Pemerintah Diminta Fokus Peremajaan Kakao
A
A
A
BANDUNG - Pemerintah diminta untuk lebih fokus lagi dalam melakukan peremajaan kakao yang saat ini persediaannya di sektor hulu semakin menipis.
Hal tersebut menunjukkan bahwa produksi kakao rakyat sudah tidak optimal lagi.
Penasihat Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI) Jawa Barat Iyus Supriatna mengatakan, tidak optimalnya produksi kakao rakyat karena kondisi tanaman yang sudah tua.
"Kami harap pemerintah mampu meremajakan tanaman kakao mulai saat ini. Kalau ingin produktivitas kakaonya tinggi, peremajaan harus dilakukan dengan sistem samping sambung," katanya kepada wartawan, Minggu (21/9/2014).
Saat ini, kata dia, tingkat produktivitas kakao di Jabar hanya mencapai 0,5 ton per hektare per tahun. Idealnya, kakao diproduksi 1 ton per hektare per tahun.
Bahkan, dalam dua tahun ke depan kebutuhan kakao Indonesia akan berkurang hingga 2 juta ton. Produksinya saat ini semakin menurun. Pemerintah diminta memberikan andil besar memperbaiki produktivitas kakao.
"Jika tidak, maka industri di sektor hilir akan semakin kelimpungan. Hal ini akan membuat kita makin ketergantungan untuk terus melakukan impor," ujarnya.
Sementara, kalangan industri hilir kakao menyambut baik adanya regulasi Permentan Nomor 67 Tahun 2014.
Peraturan tersebut mengatur tentang persyaratan mutu dan pemasaran biji kakao yang mengisyaratkan kewajiban petani atau kelompok tani melakukan fermentasi sebagai upaya peningkatan kualitas biji kakao nasional.
Hal tersebut menunjukkan bahwa produksi kakao rakyat sudah tidak optimal lagi.
Penasihat Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI) Jawa Barat Iyus Supriatna mengatakan, tidak optimalnya produksi kakao rakyat karena kondisi tanaman yang sudah tua.
"Kami harap pemerintah mampu meremajakan tanaman kakao mulai saat ini. Kalau ingin produktivitas kakaonya tinggi, peremajaan harus dilakukan dengan sistem samping sambung," katanya kepada wartawan, Minggu (21/9/2014).
Saat ini, kata dia, tingkat produktivitas kakao di Jabar hanya mencapai 0,5 ton per hektare per tahun. Idealnya, kakao diproduksi 1 ton per hektare per tahun.
Bahkan, dalam dua tahun ke depan kebutuhan kakao Indonesia akan berkurang hingga 2 juta ton. Produksinya saat ini semakin menurun. Pemerintah diminta memberikan andil besar memperbaiki produktivitas kakao.
"Jika tidak, maka industri di sektor hilir akan semakin kelimpungan. Hal ini akan membuat kita makin ketergantungan untuk terus melakukan impor," ujarnya.
Sementara, kalangan industri hilir kakao menyambut baik adanya regulasi Permentan Nomor 67 Tahun 2014.
Peraturan tersebut mengatur tentang persyaratan mutu dan pemasaran biji kakao yang mengisyaratkan kewajiban petani atau kelompok tani melakukan fermentasi sebagai upaya peningkatan kualitas biji kakao nasional.
(izz)