Anak Usaha Adaro Bangun Pembangkit Listrik 2x100 MW
A
A
A
JAKARTA - PT Adaro Energy Tbk (Adaro) melalui anak usahanya, PT Tanjung Power Indonesia (TPI) melakukan penandatangan perjanjian jual beli sehubungan dengan penyedian tenaga listrik dari proyek independent power producer (IPP) bertenaga batu bara dengan total kapasitas 2x100 megawatt (MW) di Tabalong, Kalimantan Selatan.
Bersama dengan Korea East-West Power, perusahaan akan membangun dan mengoperasikan pembangkit listrik berteknologi tinggi dengan kapasitas 2X100 MW. Nilai investasi untuk proyek ini diperkirakan sekitar USD450 juta-USD550 juta atau setara Rp5,49 triliun-Rp6,71 triliun (kurs Rp12.200), yang akan dibiayai dengan menggunakan utang non-recourse.
"Kami berada di jalur yang tepat untuk mengembangkan divisi ketenagalistrikan. Proyek ini merupakan bagian dari visi kami untuk menjadi perusahaan tambang dan energi Indonesia yang terkemuka, serta melanjutkan kontribusi kami dalam pembangunan nasional,” kata Presiden Direktur Adaro Garibaldi Thohir dalam keterangannya, Sabtu (18/10/2014).
TPI merupakan anak perusahaan Adaro yang dimiliki secara tidak langsung oleh PT Adaro Power (AP), dengan kepemilikan mencapai 65% saham di TPI dan PT EWP Indonesia, anak perusahaan dimiliki langsung oleh Korea East-West Power Co Ltd, yang memiliki 35% saham dari TPI.
Sementara itu, penunjukan TPI dilakukan melalui proses pelelangan umum yang kompetitif, di mana TPI akan memberikan pasokan energi listrik kepada PLN selama 25 tahun.
Proyek ini termasuk dalam Proyek Fast Track Program tahap 2 (FTP-2) dengan skema Build, Own, Operate & Transfer (BOOT) yang mendapatkan penjaminan pemerintah dalam bentuk Surat Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU).
Financial Closure diharapkan dapat dicapai dalam waktu 12 bulan setelah penandatanganan PJBL. Pembangunan pembangkit listrik ini akan menggunakan teknologi dari Jepang dan Jerman, dan akan dilakukan segera setelah Financial Closure, yang diperkirakan membutuhkan waktu selama 33 bulan sebelum dapat beroperasi secara komersial.
PLN memaparkan bahwa pembangkitlistrik ini nantinya akan meningkatkan pasokan energi listrik ke sistem kelistrikan Kalimantan Selatan dan Tengah sebesar 1.800 GWh per tahun melalui Gardu Induk (GI) Tanjung 150 kilovolt (kV), sekaligus meningkatkan rasio bauran energi melalui pembangunan pembangkit baru non BBM.
Pembangkit listrik ini akan menggunakan teknologi Circulating Fluidized Bed (CFB), yang mengeluarkan sulfur dioksida dari gas buang (flue gas) dengan injeksi kapur dan mengurangi emisi nitrous oksida karena temperatur pembakarannya yang rendah.
Perseroan akan bertanggung jawab terutama dalam pasokan batu bara serta logistiknya. Pembangkit listrik ini akan membutuhkan batu bara sekitar 1 juta ton per tahun.
Bersama dengan Korea East-West Power, perusahaan akan membangun dan mengoperasikan pembangkit listrik berteknologi tinggi dengan kapasitas 2X100 MW. Nilai investasi untuk proyek ini diperkirakan sekitar USD450 juta-USD550 juta atau setara Rp5,49 triliun-Rp6,71 triliun (kurs Rp12.200), yang akan dibiayai dengan menggunakan utang non-recourse.
"Kami berada di jalur yang tepat untuk mengembangkan divisi ketenagalistrikan. Proyek ini merupakan bagian dari visi kami untuk menjadi perusahaan tambang dan energi Indonesia yang terkemuka, serta melanjutkan kontribusi kami dalam pembangunan nasional,” kata Presiden Direktur Adaro Garibaldi Thohir dalam keterangannya, Sabtu (18/10/2014).
TPI merupakan anak perusahaan Adaro yang dimiliki secara tidak langsung oleh PT Adaro Power (AP), dengan kepemilikan mencapai 65% saham di TPI dan PT EWP Indonesia, anak perusahaan dimiliki langsung oleh Korea East-West Power Co Ltd, yang memiliki 35% saham dari TPI.
Sementara itu, penunjukan TPI dilakukan melalui proses pelelangan umum yang kompetitif, di mana TPI akan memberikan pasokan energi listrik kepada PLN selama 25 tahun.
Proyek ini termasuk dalam Proyek Fast Track Program tahap 2 (FTP-2) dengan skema Build, Own, Operate & Transfer (BOOT) yang mendapatkan penjaminan pemerintah dalam bentuk Surat Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU).
Financial Closure diharapkan dapat dicapai dalam waktu 12 bulan setelah penandatanganan PJBL. Pembangunan pembangkit listrik ini akan menggunakan teknologi dari Jepang dan Jerman, dan akan dilakukan segera setelah Financial Closure, yang diperkirakan membutuhkan waktu selama 33 bulan sebelum dapat beroperasi secara komersial.
PLN memaparkan bahwa pembangkitlistrik ini nantinya akan meningkatkan pasokan energi listrik ke sistem kelistrikan Kalimantan Selatan dan Tengah sebesar 1.800 GWh per tahun melalui Gardu Induk (GI) Tanjung 150 kilovolt (kV), sekaligus meningkatkan rasio bauran energi melalui pembangunan pembangkit baru non BBM.
Pembangkit listrik ini akan menggunakan teknologi Circulating Fluidized Bed (CFB), yang mengeluarkan sulfur dioksida dari gas buang (flue gas) dengan injeksi kapur dan mengurangi emisi nitrous oksida karena temperatur pembakarannya yang rendah.
Perseroan akan bertanggung jawab terutama dalam pasokan batu bara serta logistiknya. Pembangkit listrik ini akan membutuhkan batu bara sekitar 1 juta ton per tahun.
(rna)