Perusahaan Tak Ikut BP Jamsostek Terancam 8 Tahun Penjara
A
A
A
JAKARTA - Perusahaan nakal yang tidak mengikutsertakan pekerjanya menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) atau melaporkan sebagian upah dan sebagian tenaga kerjanya terancam kurungan penjara.
Bahkan, jika dalam 30 hari usai putusan kantor Kejaksaan setempat tidak dipenuhi maka pelayanan publik kepada perusahaan akan dihentikan.
Kepala Kantor Wilayah Badan Penyenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan DKI Jakarta Hardi Yuliwan mengatakan, pelayanan publik yang dihentikan untuk perusahaan, diantaranya PDAM dan PLN sesuai dengan permintaan resmi dari pihak penyelenggara jaminan sosial ini.
“Saat ini, masih banyak para pekerja formal ataupun informal yang belum menjadi peserta BP Jamsostek. Bbahkan, masih banyak perusahaan yang mendaftarkan sebagian upah dan pekerjanya. Di DKI Jakarta saja ada sekitar 30% dari 5,2 juta tenaga kerja yang belum terdaftar sebagai peserta,” ujar Hardi dalam rilisnya, Rabu (8/10/2014).
Tidak hanya itu, Hardi menjelaskan, jika perusahaan nakal itu masih juga belum mau mengikutsertakan pekerjanya sebagai peserta BP Jamsostek maka akan ada somasi ke Disnaker maupun Kejaksaan setempat. Pada akhirnya, dia menambahkan, akan dikenakan sanksi pidana 8 tahun kurungan penjara atau denda sebesar Rp1 miliar.
Untuk itu, Hardi menuturkan, pihaknya dan lembaga terkait, seperti Disnaker, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di daerah, Kantor Pelayanan Pajak dan pemerintah daerah (pemda) setempat membuat Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
“Dengan pelayanan inilah pengawasan dapat dipermudah bagi perusahaan dan pekerja yang belum melaksanakan ketentuan perundangan itu,” ujarnya.
Dukungan dari pemda setempat sangatlah besar karena semua pengusaha akan mendaftarkan perusahaan mereka ke dinas terkait di daerah. Contoh dukungan dari pemda ada di Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Instruksi Gubernur No 30/2014 tentang Perlindungan Tenaga Kerja di Provinsi DKI Jakarta melalui Program Jaminan Sosial pada BP Jamsostek.
Peraturan yang terbit 29 April 2014, itu mensyaratkan bagi seluruh pemberi kerja yang sedang melakukan pengajuan dan atau perpanjangan perizinan untuk mengikutsertakan dirinya atau pekerjanya dalam program jaminan sosial pada BP Jamsostek.
Sementara itu, Direktur Pengawasan Norma Kerja Kemenakertrans Nur Asiah menuturkan, perlindungan mendasar dalam jaminan sosial masuk ranah hak asasi manusia dan semua pihak harus ikut mendukung BP Jamsostek.
“Dukungan itu dapat berupaya integrasi pelayanan BP Jamsostek satu pintu dengan pemda dengan peningkatan manfaat untuk menarik lebih banyak orang menjadi peserta,” katanya.
Nur Asiah menambahkan, PTSP dapat menjadi awal meningkatkan kepesertaan BP Jamsostek dan pemda dapat memastikan dunia usaha mendaftarkan pekerja mereka sebagai peserta BP Jamsostek.
Jadi, lanjutnya, salah satu syarat yang diminta saat mengurus perizinan, seperti izin usaha, tenaga kerja asing, mendirikan bangunan, atau mau ikut tender proyek adalah bukti pembayaran terakhir dari iuran kepesertaan BP Jamsostek.
Bahkan, jika dalam 30 hari usai putusan kantor Kejaksaan setempat tidak dipenuhi maka pelayanan publik kepada perusahaan akan dihentikan.
Kepala Kantor Wilayah Badan Penyenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan DKI Jakarta Hardi Yuliwan mengatakan, pelayanan publik yang dihentikan untuk perusahaan, diantaranya PDAM dan PLN sesuai dengan permintaan resmi dari pihak penyelenggara jaminan sosial ini.
“Saat ini, masih banyak para pekerja formal ataupun informal yang belum menjadi peserta BP Jamsostek. Bbahkan, masih banyak perusahaan yang mendaftarkan sebagian upah dan pekerjanya. Di DKI Jakarta saja ada sekitar 30% dari 5,2 juta tenaga kerja yang belum terdaftar sebagai peserta,” ujar Hardi dalam rilisnya, Rabu (8/10/2014).
Tidak hanya itu, Hardi menjelaskan, jika perusahaan nakal itu masih juga belum mau mengikutsertakan pekerjanya sebagai peserta BP Jamsostek maka akan ada somasi ke Disnaker maupun Kejaksaan setempat. Pada akhirnya, dia menambahkan, akan dikenakan sanksi pidana 8 tahun kurungan penjara atau denda sebesar Rp1 miliar.
Untuk itu, Hardi menuturkan, pihaknya dan lembaga terkait, seperti Disnaker, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di daerah, Kantor Pelayanan Pajak dan pemerintah daerah (pemda) setempat membuat Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
“Dengan pelayanan inilah pengawasan dapat dipermudah bagi perusahaan dan pekerja yang belum melaksanakan ketentuan perundangan itu,” ujarnya.
Dukungan dari pemda setempat sangatlah besar karena semua pengusaha akan mendaftarkan perusahaan mereka ke dinas terkait di daerah. Contoh dukungan dari pemda ada di Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Instruksi Gubernur No 30/2014 tentang Perlindungan Tenaga Kerja di Provinsi DKI Jakarta melalui Program Jaminan Sosial pada BP Jamsostek.
Peraturan yang terbit 29 April 2014, itu mensyaratkan bagi seluruh pemberi kerja yang sedang melakukan pengajuan dan atau perpanjangan perizinan untuk mengikutsertakan dirinya atau pekerjanya dalam program jaminan sosial pada BP Jamsostek.
Sementara itu, Direktur Pengawasan Norma Kerja Kemenakertrans Nur Asiah menuturkan, perlindungan mendasar dalam jaminan sosial masuk ranah hak asasi manusia dan semua pihak harus ikut mendukung BP Jamsostek.
“Dukungan itu dapat berupaya integrasi pelayanan BP Jamsostek satu pintu dengan pemda dengan peningkatan manfaat untuk menarik lebih banyak orang menjadi peserta,” katanya.
Nur Asiah menambahkan, PTSP dapat menjadi awal meningkatkan kepesertaan BP Jamsostek dan pemda dapat memastikan dunia usaha mendaftarkan pekerja mereka sebagai peserta BP Jamsostek.
Jadi, lanjutnya, salah satu syarat yang diminta saat mengurus perizinan, seperti izin usaha, tenaga kerja asing, mendirikan bangunan, atau mau ikut tender proyek adalah bukti pembayaran terakhir dari iuran kepesertaan BP Jamsostek.
(rna)