UMP 2015 DKI Jakarta Ditandatangani 1 November
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan pada awal November Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI 2015 sudah dapat ditetapkan. Saat ini masih menunggu Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mengetahui besaran Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DKI Jakarta, Priyono mengatakan, pihaknya belum dapat memastikan berapa besaran KHL sebagai salah satu penentu besaran UMP. Sebab, saat ini pihaknya masih menunggu hasil penghitungan KHL yang dilakukan oleh BPS.
Survei KHL sendiri telah dilakukan sebanyak delapan kali mulai Januari hingga September. Hanya Agustus yang tidak dilakukan lantaran masuk pada bulan Ramadhan.
“Survei KHL ditargetkan rampung pada minggu ketiga Oktober ini. Kemudian minggu keempat Oktober, besaran KHL tersebut kami rekomendasikan untuk besaran nilai UMP 2015. Sehingga 1 November mendatang, Gubernur sudah bisa menandatanganinya,” kata Priyono saat dihubungi, Kamis (9/10/2014).
Priyono menjelaskan, dari hasil survei yang dilakukan terhadap 10 pasar di Jakarta sejak Januari-September, pihaknya mendapatkan angka yang bervariasi. Rata-rata mencapai Rp2,3 juta dari 60 komponen yang telah disurvei.
Namun itu bukanlah angka pasti, sebab selain masih akan dirapatkan oleh Dewan Pengupahan yang terdiri dari unsur Pemerintah, Pengusaha dan Buruh, pihaknya masih harus mendengar penjelasan besaran Tarif Dasar Listrik dari PLN dan PAM. Sebab, hal tersebut masuk dalam 60 komponen yang harus disurvei.
Untuk itu, lanjut Priyono, pihaknya enggan menebak berapa UMP DKI 2015 yang akan ditetapkan nantinya, meningat perhitungan UMP nanti juga mempertimbangkan inflasi, faktor ekonomi, sektor marginal, serta produktivitas kerja. “Dalam penetapannya pun harus memperhatikan kelangsungan usaha dan kelangsungan pekerja,” ujarnya.
Terkait tuntutan buruh yang ingin kenaikan KLH sebesar 30% dengan hitungan dasar 84 komponen, Priyono menanggapinya dengan santai. Menurutnya, para buruh tersebut harus terlebih dahulu merubah peraturan Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 13 tahun 2013 yang mengatur hitungan KHL dari 60 komponen.
“Kami hanya sebatas penetapan UMP untuk menjaga nilai upah agar tidak terjadi gap antara terendah dengan tertinggi. Kami tetap harus menjaga keseimbangan, kelangsungan usaha dan kelangsungan pekerja,” ungkapnya.
Anggota Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suprayitno menegaskan, pihaknya tidak akan menyetujui jika kenaikan UMP sebanyak 30% seperti apa yang diminta buruh. Menurutnya, permintaaan tersebut sangat tidak masuk akal mengingat survei yang dilakukan berpatokan dengan 84 komponen.
“Kami menolak tuntutan buruh untuk menaikan UMP sebanyak 30%. Jumlah KHL yang pantas ada 60 komponen sesuai dengan peraturan kementrian dan jumlahnya setara dengan tahun lalu yakni sebesar Rp2.229.860,” tegasnya.
Sejauh ini, kata Prayitno, pihaknya enggan berkomentar lebih jauh berapa besaran UMP yang sanggup dilakukan oleh sejumlah pengusaha. Namun, apabila Gubernur menaikan UMP jauh dari hasil rekomendasi, relokasi perusahaan dipastikan akan terjadi dan pengangguran juga tentunya akan terjadi.
Diakuinya, Jakarta memang merupakan pusat pergerakan ekonomi yang bagus. Namun, pengusaha itu bergerak mencari keuntungan. Sehingga, jika UMP dirasa merugikan, relokasi dipastikan akan terjadi.
"Para pengusaha saat ini sudah menyoroti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur untuk relokasi perusahaanya apabila UMP dinilai merugikan,” ungkapnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Forum Buruh DKI, Muhammad Toha menegaskan pihaknya memang tidak bisa mendapatkan KHL dengan komponen sebanyak 84. Terlebih saat ini Pemerintah Pusat sedang menghadapi masa transisi.
Namun, pihaknya meminta kepada Gubernur DKI Jakarta yang nantinya dijabat oleh Basuki Tjahaja Purnama agar mampu menaikan KHL sebesar 120%.
“Kalau 60 komponen jumlah KHL paling sekitar Rp2,3 jutaan. Gubernur harus berani menaikannya sebanyak 120%. Gimana mau hidup layak dengan pendapatan sebesar Rp2,3 juta,” ungkapnya.
