Neraca Pembayaran Surplus USD6,5 M

Sabtu, 15 November 2014 - 12:19 WIB
Neraca Pembayaran Surplus USD6,5 M
Neraca Pembayaran Surplus USD6,5 M
A A A
JAKARTA - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) per September 2014 mengalami surplus USD6,5 miliar. Kondisi ini jauh lebih baik dibanding periode yang sama tahun sebelumnya mengalami defisit sebesar USD2,645 miliar.

Peningkatan surplus NPI tersebut mendorong kenaikan posisi cadangan devisa dari USD107,7 miliar pada akhir kuartal II/2014 menjadi USD111,2 miliar pada akhir kuartal III/2014. Jumlah cadangan devisa ini cukup untuk membiayai kebutuhan pembayaran impor dan utang luar negeri pemerintah selama 6,3 bulan dan berada di atas standar kecukupan internasional.

Pada Oktober 2014, posisi cadangan devisa kembali meningkat menjadi USD112,0 miliar, ujar Kepala Departemen Statistik BI Hendi Sulistyowati saat bincang bersama media di Jakarta kemarin. Dia mengungkapkan, perbaikan kinerja NPI ini ditopang oleh menyempitnya defisit transaksi berjalan (TB) dibandingkan dengan kuartal sebelumnya sehingga dapat dibiayai sepenuhnya oleh surplus transaksi modal dan finansial (TMF).

Hendi menjelaskan, defisit transaksi berjalan pada kuartal III/2014 sebesar USD6,8 miliar (3,07% PDB), lebih rendah dibandingkan dengan defisit USD8,7 miliar (4,06% PDB) pada kuartal II/2014 dan defisit pada periode yang sama tahun 2013 sebesar USD8,6 miliar (3,89% PDB).

Menurutnya, penurunan defisit transaksi berjalan terutama didukung oleh berbaliknya neraca perdagangan barang dari defisit menjadi surplus, dipengaruhi oleh meningkatnya surplus neraca perdagangan nonmigas dan menyempitnya defisit neraca perdagangan migas.

“Perbaikan kinerja transaksi berjalan tersebut terutama didukung oleh neraca perdagangan barang yang kembali surplus seiring dengan meningkatnya surplus neraca perdagangan nonmigas di tengah defisit neraca perdagangan migas yang tetap besar,” paparnya.

Menurut Hendi, meningkatnya surplus neraca nonmigas terutama didorong oleh menurunnya impor nonmigas, khususnya impor bahan baku, sejalan dengan moderasi permintaan domestik. Sementara, perbaikan neraca perdagangan migas disebabkan oleh turunnya impor mentah sejalan meningkatnya pasokan minyak mentah dalam negeri, mengikuti kenaikan lifting minyak di kuartal III/2014.

Secara tahunan, impor nonmigas pada kuartal III/2014 masih terkontraksi 2,7%. Ekspor produk primer yang meningkat, antara lain karena mulai pulihnya ekspor mineral pascakeluarnya izin ekspor mineral mentah, juga memberikan kontribusi terhadap perbaikan surplus nonmigas, meskipun ekspor nonmigas secara keseluruhan masih mencatat penurunan.

Hendi menambahkan, penurunan impor nonmigas pada kuartal III/ 2014 terutama dipengaruhi oleh turunnya impor asal China, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Malaysia. Meski secara kuartalan menurun, secara tahunan ekspor nonmigas pada kuartal III/2014 kembali tumbuh positif 3,1% setelah dalam dua tahun terakhir mengalami penurunan.

Menurutnya, pertumbuhan ekspor nonmigas tersebut ditopang oleh kenaikan harga ekspor dan perbaikan permintaan ekspor, terutama minyak nabati dan produk manufaktur. Hendi mengungkapkan, di sisi migas, besarnya defisit neraca perdagangan migas pada kuartal III/2014 dipengaruhi oleh masih tingginya impor migas, di tengah ekspor minyak yang menurun seiring dengan turunnya harga minyak dunia.

Selain itu, berkurangnya tekanan defisit transaksi berjalan dipengaruhi oleh pola musiman defisit neraca jasa dan pendapatan primer yang lebih rendah. Sejalan dengan surplus NPI dalam jumlah yang signifikan tersebut, posisi cadangan devisa pada akhir September 2014 meningkat menjadi USD111,2 miliar dari USD107,7 miliar pada akhir kuartal II-2014.

“Jumlah cadangan devisa ini cukup untuk membiayai kebutuhan pembayaran impor dan utang luar negeri pemerintahselama6,3bulan dan berada di atas standar kecukupan internasional,” paparnya. Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan, perkembangan defisit transaksi berjalan selalu mengalami peningkatan pada kuartal II dan akan kembali turun pada kuartal III.

Hal ini dikarenakan, pada kuartal II banyak adanya aktivitas ekonomi seperti kenaikan harga menjelang bulan Ramadan dan hari raya Lebaran. “Kalau kita lihat memang selalu begitu, kuartal II pasti akan bengkak kembali karena biasanya, menjelang Lebaran dan Ramadan yang menyebabkan impor BBM meningkat,” kata Josua kepada KORAN SINDO kemarin.

Kunthi fahmar sandy
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4133 seconds (0.1#10.140)