BBM Naik,Pertumbuhan Ekonomi Melambat
A
A
A
JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan melambat ke kisaran 5,1% dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,2% akibat dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
“Dengan kebijakan semalam (kenaikan harga BBM) memang kemungkinan pertumbuhan sedikit terdampak, perkiraan (sekarang) 5,1%. Kemarin kan saya optimistis bisa tumbuh 5,2%,” ujar Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro di Jakarta kemarin. Bambang mengatakan, kebijakan pengalihan subsidi BBM yang diambil pemerintah akan memengaruhi konsumsi rumah tangga.
Daya beli masyarakat akan tertekan karena inflasi naik. Pemerintah memperkirakan kenaikan harga premium dan solar sebesar Rp2.000 per liter itu berdampak lebih tinggi pada keluarga miskin dan hampir miskin. Dampak inflasi pada keluarga kategori miskin dan hampir miskin hingga akhir tahun diperkirakan mencapai 4,5%. Itu jauh lebih tinggi jika dibandingkan inflasi pada masyarakat menengah ke atas yang diperkirakan hanya 2%.
Untuk membantu menjaga daya beli, khususnya pada rumah tangga miskin dan hampir miskin, pemerintah telah meluncurkan Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Indonesia Pintar. Pemerintah mengalokasikan bantuan perlindungan sosial senilai Rp200.000/ bulan/ keluarga untuk 15,5 juta kepala keluarga. Karena itu didasarkan pula pada pola historis, Bambang optimistis konsumsi rumah tangga tidak akan turun terlalu tajam.
Penurunan kontribusi konsumsi rumah tangga dalam pertumbuhan ekonomi juga menurutnya akan digantikan oleh pertumbuhan investasi, terutama dari realokasi anggaran pemerintah di bidang infrastruktur. Secara umum, dia memperkirakan pertumbuhan investasi bisa di atas 5%. “Dengan pembangunan infrastruktur saya yakin konsumsi akan digantikan investasi,” kata Bambang.
Sementara itu, Menteri PPN/Kepala Bappenas Adrinof Chaniago dalam keterangan tertulisnya mengatakan, pengaruh kenaikan harga BBM Rp2.000/ liter adalah 2,27% terhadap inflasi dan 0,02% terhadap pertumbuhan ekonomi. Meski begitu, menurut perhitungan Bappenas, tiap kenaikan harga BBM bersubsidi Rp500/liter yang diikuti dengan pemanfaatan dana penghematan subsidi akan menaikkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,005%.
“Karena pengaruhnya sangat kecil, maka diasumsikan bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp1.000, Rp2.000, atau Rp3.000, jika disertai pemanfaatan dana penghematan subsidi, tidak memengaruhi pertumbuhan,” katanya. Namun, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual memperkirakan kenaikan harga BBM akan menekan pertumbuhan ekonomi hingga ke kisaran 5%.
Dia pun pesimistis tahun depan pertumbuhan bisa mencapai 5,8% seperti yang diharapkan pemerintah. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi hanya akan berada di kisaran 5,5%. “Itu pun dengan catatan pembangunan infrastruktur mulai berjalan,” ujarnya. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, diperlukan pembangunan infrastruktur dengan mengalihkan dana subsidi.
Namun, implementasi di lapangan belum tentu berjalan lancar. Hambatan-hambatan administratif seperti pembebasan lahan dan lain-lain diperkirakan memperlambat proyek-proyek pemerintah. “Saya enggak yakin di semester satu (2015) semua hambatan di lapangan seperti birokrasi, administrasi itu bisa diatasi, karena itu perlu mitigasi untuk sektor konsumsi,” kata dia kepada KORAN SINDO.
Bentuk mitigasi itu menurutnya bisa berupa insentif pengurangan pajak bagi kelas menengah. Pasalnya, kenaikan harga BBM akan memengaruhi daya beli untuk barang tahan lama. Hal tersebut menurutnya pernah dilakukan pemerintah di tahun 2008 untuk mempertahankan daya beli masyarakat.
Kontribusi konsumsi rumah tangga pada pertumbuhan ekonomi yang turun juga tidak bisa serta merta digantikan oleh pertumbuhan investasi. Pasalnya, investor pasti masih akan wait and see terkait realokasi subsidi BBM pada sektor-sektor produktif seperti infrastruktur. “Saya enggak yakin, yang mungkin berjalan adalah untuk perlindungan sosial itu, tapi untuk infrastruktur apakah bisa di kuartal pertama, di sisi lain dananya idle, pemerintah enggak melakukan belanja, dan itu bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi,” tambah David.
Karena itu, sembari menunggu proyek-proyek infrastruktur berjalan lancar, dia menyarankan pemerintah untuk memberikan insentif pajak agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Dia mengingatkan, pertumbuhan konsumsi yang saat ini di kisaran 5% terus menunjukkan tren penurunan, yang bisa berlanjut hingga menyentuh angka 4%. Menurutnya ini berbahaya karena saat ini kinerja ekspor pun tengah mengalami pelambatan.
