bergerak sangat volatile di kisaran Rp11.800-Rp12.000 per USD tahun depan," pungkas Josua.
Hal ini dikarenakan sistem manajerial perbankan asing yang dikenal sukses berkembang saat diterapkan di dalam negeri.
"Semoga ini membawa perubahan lebih baik. Namun yang pasti persaingan dalam negeri akan lebih ketat karena investor asing semakin bertambah," ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Senin (15/9/2014).
Menurutnya, dengan adanya kasus ini juga dapat membawa berkah tidak ada lagi kasus Century berikutnya. Hal ini ditandai dengan kondisi perekonomian makro yang lebih terjaga.
Namun, rasio kredit bermasalah masih terus mengalami kenaikan dari awal tahun.
"Semoga Bank Mutiara dapat mendukung pertumbuhan likuiditas nasional sehingga kondisi makro dapat lebih baik," katanya.
Dia mengatakan, persaingan perbankan nasional akan semakin ketat menjelang MEA dan semua pemain harus mempersiapkan diri lebih baik lagi.
Terlebih, suku bunga acuan BI masih menandakan tren likuiditas yang ketat. Walaupun perbankan saat ini semakin prudential namun tetap ada ancaman lain yaitu rasio kredit yang lebih besar daripada simpanan masyarakat.
"LDR nasional saat ini di level 91% dan bisa melampaui 100% dalam lima tahun ke depan. Ini kalau DPK tidak bisa mengimbangi pertumbuhan kredit," tutur Josua.
Penyebabnya, karena penyaluran kredit tidak efisien sehingga korporasi gagal mengimbangi sisi simpanannya.
Pelemahan rupiah dapat terjadi apabila tidak ada kerja sama antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk memperbaiki nilai tukar.
Ini sangat mengkhawatirkan mengingat level ideal rupiah yang seharusnya berada di Rp11.400 per USD.
"Dengan proyeksi inflasi tahun depan di level 7% dan kemungkinan akan diikuti kenaikan BI rate di level 8%. Sehingga rupiah akan bergerak sangat volatile di kisaran Rp11.800-Rp12.000 per USD tahun depan," pungkas Josua.
(izz)