INSA Minta Kapal Khusus Diperpanjang Penggunaanya
A
A
A
JAKARTA - Indonesia National Shipowner’s Associations (INSA) meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memperpanjang waktu penggunaan kapal berbendera asing untuk penggunaan di sektor offshore (kapal kegiatan kontruksi lepas pantai) atau kapal untuk kebutuhan khusus.
Aturan soal kapal-kapal khusus tersebut seharusnya sudah direvisi karena telah jatuh tempo pada akhir tahun ini. Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto mengatakan, revisi atau perubahan beleid tersebut seharusnya dilakukan untuk kapal-kapal jenis tertentu yang terdapat dalam lampiran Peraturan Menteri Perhubungan No 10/2014 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Izin Penggunaan Kapal Asing untuk Kegiatan Lain yang Tidak Termasuk Kegiatan Mengangkut Penumpang dan atau Barang dalam Kegiatan Angkutan Laut Dalam Negeri.
“Jadi seharusnya tidak perlu revisi peraturannya. Yang direvisi itu lampirannya, yang memuat jenis-jenis kapal. Artinya, kapal-kapal yang sudah jatuh tempo yang belum bisa dipenuhi kapal berbendera Indonesia bisa diperpanjang hingga 2015. Kalau peraturannya direvisi, bisa panjang lagi prosesnya dan butuh waktu,” kata dia di Jakarta, kemarin.
Carmelita mengungkapkan, pendataan kebutuhan kapal offshore belum baik karena Satuan Kerja Khusus (SKK) Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (Migas) belum pernah menyampaikan kebutuhan kapal offshore secara detail.
“Kalau toh disampaikan bahwa ada proyek minyak dan gas di suatu tempat itu pada saat akan tender. Bagaimana kita mau siapkan kapalnya kalau waktunya sudah tender. Seharusnya setahun atau sembilan bulan sebelum pelaksanaan proyek sudah disampaikan kepada kita, agar kapalnya bisa kita datangkan atau paling tidak kita tahu kebutuhan kapalnya seperti apa,” ujar dia.
Dia menambahkan, SKK Migas seharusnya bisa duduk bersama dalam rangka memenuhi kebutuhan kapal di sektor konstruksi dan lepas pantai. Sebagai informasi, setiap tahun Kemenhub melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut merevisi peraturan tersebut. Revisi dilakukan demi menghindari kekosongan aturan batas waktu penggunaan kapal berbendera asing untuk kegiatan lepas pantai, sekaligus memperkecil penggunaan kapal asing di sektor kontruksi dan lepas pantai.
Dalam aturan yang ada saat ini Kemenhub membatasi penggunaan kapal berbendera asing untuk jenis derrick/crane , pipe/cable/subsea umbilical riser flexible (SURF) laying barge /vessel hingga Desember 2014. Adapun, jenis kapal keruk berukuran lebih dari 5.000 meter kubik berbatas waktu hingga Desember 2014.
Sebelumnya Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Bobby R Mamahit mengatakan, pembahasan revisi tersebut akan dilakukan pekan ini dan diharapkan bisa keluar sebelum akhir Desember 2014.
“Tapi, kita meminta pendapat asosiasi industri pelayaran INSA bagaimana kemampuan mereka menyediakan kapal jenis itu,” ujarnya. Dia menjelaskan, pendapat INSA dibutuhkan sebab kapal khusus tersebut cukup sulit dimiliki karena sifatnya yang tidak umum dan padat modal dengan kontrak kerja relatif singkat.
“Contohnya seperti jenis mobile offshhore drilling unit yang hanya dimiliki beberapa negara saja, sehingga penggunaannya digunakan berpindah dari satu perairan suatu negara ke negara lainnya. Makanya, apakah INSA memiliki kemampuan seperti itu, kita minta pendapatnya,” tuturnya.
Ichsan amin
Aturan soal kapal-kapal khusus tersebut seharusnya sudah direvisi karena telah jatuh tempo pada akhir tahun ini. Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto mengatakan, revisi atau perubahan beleid tersebut seharusnya dilakukan untuk kapal-kapal jenis tertentu yang terdapat dalam lampiran Peraturan Menteri Perhubungan No 10/2014 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Izin Penggunaan Kapal Asing untuk Kegiatan Lain yang Tidak Termasuk Kegiatan Mengangkut Penumpang dan atau Barang dalam Kegiatan Angkutan Laut Dalam Negeri.
“Jadi seharusnya tidak perlu revisi peraturannya. Yang direvisi itu lampirannya, yang memuat jenis-jenis kapal. Artinya, kapal-kapal yang sudah jatuh tempo yang belum bisa dipenuhi kapal berbendera Indonesia bisa diperpanjang hingga 2015. Kalau peraturannya direvisi, bisa panjang lagi prosesnya dan butuh waktu,” kata dia di Jakarta, kemarin.
Carmelita mengungkapkan, pendataan kebutuhan kapal offshore belum baik karena Satuan Kerja Khusus (SKK) Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (Migas) belum pernah menyampaikan kebutuhan kapal offshore secara detail.
“Kalau toh disampaikan bahwa ada proyek minyak dan gas di suatu tempat itu pada saat akan tender. Bagaimana kita mau siapkan kapalnya kalau waktunya sudah tender. Seharusnya setahun atau sembilan bulan sebelum pelaksanaan proyek sudah disampaikan kepada kita, agar kapalnya bisa kita datangkan atau paling tidak kita tahu kebutuhan kapalnya seperti apa,” ujar dia.
Dia menambahkan, SKK Migas seharusnya bisa duduk bersama dalam rangka memenuhi kebutuhan kapal di sektor konstruksi dan lepas pantai. Sebagai informasi, setiap tahun Kemenhub melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut merevisi peraturan tersebut. Revisi dilakukan demi menghindari kekosongan aturan batas waktu penggunaan kapal berbendera asing untuk kegiatan lepas pantai, sekaligus memperkecil penggunaan kapal asing di sektor kontruksi dan lepas pantai.
Dalam aturan yang ada saat ini Kemenhub membatasi penggunaan kapal berbendera asing untuk jenis derrick/crane , pipe/cable/subsea umbilical riser flexible (SURF) laying barge /vessel hingga Desember 2014. Adapun, jenis kapal keruk berukuran lebih dari 5.000 meter kubik berbatas waktu hingga Desember 2014.
Sebelumnya Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Bobby R Mamahit mengatakan, pembahasan revisi tersebut akan dilakukan pekan ini dan diharapkan bisa keluar sebelum akhir Desember 2014.
“Tapi, kita meminta pendapat asosiasi industri pelayaran INSA bagaimana kemampuan mereka menyediakan kapal jenis itu,” ujarnya. Dia menjelaskan, pendapat INSA dibutuhkan sebab kapal khusus tersebut cukup sulit dimiliki karena sifatnya yang tidak umum dan padat modal dengan kontrak kerja relatif singkat.
“Contohnya seperti jenis mobile offshhore drilling unit yang hanya dimiliki beberapa negara saja, sehingga penggunaannya digunakan berpindah dari satu perairan suatu negara ke negara lainnya. Makanya, apakah INSA memiliki kemampuan seperti itu, kita minta pendapatnya,” tuturnya.
Ichsan amin
(ars)