(Baca: Nonton Bioskop dan Parfum Masuk Komponen KHL)
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DKI Jakarta, Priyono mengatakan, pihaknya belum dapat memastikan berapa besaran KHL sebagai salah satu penentu besaran UMP. Sebab, saat ini pihaknya masih menunggu hasil penghitungan KHL yang dilakukan oleh BPS.
Survei KHL sendiri telah dilakukan sebanyak delapan kali mulai Januari hingga September. Hanya Agustus yang tidak dilakukan lantaran masuk pada bulan Ramadhan.
“Survei KHL ditargetkan rampung pada minggu ketiga Oktober ini. Kemudian minggu keempat Oktober, besaran KHL tersebut kami rekomendasikan untuk besaran nilai UMP 2015. Sehingga 1 November mendatang, Gubernur sudah bisa menandatanganinya,” kata Priyono saat dihubungi, Kamis (9/10/2014).
Priyono menjelaskan, dari hasil survei yang dilakukan terhadap 10 pasar di Jakarta sejak Januari-September, pihaknya mendapatkan angka yang bervariasi. Rata-rata mencapai Rp2,3 juta dari 60 komponen yang telah disurvei.
Namun itu bukanlah angka pasti, sebab selain masih akan dirapatkan oleh Dewan Pengupahan yang terdiri dari unsur Pemerintah, Pengusaha dan Buruh, pihaknya masih harus mendengar penjelasan besaran Tarif Dasar Listrik dari PLN dan PAM. Sebab, hal tersebut masuk dalam 60 komponen yang harus disurvei.
Untuk itu, lanjut Priyono, pihaknya enggan menebak berapa UMP DKI 2015 yang akan ditetapkan nantinya, meningat perhitungan UMP nanti juga mempertimbangkan inflasi, faktor ekonomi, sektor marginal, serta produktivitas kerja. “Dalam penetapannya pun harus memperhatikan kelangsungan usaha dan kelangsungan pekerja,” ujarnya.
Terkait tuntutan buruh yang ingin kenaikan KLH sebesar 30% dengan hitungan dasar 84 komponen, Priyono menanggapinya dengan santai. Menurutnya, para buruh tersebut harus terlebih dahulu merubah peraturan Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 13 tahun 2013 yang mengatur hitungan KHL dari 60 komponen.
“Kami hanya sebatas penetapan UMP untuk menjaga nilai upah agar tidak terjadi gap antara terendah dengan tertinggi. Kami tetap harus menjaga keseimbangan, kelangsungan usaha dan kelangsungan pekerja,” ungkapnya.
Anggota Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suprayitno menegaskan, pihaknya tidak akan menyetujui jika kenaikan UMP sebanyak 30% seperti apa yang diminta buruh. Menurutnya, permintaaan tersebut sangat tidak masuk akal mengingat survei yang dilakukan berpatokan dengan 84 komponen.
“Kami menolak tuntutan buruh untuk menaikan UMP sebanyak 30%. Jumlah KHL yang pantas ada 60 komponen sesuai dengan peraturan kementrian dan jumlahnya setara dengan tahun lalu yakni sebesar Rp2.229.860,” tegasnya.
Sejauh ini, kata Prayitno, pihaknya enggan berkomentar lebih jauh berapa besaran UMP yang sanggup dilakukan oleh sejumlah pengusaha. Namun, apabila Gubernur menaikan UMP jauh dari hasil rekomendasi, relokasi perusahaan dipastikan akan terjadi dan pengangguran juga tentunya akan terjadi.
Diakuinya, Jakarta memang merupakan pusat pergerakan ekonomi yang bagus. Namun, pengusaha itu bergerak mencari keuntungan. Sehingga, jika UMP dirasa merugikan, relokasi dipastikan akan terjadi.
"Para pengusaha saat ini sudah menyoroti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur untuk relokasi perusahaanya apabila UMP dinilai merugikan,” ungkapnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Forum Buruh DKI, Muhammad Toha menegaskan pihaknya memang tidak bisa mendapatkan KHL dengan komponen sebanyak 84. Terlebih saat ini Pemerintah Pusat sedang menghadapi masa transisi.
Namun, pihaknya meminta kepada Gubernur DKI Jakarta yang nantinya dijabat oleh Basuki Tjahaja Purnama agar mampu menaikan KHL sebesar 120%.
“Kalau 60 komponen jumlah KHL paling sekitar Rp2,3 jutaan. Gubernur harus berani menaikannya sebanyak 120%. Gimana mau hidup layak dengan pendapatan sebesar Rp2,3 juta,” ungkapnya.
(Baca: Nonton Bioskop dan Parfum Masuk Komponen KHL)
(gpr)