Kepastian Hukum Industri Migas Diperlukan

Selasa, 11 November 2014 - 11:06 WIB
Kepastian Hukum Industri Migas Diperlukan
Kepastian Hukum Industri Migas Diperlukan
A A A
JAKARTA - Pemerintah diminta mempermudah proses perizinan dalam eksplorasi di sektor minyak dan gas bumi (migas). Selain itu, kepastian hukum juga mutlak diperlukan jika tidak ingin investor hengkang dari Tanah Air.

Menurut CEO PT Sugih Energy Tbk Andhika Anindyaguna, kepastian penegakan hukum dan perizinan bagi investor menjadi yang utama. Dia berujar, jangan sampai ada perusahaan yang hengkang karena melihat kepastian hukum yang tidak jelas. Demikian juga dengan soal perizinan. Menurut Andhika, Indonesia saat ini masih kalah jauh dibanding sejumlah negara di Afrika yang sangat atraktif dalam memberikan izin eksplorasi migas.

“Di sana jauh lebih mudah. Belum lagi cadangan migasnya yang masih banyak. Beda dengan di sini, cadangan mulai berkurang, perizinan dan regulasi juga susah,” kata Andhika di Jakarta baru-baru ini. Saat ini sektor hulu migas masih dikuasai oleh perusahaan multinasional seperti Cevron, Exxon Mobile. Guna menjaga investor agar tidak lari, pemerintah harus membuat kebijakan yang mendukung. “Termasuk di sektor migas karena lifting kita masih bergantung investasi mereka,” kata pria yang disebut-sebut sebagai bakal calon ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) periode mendatang .

Sementara itu , Wakil Ketua Komite Hulu Migas Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Firlie Ganinduto menilai, industri hulu migas harus dilihat secara keseluruhan baik di hulu maupun di hilir. Menurutnya, investor membutuhkan kepastian hukum karena investasi yang ditanamkan di sektor migas sangat berisiko dan berjangka waktu panjang.

Ke depan, kata dia, jangan sampai ada lagi kasus kriminalisasi pegawai salah satu perusahaan migas multinasional dan kontraktor penunjang migas seperti pada kasus remediasi Chevron. Menurutnya, kasus tersebut muncul akibat adanya ketidaksepahaman teknis mengenai penerapan kontrak dan izin kewenangan yang harus diselesaikan berdasarkan hukum perdata (dan bukan hukum pidana) dalam kontrak kerja sama (PSC).

“PSC telah memiliki mekanisme pengawasan, audit dan kepatuhan secara ketat untuk memastikan integritas tender dan proyek. Untuk itu, Kadin sebagai wadah pelaku bisnis nasional, sangat prihatin atas kasus kriminalisasi proses bisnis ini,” kata Firlie.

Yanto kusdiantono/ Nanang wijayanto
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8066 seconds (0.1#10.140)