Pemberlakuan SLVK Tahun Ini Bisa Turunkan Ekspor Mebel
A
A
A
SEMARANG - Pemerintah diharapkan tidak memaksakan pemberlakukan Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) tahun ini. Jika SVLK tetap dipaksakan tahun ini maka akan sangat berdampak penurunan ekspor mebel.
Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Tangan Indonesia (Asmindo) Jawa Tengah Erie Sasmito mengatakan, penurunan ekspor bisa mencapai 5%-10% jika pemerintah memaksakan pemberlakukan SLVK tahun ini.
“Secara keseluruhan dari sekitar 3.000 perusahaan mebel di Jawa Tengah baru sekitar 200 perusahaan saja yang sudah mengantongi izin SVLK. Padahal untuk melakukan ekspor wajib memiliki SLVK,” katanya, Selasa (30/9/2014).
Menurut Dia, sampai saat ini para pengusaha mebel masih mengalami kendala dalam mengurus SLVK. Hal itu karena prosedurnya tidak mudah, termasuk butuh biaya yang tidak murah.
Menurutnya, pemberlakuan SVLK untuk industri besar dan menengah bisa jadi tidak akan kesulitan, namun sebaliknya bagi perajin kecil jelas tidak akan mudah. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat industri mebel di Jawa Tengah tak hanya terdiri dari pelaku industri besar, sebab sebagian besar justru industri menengah ke bawah.
”Ada pelaku usaha kecil yang setahun hanya mengekspor sebanyak 3-4 kali dengan jumlah karyawan antara 5-10 orang. Dengan skala tersebut, sertifikasi SVLK dinilai memberatkan karena mereka harus mengeluarkan biaya yang cukup besar,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Asmindo berharap pemerintah menunda pemberlakukan SLVK, hingga tahun 2015 mendatang, untuk memberikan kesempatan kepada pelaku usaha kecil untuk mengurus SLVK.
Jika pemerintah memaksakan untuk memberlakukan SLVK di tahun ini maka Asmindo, tengah mengupayakan solusi yakni para pelaku usaha saat ini mulai mengurus SVLK secara berkelompok.
“Solusi semacam ini masih terus diusahakan guna memenuhi persyaratan SVLK. Namun demikian, hal ini membutuhkan waktu lama mengingat banyaknya pelaku usaha kecil tersebut,” tandasnya.
Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Tangan Indonesia (Asmindo) Jawa Tengah Erie Sasmito mengatakan, penurunan ekspor bisa mencapai 5%-10% jika pemerintah memaksakan pemberlakukan SLVK tahun ini.
“Secara keseluruhan dari sekitar 3.000 perusahaan mebel di Jawa Tengah baru sekitar 200 perusahaan saja yang sudah mengantongi izin SVLK. Padahal untuk melakukan ekspor wajib memiliki SLVK,” katanya, Selasa (30/9/2014).
Menurut Dia, sampai saat ini para pengusaha mebel masih mengalami kendala dalam mengurus SLVK. Hal itu karena prosedurnya tidak mudah, termasuk butuh biaya yang tidak murah.
Menurutnya, pemberlakuan SVLK untuk industri besar dan menengah bisa jadi tidak akan kesulitan, namun sebaliknya bagi perajin kecil jelas tidak akan mudah. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat industri mebel di Jawa Tengah tak hanya terdiri dari pelaku industri besar, sebab sebagian besar justru industri menengah ke bawah.
”Ada pelaku usaha kecil yang setahun hanya mengekspor sebanyak 3-4 kali dengan jumlah karyawan antara 5-10 orang. Dengan skala tersebut, sertifikasi SVLK dinilai memberatkan karena mereka harus mengeluarkan biaya yang cukup besar,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Asmindo berharap pemerintah menunda pemberlakukan SLVK, hingga tahun 2015 mendatang, untuk memberikan kesempatan kepada pelaku usaha kecil untuk mengurus SLVK.
Jika pemerintah memaksakan untuk memberlakukan SLVK di tahun ini maka Asmindo, tengah mengupayakan solusi yakni para pelaku usaha saat ini mulai mengurus SVLK secara berkelompok.
“Solusi semacam ini masih terus diusahakan guna memenuhi persyaratan SVLK. Namun demikian, hal ini membutuhkan waktu lama mengingat banyaknya pelaku usaha kecil tersebut,” tandasnya.
(gpr)