Pro dan Kontra RUU Pilkada Goyangkan Rupiah
A
A
A
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menilai, pro dan kontra pembahasan RUU Pilkada turut menyumbangkan tekanan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD).
"Tapi, nilai tukar ada juga terpengaruh perkembangan kondisi geopolitik, perkembangan di China atau di domestik. Adanya sidang (RUU Pilkada) kemarin juga pengaruh, kita perlu mewaspadai," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Minggu (28/9/2014) malam.
Selain itu, Agus juga mengatakan, kondisi nilai tukar rupiah yang lemah juga disebabkan karena faktor eksternal, terutama isu kenaikan tingkat suku bunga Amerika Serikat (Fed Fun Rate) yang disinyalir akan naik lebih cepat.
"Saya enggak komentar tentang nilai tukar, tapi secara umum nilai tukar itu mencerminkan kondisi ekonomi bahwa pada saat yang lalu banyak faktor eksternal berperan. Khusunya proses normalisasi AS dan statement yang menunjukkan kondisi AS terus membaik," jelas dia.
Sementara, Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri menilai kondisi rupiah yang naik turun selama sepekan kemarin lebih diakibatkan karena Fed Yellen yang akan menaikkan interest rate-nya.
"Saya sudah bilang dari dua bulan lalu, pasar keuangan bakal kena. Karena Yellen beberapa hari lalu menyatakan situasi ekonomi AS jauh lebih baik dari yang diperkirakan. Itu bisa lebih cepet perkiraan kenaikan bunganya," jelas Chatib.
Keputusan AS untuk merevisi tingkat pertumbuhannya menjadi 4,6% pun dinilai cukup luar biasa. Sehingga AS pun memutuskan untuk menaikkan interest rate-nya lebih cepat.
"Saya Kkira AS baru ngeluarin revisinya kemarin 4,6% growth-nya. 4,6% buat negara sebesar AS itu luar biasa. Kita saja yang size-nya cuma seperberapa Amerika, bisa rumbuh 5,2%. Artinya 4,6% itu luar biasa. Sehingga mereka memutuskan interest rate-nya itu naik lebih cepat," tandas dia.
"Tapi, nilai tukar ada juga terpengaruh perkembangan kondisi geopolitik, perkembangan di China atau di domestik. Adanya sidang (RUU Pilkada) kemarin juga pengaruh, kita perlu mewaspadai," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Minggu (28/9/2014) malam.
Selain itu, Agus juga mengatakan, kondisi nilai tukar rupiah yang lemah juga disebabkan karena faktor eksternal, terutama isu kenaikan tingkat suku bunga Amerika Serikat (Fed Fun Rate) yang disinyalir akan naik lebih cepat.
"Saya enggak komentar tentang nilai tukar, tapi secara umum nilai tukar itu mencerminkan kondisi ekonomi bahwa pada saat yang lalu banyak faktor eksternal berperan. Khusunya proses normalisasi AS dan statement yang menunjukkan kondisi AS terus membaik," jelas dia.
Sementara, Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri menilai kondisi rupiah yang naik turun selama sepekan kemarin lebih diakibatkan karena Fed Yellen yang akan menaikkan interest rate-nya.
"Saya sudah bilang dari dua bulan lalu, pasar keuangan bakal kena. Karena Yellen beberapa hari lalu menyatakan situasi ekonomi AS jauh lebih baik dari yang diperkirakan. Itu bisa lebih cepet perkiraan kenaikan bunganya," jelas Chatib.
Keputusan AS untuk merevisi tingkat pertumbuhannya menjadi 4,6% pun dinilai cukup luar biasa. Sehingga AS pun memutuskan untuk menaikkan interest rate-nya lebih cepat.
"Saya Kkira AS baru ngeluarin revisinya kemarin 4,6% growth-nya. 4,6% buat negara sebesar AS itu luar biasa. Kita saja yang size-nya cuma seperberapa Amerika, bisa rumbuh 5,2%. Artinya 4,6% itu luar biasa. Sehingga mereka memutuskan interest rate-nya itu naik lebih cepat," tandas dia.
(izz)