Rumah Tapak Kini Mendapat Subsidi
A
A
A
ASOSIASI Pengembang dan Perumahan Seluruh Indonesia (Apersi) menyambut baik kebijakan pemerintah yang menyetujui pencabutan aturan penghapusan subsidi rumah tapak (landed house ).
Ketua Umum Apersi Anton R Santoso mengatakan, dengan pencabutan aturan penghapusan subsidi rumah tapak itu, subsidi bunga kredit pemilikan rumah (KPR) lewat skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) untuk rumah tapak dilanjutkan. “Kami menyambut baik kebijakan itu karena itu salah satu yang kita aspirasikan. Kami sangat senang Presiden Jokowi merespons hal tersebut,” katanya.
Dia menjelaskan, Apersi pernah menyuarakan mengenai revisi Peraturan Menteri Nomor 3 terkait diakhiri FLPP untuk rumah tapak per tanggal 31 Maret. Menurut dia, selama ada aturan penghapusan subsidi rumah tapak banyak pengembang yang takut berinvestasi di bidang pertanahan. Dia menjelaskan, penghapusan subsidi rumah tapak membuat pengembang yang takut untuk berinvestasi.
Munculnya kembali subsidi ini membawa angin segar bagi pembangunan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). “Begitu juga, dengan demikian, masalah backlog (persoalan kekurangan pasokan) juga berkurang dan suplai ke pasar akan lebih besar,” katanya. Meski dicabut, bukan berarti subsidi ini berlaku untuk seluruh kota karena melihat tata ruang wilayah masingmasing kota.
Anton menyambut positif kebijakan itu. Dengan begitu, wilayah yang padat penduduk dan memiliki harga tinggi lebih condong dibangun hunian vertikal seperti rusunami. “Jadi masyarakat yang ada di pinggiran bisa beli apartemen atau rusunami. Jadi itu gabungan antara hunian vertikal dan rumah tapak cukup baik,” ungkap Anton Nilai positif dari pencabutan aturan ini membuat masyarakat bisa mendapatkan kredit rumah dengan angsuran yang lebih murah. Itu karena bunganya tetap selama masa tenor 20 tahun sebesar 7, 25%.
Pencabutan aturan penghapusan subsidi rumah tapak nanti tak berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Penerapannya harus memperhatikan kondisi tata ruang di masing-masing wilayah. “Ini ideal karena wilayah di kota-kota besar yang padat penduduk dan harga tanahnya yang tinggi sebaiknya memang dibangun hunian vertikal seperti rusunami.
Jadi masyarakat yang ada di pinggiran bisa beli apartemen atau rusunami. Itu gabungan antara hunian vertikal dan rumah tapak cukup baik,” sebutnya.
Anton c
Ketua Umum Apersi Anton R Santoso mengatakan, dengan pencabutan aturan penghapusan subsidi rumah tapak itu, subsidi bunga kredit pemilikan rumah (KPR) lewat skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) untuk rumah tapak dilanjutkan. “Kami menyambut baik kebijakan itu karena itu salah satu yang kita aspirasikan. Kami sangat senang Presiden Jokowi merespons hal tersebut,” katanya.
Dia menjelaskan, Apersi pernah menyuarakan mengenai revisi Peraturan Menteri Nomor 3 terkait diakhiri FLPP untuk rumah tapak per tanggal 31 Maret. Menurut dia, selama ada aturan penghapusan subsidi rumah tapak banyak pengembang yang takut berinvestasi di bidang pertanahan. Dia menjelaskan, penghapusan subsidi rumah tapak membuat pengembang yang takut untuk berinvestasi.
Munculnya kembali subsidi ini membawa angin segar bagi pembangunan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). “Begitu juga, dengan demikian, masalah backlog (persoalan kekurangan pasokan) juga berkurang dan suplai ke pasar akan lebih besar,” katanya. Meski dicabut, bukan berarti subsidi ini berlaku untuk seluruh kota karena melihat tata ruang wilayah masingmasing kota.
Anton menyambut positif kebijakan itu. Dengan begitu, wilayah yang padat penduduk dan memiliki harga tinggi lebih condong dibangun hunian vertikal seperti rusunami. “Jadi masyarakat yang ada di pinggiran bisa beli apartemen atau rusunami. Jadi itu gabungan antara hunian vertikal dan rumah tapak cukup baik,” ungkap Anton Nilai positif dari pencabutan aturan ini membuat masyarakat bisa mendapatkan kredit rumah dengan angsuran yang lebih murah. Itu karena bunganya tetap selama masa tenor 20 tahun sebesar 7, 25%.
Pencabutan aturan penghapusan subsidi rumah tapak nanti tak berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Penerapannya harus memperhatikan kondisi tata ruang di masing-masing wilayah. “Ini ideal karena wilayah di kota-kota besar yang padat penduduk dan harga tanahnya yang tinggi sebaiknya memang dibangun hunian vertikal seperti rusunami.
Jadi masyarakat yang ada di pinggiran bisa beli apartemen atau rusunami. Itu gabungan antara hunian vertikal dan rumah tapak cukup baik,” sebutnya.
Anton c
(ars)