90% Kemajuan Jatim dari Pengusaha

Selasa, 11 November 2014 - 07:54 WIB
90% Kemajuan Jatim dari Pengusaha
90% Kemajuan Jatim dari Pengusaha
A A A
SURABAYA - Gubernur Jawa Timur (Jatim) Soekarwo mengapresiasi kinerja yang ditunjukan para pengusaha. Sebab, mereka menjadi penyumbang terbesar dalam PDRB Jatim yang mencapai 90%.

Kondisi ini terlihat dengan PDRB Jatim yang mencapai Rp 1.136,33 triliun. Dari jumlah itu, belanja pemerintah hanya sekitar 9,8% dan sisanya didorong oleh konsumsi masyarakat atas peran pengusaha dalam menyediakan barang dan jasa.

“Ini menunjukan peranan pengusaha dalam mendorong dan menumbuhkan ekonomi sangat besar,” kata Gubernur Jatim Soekarwo dalam pembukaan Musyawarah Provinsi VI Kadin Jawa Timur 2014 di Hotel Sheraton Surabaya, Senin (10/11/2014).

Pakde Karwo, panggilan akrab Soekarwo, menambahkan kontribusi PDRB Jatim terhadap nasional juga cukup besar, mencapai 15,17%. Dalam 4 tahun terakhir, nilai PDRB Jatim meningkat hampir 2 kali lipat. Daya saing Jatim terhadap ekonomi nasional juga yang paling besar kedua setelah DKI Jakarta. K

ekuatan daya saing ini diukur dengan 91 indikator yang dikelompokkan dalam empat aspek antara lain stabilitas makroekonomi, peranan pemerintah dan institusi, kondisi finansial, bisnis dan tenaga kerja, serta yang terakhir kualtias hidup masyarakatnya dan pengembangan infrastruktur.

Dari sisi pertumbuhan ekonomi Jatim juga terus melesat mengungguli nasional. Hingga akhir Triwulan III/2014, pertumbuhan ekonomi Jatim tercatat mencapai 6,02% mengungguli pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,11%.

“Dilihat dari PDRB, size ekonomi Jatim ini setara hampir dua pertiga size ekonomi Vietnam,” papar dia.

Ketua Umum Kadin Jatim, La Nyalla Mahmud Mattalitti menambahkan, salah satu rahasia sukses pertumbuhan ekonomi Jatim adalah sinergitas yang baik antara pemerintah daerah dan pengusaha.

Kadin sangat merasakan jalinan sinergitas program antara Pemerintah Provinsi Jatim dengan Kadin Jatim dan situasi kondusif seperti ini hampir tidak ada yang menyamai di provinsi yang lain.

“Pertumbuhan ekonomi Jatim relatif masih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional, namun masih diperlukan langkah-langkah strategis yang harus dikembangkan melalui jurus-jurus yang lebih berpihak kepada dunia usaha dan disertai regulasi-regulasi yang lebih pro bisnis,” katanya.

Kepala Pusat Harmonisasi Kebijakan Perdagangan Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan, Djatmiko Bris Witjaksono saat acara Seminar Nasional ‘Peran Serta Strategi Kadin Jatim dan Propinsi Jatim dalam pelaksanaan Asean Economic Community (AEC) 2015 dalam rangka Musyawarah Provinsi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim di hotel Sheraton Surabaya’ mengatakan, kebijakan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang akan diberlakukan pada akhir 2015 bukanlah sebuah hal yang perlu ditakuti.

MEA akan menjadi sebuah peluang untuk meningkatkan perekonomian Indonesia karena aspek yang cukup dominan dalam pemberlakuan MEA adalah aspek fasilitasi dan reformasi ekonomi.

“Banyak kalangan yang hanya melihat MEA dari satu aspek, yaitu aspek liberalisasi perdagangan. Padahal ada aspek yang jauh lebih besar lagi dari aspek tersebut, yaitu aspek fasilitasi dan reformasi ekonomi. Kedua aspek ini mencapai 75% hingga 80% dari pemberlakuan MEA ini,” katanya.

Menurutnya, selama ini masyarakat telah salah kaprah dengan diberlakukannya MEA. Mereka menganggap, dengan diberlakukannya MEA maka seluruhnya akan sangat terbuka, baik sektor jasa, perdagangan hingga investasi. Padahal pemberlakuan kebijakan tersebut tidak serta merta menghilangkan aturan-aturan yang selama ini sudah diberlakukan.

MEA, tetap mewajibkan barang impor untuk memenuhi seluruh aturan dan kebijakan yang telah diberlakukan, diantaranya prosedur impor, ketentuan lartas, pembebasan bea masuk, kesesuaian standar dan persyaratan teknis (SNI), labelling, sertifikasi, kelayakan produk dan karantina.

“Aturan soal SNI, masih saja akan tetap diberlakukan. Bahkan, aturan SNI ini juga akan lebih banyak diberlakukan pada produk yang masih belum diberlakukan. Jangan kemudian membayangkan, pada saat membuka mata pada tanggal 1 Januari 2016 penjual bakso di depan rumah dari Myanmar atau tukang cukur dari Thailan” ujar dia.

Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia, Soekowardoyo MEA memang tidak harus ditakuti. Namun, ada beberapa catatan atau Pekerjaan Rumah (PR) bagi Indonesia. Di sektor perdagangan, daya saing Indonesia masih rendah dibanding negara ASEAN lainnya, rengking Indonesia masih menempati di nomor 34, kalah dengan Singapura yang menempati posisi ke dua, Amerika di nomor tiga dan Jepang di nomor enam.

“Yang perlu diperhatikan adalah kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM)-nya. Produktivitas tenaga kerja Indonesia diantara negara ASEAN relatif rendah. Dan ini terutama disebabkan oleh rendahnya peningkatan kualitas pengembangan dan pendidikan SDM,” terang dia.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9324 seconds (0.1#10.140)