Penumpang KA Berhak Dapat Kompensasi Jika Terlambat
A
A
A
JAKARTA - Direktur Angkutan dan Lalulintas Perkeretaapian, Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Hanggoro Budi Wiryawan mengungkapkan, peraturan Standar Pelayanan Minimum (SPM) kereta api (KA) mengatur kompensasi keterlambatan.
Regulasi tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan No 47 tahun 2014 tentang pelayanan minimum untuk angkutan orang dengan KA.
Menurutnya, penumpang berhak mendapatkan kompensasi jika terjadi hambatan perjalanan ketika sudah berada di dalam KA.
"Yang dalam perjalanan, namun karena ada gangguan lebih tiga jam di perjalanan menyebabkan keterlambatan maka penumpang wajib diberi kompensasi makanan dan minuman. Selanjutnya, lebih dari lima jam diberi kompensasi makanan berat. Misalnya, makan siang atau makan malam," jelas Hanggoro, Senin (3/11/2014).
Operator kereta api juga wajib mengumumkan jika terjadi keterlambatan perjalanan secara langsung melalui pengumuman maupun media informasi di stasiun selambat-lambatnya 45 menit sebelum jadwal keberangkatan, atau sejak pertama kali diketahui adanya keterlambatan.
Bahkan, operator juga diwajibkan menyediakan pengumuman jika terjadi penundaan perjalanan kepada calon penumpang dalam rangka menunda kedatangan penumpang tersebut. Pengumuman tersebut bisa dilakukan melalui telepon secara langsung atau layanan pesan singkat (SMS) serta di media website.
Di tempat yang sama, Direktur Operasi dan Komersial PT KCJ Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan pihaknya selaku operator akan melaksanakan amanat peraturan tersebut secara maksimal.
Dia menyebutkan, aturan tersebut akan menjadi acuan aturan teknis yang akan diterbitkan perseroan dalam rangka pelayanan penumpang.
“Hanya saja kami perlu melakukan diskusi lebih mendalam terkait beberapa aturan seperti kompensasi jika ada keterlambatan kereta perkotaan selama 30 menit hingga 1 jam,” ujarnya.
Pengamat transportasi, Danang Parikesit menilai penerapan SPM bagi angkutan moda transportasi sudah seharusnya dilakukan. Menurut dia, kriteria mengenai SPM harus lebih dijabarkan termasuk sanksi bagi badan usaha penyelenggara angkutan kereta api atau operator.
"Saya kira ini sudah seharusnya dilakukan. Kompensasi itu perlu, bukan hanya dalam hal kompensasi makanan dan minuman saja. Kalau perlu pengembalian tiket. Namun disitu dalam SPM sudah diatur khan ya," ucapnya.
Dia menambahkan, pemerintah juga harus mempertegas gangguan-gangguan dalam perjalanan kereta api. Sebab, menurut dia, gangguan kereta api, tidak selalu berasal dari operator.
"Ini juga yang harus dipertegas lagi, mana saja gangguan yang menjadi kesalahan operator dan mana saja gangguan yang disebabkan oleh hal lain yang sifatnya force major atau bencana yang disebabkan oleh alam," pungkas Danang.
Regulasi tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan No 47 tahun 2014 tentang pelayanan minimum untuk angkutan orang dengan KA.
Menurutnya, penumpang berhak mendapatkan kompensasi jika terjadi hambatan perjalanan ketika sudah berada di dalam KA.
"Yang dalam perjalanan, namun karena ada gangguan lebih tiga jam di perjalanan menyebabkan keterlambatan maka penumpang wajib diberi kompensasi makanan dan minuman. Selanjutnya, lebih dari lima jam diberi kompensasi makanan berat. Misalnya, makan siang atau makan malam," jelas Hanggoro, Senin (3/11/2014).
Operator kereta api juga wajib mengumumkan jika terjadi keterlambatan perjalanan secara langsung melalui pengumuman maupun media informasi di stasiun selambat-lambatnya 45 menit sebelum jadwal keberangkatan, atau sejak pertama kali diketahui adanya keterlambatan.
Bahkan, operator juga diwajibkan menyediakan pengumuman jika terjadi penundaan perjalanan kepada calon penumpang dalam rangka menunda kedatangan penumpang tersebut. Pengumuman tersebut bisa dilakukan melalui telepon secara langsung atau layanan pesan singkat (SMS) serta di media website.
Di tempat yang sama, Direktur Operasi dan Komersial PT KCJ Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan pihaknya selaku operator akan melaksanakan amanat peraturan tersebut secara maksimal.
Dia menyebutkan, aturan tersebut akan menjadi acuan aturan teknis yang akan diterbitkan perseroan dalam rangka pelayanan penumpang.
“Hanya saja kami perlu melakukan diskusi lebih mendalam terkait beberapa aturan seperti kompensasi jika ada keterlambatan kereta perkotaan selama 30 menit hingga 1 jam,” ujarnya.
Pengamat transportasi, Danang Parikesit menilai penerapan SPM bagi angkutan moda transportasi sudah seharusnya dilakukan. Menurut dia, kriteria mengenai SPM harus lebih dijabarkan termasuk sanksi bagi badan usaha penyelenggara angkutan kereta api atau operator.
"Saya kira ini sudah seharusnya dilakukan. Kompensasi itu perlu, bukan hanya dalam hal kompensasi makanan dan minuman saja. Kalau perlu pengembalian tiket. Namun disitu dalam SPM sudah diatur khan ya," ucapnya.
Dia menambahkan, pemerintah juga harus mempertegas gangguan-gangguan dalam perjalanan kereta api. Sebab, menurut dia, gangguan kereta api, tidak selalu berasal dari operator.
"Ini juga yang harus dipertegas lagi, mana saja gangguan yang menjadi kesalahan operator dan mana saja gangguan yang disebabkan oleh hal lain yang sifatnya force major atau bencana yang disebabkan oleh alam," pungkas Danang.
(dmd)