Pengusaha Mebel Yogyakarta Cemas Kebijakan SVLK
A
A
A
YOGYAKARTA - Para pengusaha mebel dan kerajinan di Yogyakarta cemas terhadap ketentuan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang akan mulai berlaku 1 Januari 2015.
Ketentuan tersebut dinilai akan mengancam eksistensi para pengusaha setelah tidak bisa memenuhi persyaratan tersebut.
Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Yuli Sugiarto mengakui, masih banyak pengusaha mebel dan kerajinan di DIY yang belum siap pemberlakuan SVLK oleh pemerintah.
Persyaratan yang rumit serta biaya cukup mahal mengakibatkan para pengusaha banyak yang tak mampu memenuhi persyaratan masuk ke pasar global.
"Saat ini masih sangat minim pengusaha yang sudah mengantongi SVLK, baik itu di DIY ataupun di Indonesia," ungkap dia dalam pembukaan Musda Asmindo Komisi Daerah DIY, Rabu (1/10/2014).
Yuli menyebutkan, dari ribuan pengusaha mebel dan kerajinan di Indonesia baru 10% yang sudah mengantongi SVLK.
Di DIY, dari 200-an anggota Asmindo aktif, baru 14 pengusaha yang sudah memiliki SVLK layak untuk ekspor.
Pihaknya juga mengaku belum memiliki SVLK, dan kini tengah memprosesnya.
"Kunci utama pada masalah perizinan. Kurang lengkapnya syarat, pemenuhan Perda yang tidak mudah menjadi halangan tersendiri untuk mengurus SVLK. Saya mengimbau agar Pemda mempermudah perizinan," tuturnya.
Menurutnya, banyaknya pengusaha yang belum mengantongi SVLK lebih karena belum kompaknya antara pemerintah dengan pengusaha.
Jika SVLK tetap diberlakukan menjadi boomerang terhadap industri mebel dan kerajinan di Indonesia.
Untuk itu, pihaknya berharap pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Jokowi, akan ada peninjauan kembali kebijakan tersebut.
Terlebih, Jokowi merupakan presiden yang berangkat dari pengusaha serta anggota Asmindo, tentu akan mengetahui kebijakan yang bisa diambil untuk memihak pengusaha.
"Harus ada kebijakan terobosan agar bisa membantu pengusaha," ucapnya.
Salah seorang pengusaha mebel yang juga anggota Asmindo DIY, Hanz Purwanto mengatakan, SVLK sebenarnya gabungan manajemen International Standarization for Organitation (ISO) dengan legalitas kayu.
Dia mengakui, hal tersebut bagus. Namun, proses dan biaya sangat memberatkan. "Saya sudah lima bulan mengurusnya dan belum kelar juga," ujar Hanz.
Untuk mengurus sertifikasi tersebut, pengusaha harus mengantongi legalitas usaha mereka di antaranya izin gangguan (HO), Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Selain itu, izin lingkungan, pengolahan limbah dan masih ada beberapa izin lagi yang harus dipenuhi. Belum lagi, legalitas kayu yang mensyaratkan berbagai ketentuan dari hulu hingga hilir.
"Penggergajian saja sekarang harus ada sertifikatnya," pungkasnya.
(Baca: Pemberlakuan SLVK Tahun Ini Bisa Turunkan Ekspor Mebel)
Ketentuan tersebut dinilai akan mengancam eksistensi para pengusaha setelah tidak bisa memenuhi persyaratan tersebut.
Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Yuli Sugiarto mengakui, masih banyak pengusaha mebel dan kerajinan di DIY yang belum siap pemberlakuan SVLK oleh pemerintah.
Persyaratan yang rumit serta biaya cukup mahal mengakibatkan para pengusaha banyak yang tak mampu memenuhi persyaratan masuk ke pasar global.
"Saat ini masih sangat minim pengusaha yang sudah mengantongi SVLK, baik itu di DIY ataupun di Indonesia," ungkap dia dalam pembukaan Musda Asmindo Komisi Daerah DIY, Rabu (1/10/2014).
Yuli menyebutkan, dari ribuan pengusaha mebel dan kerajinan di Indonesia baru 10% yang sudah mengantongi SVLK.
Di DIY, dari 200-an anggota Asmindo aktif, baru 14 pengusaha yang sudah memiliki SVLK layak untuk ekspor.
Pihaknya juga mengaku belum memiliki SVLK, dan kini tengah memprosesnya.
"Kunci utama pada masalah perizinan. Kurang lengkapnya syarat, pemenuhan Perda yang tidak mudah menjadi halangan tersendiri untuk mengurus SVLK. Saya mengimbau agar Pemda mempermudah perizinan," tuturnya.
Menurutnya, banyaknya pengusaha yang belum mengantongi SVLK lebih karena belum kompaknya antara pemerintah dengan pengusaha.
Jika SVLK tetap diberlakukan menjadi boomerang terhadap industri mebel dan kerajinan di Indonesia.
Untuk itu, pihaknya berharap pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Jokowi, akan ada peninjauan kembali kebijakan tersebut.
Terlebih, Jokowi merupakan presiden yang berangkat dari pengusaha serta anggota Asmindo, tentu akan mengetahui kebijakan yang bisa diambil untuk memihak pengusaha.
"Harus ada kebijakan terobosan agar bisa membantu pengusaha," ucapnya.
Salah seorang pengusaha mebel yang juga anggota Asmindo DIY, Hanz Purwanto mengatakan, SVLK sebenarnya gabungan manajemen International Standarization for Organitation (ISO) dengan legalitas kayu.
Dia mengakui, hal tersebut bagus. Namun, proses dan biaya sangat memberatkan. "Saya sudah lima bulan mengurusnya dan belum kelar juga," ujar Hanz.
Untuk mengurus sertifikasi tersebut, pengusaha harus mengantongi legalitas usaha mereka di antaranya izin gangguan (HO), Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Selain itu, izin lingkungan, pengolahan limbah dan masih ada beberapa izin lagi yang harus dipenuhi. Belum lagi, legalitas kayu yang mensyaratkan berbagai ketentuan dari hulu hingga hilir.
"Penggergajian saja sekarang harus ada sertifikatnya," pungkasnya.
(Baca: Pemberlakuan SLVK Tahun Ini Bisa Turunkan Ekspor Mebel)
(izz)