Kenaikan Harga BBM untuk Genjot Infrastruktur
A
A
A
JAKARTA - Tim Transisi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) menganggap kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi harus dilakukan untuk menggenjot infratruktur.
Karena, selama ini pos anggaran subsidi BBM dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak tepat sasaran.
Penasihat Tim Transisi Jokowi-JK Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, dalam lima tahun belakangan, anggaran subsidi BBM terus meningkat sehingga berdampak terhadap ketimpangan pos belanja infrastruktur.
Porsi dana APBN ke BBM subsidi saat ini hampir mencapai 25%. "Porsi dana APBN ke BBM bersubsidi hampir 25%, sementara infrastruktur hanya 12%. Itu luar biasa sekali timpangnya," ujarnya di Jakarta, Selasa (30/9/2014).
Menurut dia, porsi belanja yang timpang itu akibat kesalahan pemerintah periode sebelumnya. Pemerintah tak pernah berani melakukan penaikan BBM bersubsidi.
Bila hal ini terus dilakukan, maka sektor infrastruktur Indonesia tidak akan berjalan secara masif.
"Cost logistik yang berkaitan dengan infrastruktur saja sudah sangat mahal sekali besarannya sudah double digit. Sementara di Jepang hanya 4% cost logistiknya," katanya.
Luhut mengatakan, salah satu cara untuk mengatasi ketimpangan pos belanja ini dengan menaikkan harga BBM bersubsidi.
Kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp3.000 per liter digulirkan pada November. Dari implementasi kebijakan ini, Jokowi akan mengefektifkannya pada November 2014.
"Kami berharap mampu menghemat APBN dengan meningkatkan alokasi pos belanja ke sektor infrastruktur," ujar dia.
Karena, selama ini pos anggaran subsidi BBM dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak tepat sasaran.
Penasihat Tim Transisi Jokowi-JK Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, dalam lima tahun belakangan, anggaran subsidi BBM terus meningkat sehingga berdampak terhadap ketimpangan pos belanja infrastruktur.
Porsi dana APBN ke BBM subsidi saat ini hampir mencapai 25%. "Porsi dana APBN ke BBM bersubsidi hampir 25%, sementara infrastruktur hanya 12%. Itu luar biasa sekali timpangnya," ujarnya di Jakarta, Selasa (30/9/2014).
Menurut dia, porsi belanja yang timpang itu akibat kesalahan pemerintah periode sebelumnya. Pemerintah tak pernah berani melakukan penaikan BBM bersubsidi.
Bila hal ini terus dilakukan, maka sektor infrastruktur Indonesia tidak akan berjalan secara masif.
"Cost logistik yang berkaitan dengan infrastruktur saja sudah sangat mahal sekali besarannya sudah double digit. Sementara di Jepang hanya 4% cost logistiknya," katanya.
Luhut mengatakan, salah satu cara untuk mengatasi ketimpangan pos belanja ini dengan menaikkan harga BBM bersubsidi.
Kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp3.000 per liter digulirkan pada November. Dari implementasi kebijakan ini, Jokowi akan mengefektifkannya pada November 2014.
"Kami berharap mampu menghemat APBN dengan meningkatkan alokasi pos belanja ke sektor infrastruktur," ujar dia.
(izz)