Hingga Akhir Tahun, BI Prediksi Kenaikan DPK 14%
A
A
A
JAKARTA - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah menuturkan, hingga akhir kuartal III-2014, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi, sebesar 19,40%, jauh di atas ketentuan minimum 8%. Sedangkan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan stabil di kisaran 2,0%.
Dari sisi fungsi intermediasi, pertumbuhan kredit melambat menjadi 13,16% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di akhir kuartal II 2014 (17,2%, yoy), sejalan dengan proses penyesuaian dalam perekonomian.
Meskipun melambat dibandingkan kuartal II-2014, pertumbuhan DPK pada September 2014 meningkat dibandingkan bulan sebelumnya dan tercatat sebesar 13,32% (yoy).
"Ini seiring dengan operasi keuangan pemerintah yang ekspansif. Sejalan dengan hal tersebut, kondisi likuiditas perbankan pada kuartal III-2014 relatif terjaga," ujarnya di Jakarta, Kamis (13/11/2014).
Halim mengungkap, DPK tahun ini akan lebih tinggi dibandingkan kredit yakni sekitar 12-14%. Sementara itu, tahun depan DPK kemungkinan akan sedikit mengalami peningkatan sedikit sekitar 14-16%.
Sementara untuk pertumbuhan kredit pada tahun depan berada pada kisaran 15-17%. Di sisi lain, inflasi masih terjaga dan berada dalam tren yang menurun sehingga mendukung prospek pencapaian sasaran inflasi 2014 yakni 4,5±1%.
Inflasi pada kuartal III-2014 tercatat 4,53% (yoy), menurun dibandingkan 6,70% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Menurut dia, inflasi yang tetap terjaga tersebut didukung oleh inflasi inti dan volatile food yang terkendali.
Terkendalinya Inflasi inti didukung oleh penurunan harga komoditas global, permintaan yang moderat dan ekspektasi inflasi yang terjaga. Sementara itu, inflasi volatile food juga tercatat relatif rendah, seiring dengan tercukupinya pasokan pangan.
Sebaliknya, inflasi administered prices meningkat terutama didorong oleh kenaikan TDL RT dan elpiji 12 kg. Inflasi yang terkendali berlanjut pada bulan Oktober 2014, meskipun mencatat kenaikan menjadi 4,83% (yoy).
"BI terus mencermati berbagai risiko inflasi, khususnya rencana penyesuaian harga BBM bersubsidi, yang terindikasi pada meningkatnya ekpektasi inflasi," katanya.
Menghadapi hal tersebut, pihaknya akan menempuh sejumlah kebijakan untuk memastikan dampak kenaikan BBM terhadap inflasi tetap terkendali dan temporer, termasuk dengan memperkuat koordinasi pengendalian inflasi dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Dari sisi fungsi intermediasi, pertumbuhan kredit melambat menjadi 13,16% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di akhir kuartal II 2014 (17,2%, yoy), sejalan dengan proses penyesuaian dalam perekonomian.
Meskipun melambat dibandingkan kuartal II-2014, pertumbuhan DPK pada September 2014 meningkat dibandingkan bulan sebelumnya dan tercatat sebesar 13,32% (yoy).
"Ini seiring dengan operasi keuangan pemerintah yang ekspansif. Sejalan dengan hal tersebut, kondisi likuiditas perbankan pada kuartal III-2014 relatif terjaga," ujarnya di Jakarta, Kamis (13/11/2014).
Halim mengungkap, DPK tahun ini akan lebih tinggi dibandingkan kredit yakni sekitar 12-14%. Sementara itu, tahun depan DPK kemungkinan akan sedikit mengalami peningkatan sedikit sekitar 14-16%.
Sementara untuk pertumbuhan kredit pada tahun depan berada pada kisaran 15-17%. Di sisi lain, inflasi masih terjaga dan berada dalam tren yang menurun sehingga mendukung prospek pencapaian sasaran inflasi 2014 yakni 4,5±1%.
Inflasi pada kuartal III-2014 tercatat 4,53% (yoy), menurun dibandingkan 6,70% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Menurut dia, inflasi yang tetap terjaga tersebut didukung oleh inflasi inti dan volatile food yang terkendali.
Terkendalinya Inflasi inti didukung oleh penurunan harga komoditas global, permintaan yang moderat dan ekspektasi inflasi yang terjaga. Sementara itu, inflasi volatile food juga tercatat relatif rendah, seiring dengan tercukupinya pasokan pangan.
Sebaliknya, inflasi administered prices meningkat terutama didorong oleh kenaikan TDL RT dan elpiji 12 kg. Inflasi yang terkendali berlanjut pada bulan Oktober 2014, meskipun mencatat kenaikan menjadi 4,83% (yoy).
"BI terus mencermati berbagai risiko inflasi, khususnya rencana penyesuaian harga BBM bersubsidi, yang terindikasi pada meningkatnya ekpektasi inflasi," katanya.
Menghadapi hal tersebut, pihaknya akan menempuh sejumlah kebijakan untuk memastikan dampak kenaikan BBM terhadap inflasi tetap terkendali dan temporer, termasuk dengan memperkuat koordinasi pengendalian inflasi dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
(gpr)