Ria martati
“Dengan kebijakan semalam (kenaikan harga BBM) memang kemungkinan pertumbuhan sedikit terdampak, perkiraan (sekarang) 5,1%. Kemarin kan saya optimistis bisa tumbuh 5,2%,” ujar Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro di Jakarta kemarin. Bambang mengatakan, kebijakan pengalihan subsidi BBM yang diambil pemerintah akan memengaruhi konsumsi rumah tangga.
Daya beli masyarakat akan tertekan karena inflasi naik. Pemerintah memperkirakan kenaikan harga premium dan solar sebesar Rp2.000 per liter itu berdampak lebih tinggi pada keluarga miskin dan hampir miskin. Dampak inflasi pada keluarga kategori miskin dan hampir miskin hingga akhir tahun diperkirakan mencapai 4,5%. Itu jauh lebih tinggi jika dibandingkan inflasi pada masyarakat menengah ke atas yang diperkirakan hanya 2%.
Untuk membantu menjaga daya beli, khususnya pada rumah tangga miskin dan hampir miskin, pemerintah telah meluncurkan Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Indonesia Pintar. Pemerintah mengalokasikan bantuan perlindungan sosial senilai Rp200.000/ bulan/ keluarga untuk 15,5 juta kepala keluarga. Karena itu didasarkan pula pada pola historis, Bambang optimistis konsumsi rumah tangga tidak akan turun terlalu tajam.
Penurunan kontribusi konsumsi rumah tangga dalam pertumbuhan ekonomi juga menurutnya akan digantikan oleh pertumbuhan investasi, terutama dari realokasi anggaran pemerintah di bidang infrastruktur. Secara umum, dia memperkirakan pertumbuhan investasi bisa di atas 5%. “Dengan pembangunan infrastruktur saya yakin konsumsi akan digantikan investasi,” kata Bambang.
Sementara itu, Menteri PPN/Kepala Bappenas Adrinof Chaniago dalam keterangan tertulisnya mengatakan, pengaruh kenaikan harga BBM Rp2.000/ liter adalah 2,27% terhadap inflasi dan 0,02% terhadap pertumbuhan ekonomi. Meski begitu, menurut perhitungan Bappenas, tiap kenaikan harga BBM bersubsidi Rp500/liter yang diikuti dengan pemanfaatan dana penghematan subsidi akan menaikkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,005%.
“Karena pengaruhnya sangat kecil, maka diasumsikan bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp1.000, Rp2.000, atau Rp3.000, jika disertai pemanfaatan dana penghematan subsidi, tidak memengaruhi pertumbuhan,” katanya. Namun, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual memperkirakan kenaikan harga BBM akan menekan pertumbuhan ekonomi hingga ke kisaran 5%.
Dia pun pesimistis tahun depan pertumbuhan bisa mencapai 5,8% seperti yang diharapkan pemerintah. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi hanya akan berada di kisaran 5,5%. “Itu pun dengan catatan pembangunan infrastruktur mulai berjalan,” ujarnya. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, diperlukan pembangunan infrastruktur dengan mengalihkan dana subsidi.
Namun, implementasi di lapangan belum tentu berjalan lancar. Hambatan-hambatan administratif seperti pembebasan lahan dan lain-lain diperkirakan memperlambat proyek-proyek pemerintah. “Saya enggak yakin di semester satu (2015) semua hambatan di lapangan seperti birokrasi, administrasi itu bisa diatasi, karena itu perlu mitigasi untuk sektor konsumsi,” kata dia kepada KORAN SINDO.
Bentuk mitigasi itu menurutnya bisa berupa insentif pengurangan pajak bagi kelas menengah. Pasalnya, kenaikan harga BBM akan memengaruhi daya beli untuk barang tahan lama. Hal tersebut menurutnya pernah dilakukan pemerintah di tahun 2008 untuk mempertahankan daya beli masyarakat.
Kontribusi konsumsi rumah tangga pada pertumbuhan ekonomi yang turun juga tidak bisa serta merta digantikan oleh pertumbuhan investasi. Pasalnya, investor pasti masih akan wait and see terkait realokasi subsidi BBM pada sektor-sektor produktif seperti infrastruktur. “Saya enggak yakin, yang mungkin berjalan adalah untuk perlindungan sosial itu, tapi untuk infrastruktur apakah bisa di kuartal pertama, di sisi lain dananya idle, pemerintah enggak melakukan belanja, dan itu bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi,” tambah David.
Karena itu, sembari menunggu proyek-proyek infrastruktur berjalan lancar, dia menyarankan pemerintah untuk memberikan insentif pajak agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Dia mengingatkan, pertumbuhan konsumsi yang saat ini di kisaran 5% terus menunjukkan tren penurunan, yang bisa berlanjut hingga menyentuh angka 4%. Menurutnya ini berbahaya karena saat ini kinerja ekspor pun tengah mengalami pelambatan.
Ria martati
(ars)