Lahan Pertanian Jagung Terus Menciut
A
A
A
JAKARTA - Pembukaan lahan baru untuk sentra jagung adalah gagasan ideal pengembangan jagung nasional. Tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan lahan pertanian terus menciut, tergerus oleh kepentingan non-pertanian.
“Melihat kenyataan ini, maka gagasan pemanfaatan benih jagung bioteknologi menjadi mutlak untuk diperhatikan,” kata Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir di Jakarta, Selasa (7/10/2014).
Hal ini, kata Winarno, bukan berarti benih adalah segalanya, karena pemanfaatan benih mutlak dibarengi koreksi pada tatalaksana budidaya, perbaikan infrastruktur, peningkatan pengelolaan pasca-panen. Ini didukung beberapa aspek lain seperti penguatan kelembagaan petani dan jaminan serapan pasar dengan harga layak.
Sayangnya, lanjut Winarno, benih yang dikategorikan sebagai GMO (Genetically Modified Organism) atau RG (Rekayasa Genetik) ini oleh pemerintah belum diizinkan dikomersialisasikan di Indonesia, karena proses pengkajian keamanan hayati yang berjalan sangat lambat.
Dalam beberapa kesempatan melakukan studi perbandingan ke negara-negara tetangga pengguna benih bioteknologi, serta studi pustaka, diperoleh data yang menunjukkan jenis jagung ini mampu memberikan nilai lebih.
Jagung bioteknologi dapat menjaga potensi hasil tanaman dari penurunan yang disebabkan iklim yang ekstrim, hama-penyakit, serta pasokan air yang terbatas, sehingga jagung bioteknologi mampu memproduksi lebih di lahan yang sama.
Sampai saat ini, terdapat puluhan negara di dunia telah memanfaatkan komersialisasi benih jagung bioteknologi dalam 18 tahun terakhir. Data 2013 menunjukkan 175 juta ha lahan ditanami jagung jenis ini oleh 27 negara.
Tak hanya di negara maju, beberapa negara berkembang pun menggunakannya. Negara terdekat adalah Filipina yang sudah menggunakan benih jagung bioteknologi selama 12 tahun. Tercatat dalam 12 tahun pemanfaatannya, negara tersebut mampu menggandakan produksi jagung nasionalnya.
Angka produksi jagung Filipina pada 2013 ada di angka 7 juta ton. Produktivitas nasionalnya meningkat dari 4 ton/ha kini menjadi 7 ton/ha. Dari aspek keamanan, produk bioteknologi telah diuji keamanannya selama 30 tahun dan tercatat lebih dari 600 kajian ilmiah yang dilakukan oleh pihak luar.
“Dengan latar belakang berbagai fakta di atas, kami petani jagung meminta kepada pemerintah, untuk memberikan kepercayaan kepada kami untuk memanfaatkan benih jagung bioteknologi,” kata Winarno.
(Baca: Pemerintah Didesak Tingkatkan Produksi Jagung)
“Melihat kenyataan ini, maka gagasan pemanfaatan benih jagung bioteknologi menjadi mutlak untuk diperhatikan,” kata Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir di Jakarta, Selasa (7/10/2014).
Hal ini, kata Winarno, bukan berarti benih adalah segalanya, karena pemanfaatan benih mutlak dibarengi koreksi pada tatalaksana budidaya, perbaikan infrastruktur, peningkatan pengelolaan pasca-panen. Ini didukung beberapa aspek lain seperti penguatan kelembagaan petani dan jaminan serapan pasar dengan harga layak.
Sayangnya, lanjut Winarno, benih yang dikategorikan sebagai GMO (Genetically Modified Organism) atau RG (Rekayasa Genetik) ini oleh pemerintah belum diizinkan dikomersialisasikan di Indonesia, karena proses pengkajian keamanan hayati yang berjalan sangat lambat.
Dalam beberapa kesempatan melakukan studi perbandingan ke negara-negara tetangga pengguna benih bioteknologi, serta studi pustaka, diperoleh data yang menunjukkan jenis jagung ini mampu memberikan nilai lebih.
Jagung bioteknologi dapat menjaga potensi hasil tanaman dari penurunan yang disebabkan iklim yang ekstrim, hama-penyakit, serta pasokan air yang terbatas, sehingga jagung bioteknologi mampu memproduksi lebih di lahan yang sama.
Sampai saat ini, terdapat puluhan negara di dunia telah memanfaatkan komersialisasi benih jagung bioteknologi dalam 18 tahun terakhir. Data 2013 menunjukkan 175 juta ha lahan ditanami jagung jenis ini oleh 27 negara.
Tak hanya di negara maju, beberapa negara berkembang pun menggunakannya. Negara terdekat adalah Filipina yang sudah menggunakan benih jagung bioteknologi selama 12 tahun. Tercatat dalam 12 tahun pemanfaatannya, negara tersebut mampu menggandakan produksi jagung nasionalnya.
Angka produksi jagung Filipina pada 2013 ada di angka 7 juta ton. Produktivitas nasionalnya meningkat dari 4 ton/ha kini menjadi 7 ton/ha. Dari aspek keamanan, produk bioteknologi telah diuji keamanannya selama 30 tahun dan tercatat lebih dari 600 kajian ilmiah yang dilakukan oleh pihak luar.
“Dengan latar belakang berbagai fakta di atas, kami petani jagung meminta kepada pemerintah, untuk memberikan kepercayaan kepada kami untuk memanfaatkan benih jagung bioteknologi,” kata Winarno.
(Baca: Pemerintah Didesak Tingkatkan Produksi Jagung)
(gpr)