DPR Nilai Kenaikan BBM Bebani Petani dan Nelayan
A
A
A
JAKARTA - Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dinilai akan membebani petani dan nelayan sebagai struktur terbesar masyarakat miskin di Indonesia.
Kebijakan ini menunjukan bahwa pemerintah tidak memiliki terobosan baru dan tidak punya solusi alternatif terhadap permasalahan energi nasional.
Anggota DPR RI Komisi IV Rofi Munawar menyatakan, kenaikan BBM yang dilakukan oleh pemerintah sangat tidak memahami realitas masyarakat karena secara faktual akan meningkatkan jumlah rakyat miskin di pedesaan secara signifikan sebagai basis utama petani dan nelayan.
Menurut dia, pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan BBM tanpa melakukan proses mitigasi yang matang sejak awal, kelihatan sekali sangat tergesa-gesa. Hal ini terlihat dari fakta yang ada tentang harga minyak dunia yang sekarang ini sedang turun.
"Inilah untuk pertama kalinya BBM bersubsidi naik, sementara harga minyak dunia sedang turun. Jelas ini tidak wajar dan anomali luar biasa. Saya khawatir kebijakan ini karena tekanan asing," kata Rofi dalam rilisnya, Selasa (18/11/2014).
Wakil Ketua Fraksi PKS ini memandang kenaikan harga BBM bersubsidi tidak memenuhi ketentuan UU No 12/2014 tentang perubahan UU No 23/2013 tentang APBN tahun 2014 pasal 14 ayat 13, yang menegaskan anggaran untuk subsidi energi dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan berdasarkan realisasi harga minyak mentah dunia (ICP) dan nilai tukar rupiah.
Sebagai catatan, harga minyak mentah dunia saat ini turun hingga 25% dari ICP yang ditetapkan dalam APBN sebesar USD105/barel, yaitu USD75/barel.
Rofi menambahkan, kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp2.000 per liter akan mendorong kenaikan harga pangan (volatile food inflation) di kisaran 15% sebagaimana yang terjadi pada 2013 lalu, meski inflasi secara keseluruhan di kisaran 8–10%.
Adapun berdasarkan Sensus Pertanian (ST 2013) 2013 menunjukkan jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia sebanyak 26,14 juta rumah tangga; 14,25 juta rumah tangga petani gurem; 25,75 juta rumah tangga usaha pertanian pengguna lahan; dan 31,70 juta orang petani.
"Pemerintah harusnya serius memikirkan sektor pertanian dan kelautan dalam kerangka berpikir yang kompleks karena kenaikan harga BBM sesungguhnya akan memberatkan daya beli maupun produksi para petani dan nelayan," imbuhnya.
Dengan kebijakan kenaikan BBM ini, semakin menegaskan bahwa petani dan nelayan menjadi pihak yang paling terpukul, mengingat selama ini mereka sangat minim mendapatkan proteksi maksimal dari pemerintah.
Walaupun harga pangan tinggi, dia menuturkan, namun bagi petani tidak mempengaruhi pendapatan mereka karena tidak dapat mengimbangi biaya operasional yang naik dan daya konsumsi yang semakin tinggi.
Kebijakan ini menunjukan bahwa pemerintah tidak memiliki terobosan baru dan tidak punya solusi alternatif terhadap permasalahan energi nasional.
Anggota DPR RI Komisi IV Rofi Munawar menyatakan, kenaikan BBM yang dilakukan oleh pemerintah sangat tidak memahami realitas masyarakat karena secara faktual akan meningkatkan jumlah rakyat miskin di pedesaan secara signifikan sebagai basis utama petani dan nelayan.
Menurut dia, pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan BBM tanpa melakukan proses mitigasi yang matang sejak awal, kelihatan sekali sangat tergesa-gesa. Hal ini terlihat dari fakta yang ada tentang harga minyak dunia yang sekarang ini sedang turun.
"Inilah untuk pertama kalinya BBM bersubsidi naik, sementara harga minyak dunia sedang turun. Jelas ini tidak wajar dan anomali luar biasa. Saya khawatir kebijakan ini karena tekanan asing," kata Rofi dalam rilisnya, Selasa (18/11/2014).
Wakil Ketua Fraksi PKS ini memandang kenaikan harga BBM bersubsidi tidak memenuhi ketentuan UU No 12/2014 tentang perubahan UU No 23/2013 tentang APBN tahun 2014 pasal 14 ayat 13, yang menegaskan anggaran untuk subsidi energi dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan berdasarkan realisasi harga minyak mentah dunia (ICP) dan nilai tukar rupiah.
Sebagai catatan, harga minyak mentah dunia saat ini turun hingga 25% dari ICP yang ditetapkan dalam APBN sebesar USD105/barel, yaitu USD75/barel.
Rofi menambahkan, kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp2.000 per liter akan mendorong kenaikan harga pangan (volatile food inflation) di kisaran 15% sebagaimana yang terjadi pada 2013 lalu, meski inflasi secara keseluruhan di kisaran 8–10%.
Adapun berdasarkan Sensus Pertanian (ST 2013) 2013 menunjukkan jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia sebanyak 26,14 juta rumah tangga; 14,25 juta rumah tangga petani gurem; 25,75 juta rumah tangga usaha pertanian pengguna lahan; dan 31,70 juta orang petani.
"Pemerintah harusnya serius memikirkan sektor pertanian dan kelautan dalam kerangka berpikir yang kompleks karena kenaikan harga BBM sesungguhnya akan memberatkan daya beli maupun produksi para petani dan nelayan," imbuhnya.
Dengan kebijakan kenaikan BBM ini, semakin menegaskan bahwa petani dan nelayan menjadi pihak yang paling terpukul, mengingat selama ini mereka sangat minim mendapatkan proteksi maksimal dari pemerintah.
Walaupun harga pangan tinggi, dia menuturkan, namun bagi petani tidak mempengaruhi pendapatan mereka karena tidak dapat mengimbangi biaya operasional yang naik dan daya konsumsi yang semakin tinggi.
(rna)