Hadapi MEA 2015, Arsitek Harus Punya SKA

Rabu, 05 November 2014 - 10:23 WIB
Hadapi MEA 2015, Arsitek Harus Punya SKA
Hadapi MEA 2015, Arsitek Harus Punya SKA
A A A
DENPASAR - Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Bali akan menggelar Musyawarah Daerah (Musda) IAI daerah Bali yang akan dilaksanakan di Hotel Werdhapura, Sanur, Denpasar pada 14 dan 15 November 2014.

Ketua IAI Bali periode 2011-2014 Ketut Rana Warcha mengungkapkan, untuk menjadi kandidat ketua IAI berikutnya, dibutuhkan sosok profesional muda minimal mengantongi status IAI dibelakang namanya.

Dengan tema Musda 2014, yakni kompetensi arsitek Bali di era perdagangan bebas masyarakat ekonomi ASEAN (MEA). Di mana, perdagangan komoditi dan jasa bersaing.

Maka, kata dia, berbicara jasa penyedia seperti jasa arsitektur siap tidak siap para arsitek harus siap menghadapi MEA 2015.

"Persiapan kita selaku insan penyedia jasa di arsitektur sejak diberlakukannya AFTA 2015 tentu harus siap," paparnya di Denpasar, Selasa (4/11/2014).

Karena itu, semua arsitek yang tergabung dalam IAI diharapkan harus memiliki sertifikat keahlian arsitek (SKA).

Dalam SKA ini, setiap arsitek paling tidak punya kualifikasi seperti arsitek muda, madya dan utama.

"Intinya, menghadapi AFTA kita harus memiliki kesetaraan dan para arsitek terutama yang tergabung di IAI ini nantinya bersaing ditingkat regional dan internasional," kata dia.

Karena itu, para arsitek dalam negeri harus setara dengan arsitek di seluruh dunia. "Karena, ini fair trade harusnya perdagangan adil bukan bebas," ucapnya.

Saat ini, ada sekitar 600 anggota yang tergabung di IAI. Dari 600 orang tersebut, baru 39 arsitek muda, 27 arsitek madya dan arsitek utama 5 orang dan 30% yang memiliki SKA.

Pihaknya menargetkan semua anggota IAI bisa menjadi seorang arsitek profesional sesuai perundangan yang berlaku.

"Yang sekarang baru 30% yang mendapatkan SKA, kami berharap semua mendapatkan SKA. Itu pentingnya kita memiliki sertifikat," ujar Ketut.

Dia mengharapkan eksistensi IAI, khususnya profesi arsitek bisa menjadi sejahtera, karena untuk menjadi seorang arsitek seseorang harus kuliah dan menghabiskan banyak biaya. Sementara kondisi yang ada hingga saat ini belum memenuhi harapan.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3858 seconds (0.1#10.140)