Saatnya Penguatan Subsidi Bunga untuk UKM
A
A
A
Pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan harga BBM melalui kebijakan pengalihan subsidi ke sektor produktif. Kebijakan itu akan memicu kenaikan inflasi sekitar 2%.
Mengantisipasi dampak kenaikan BBM terhadap inflasi, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan menaikkan BI Rate menjadi 7,75%. Dari datalaporanbank, posisi Oktober 2014, perbankan komersial menetapkan suku bunga kredit investasi sekitar 12,35%, suku bunga kredit modal sekitar 12,79%, dan suku bunga kredit konsumsi sekitar 13,31%.
Suku bunga pinjaman bank komersial di Indonesia dikritik oleh beberapa pihak karena dianggap lebih tinggi dibanding dengan suku bunga pinjaman beberapa negara tetangga. Indikasi tersebut tampak pula dari kecenderungan sektor riil untuk mendapatkan kredit dari sumber pembiayaan luar negeri, yang akhirnya berakibat beban utang luar negeri swasta yang besar, yang berpotensi menekan nilai tukar rupiah.
Beberapa pertanyaan timbul yaitu bagaimana sesungguhnya penentuan suku bunga bank dan bagaimana hubungannya dengan suku bunga acuan Bank Indonesia tersebut, ide apa yang dapat disumbangkan dari perkembangan suku bunga tersebut bagi perekonomian nasional, khususnya pemanfaatan pengalihan subsidi BBM bagi pengembangan ekonomi masyarakat kecil melalui pengembangan UKM?.
Pada dasarnya bank tidak dapat bertindak sebagai price taker, namun dalam menentukan suku bunga pinjaman akan didasarkan pada permintaan kredit dan tingkat tabungan masyarakat di bank. Tingkat suku bunga kredit dipengaruhi oleh tingkat pendapatan riil masyarakat dan laju inflasi. Pada kondisi ekonomi yang membaik, beberapa proyek akan memberikan prospek laba yang lebih baik, sehingga mendorong peningkatan permintaan kredit. Lebih spesifik lagi bahwa peningkatan permanen income pada masyarakat akan berdampak pada peningkatan kredit.
Peningkatan ekonomi akan berdampak pula pada pasar keuangan, peningkatan opportunity cost dari pasar keuangan dan meningkatkan daya tarik dari sisi permintaan kredit. Peningkatan kredit akan meningkatkan tingkat suku bunga. Tingkat suku bunga deposito dipengaruhi secara negatif pendapatan riil masyarakat dan inflasi. Peningkatan income masyarakat akan berpengaruh pada kecenderungan masyarakat untuk menabung.
Sebagai akibatnya menjadikan insentif bagi bank untuk menurunkan suku bunga deposito. Ketika suku bunga deposito cenderung turun, maka akan terjadi kecenderungan perpindahan dana dari simpanan di bank ke penanaman dalam bentuk surat berharga pasar uang, khususnya yang memiliki risiko relatif nol persen, seperti SUN dan SBI. Kecenderungan perpindahan dana tersebut akan berdampak pada peningkatan suku bunga simpanan bank.
Di sisi lain, kenaikan biaya intermediasi bank berdampak pada kenaikan tingkat bunga pinjaman dan atau pada penurunan tingkat bunga deposito. Selain itu, tingkat bunga pinjaman dipengaruhi pula oleh risiko portofolio kredit. Bank yang membiayai proyek- proyek berisiko tinggi akan menetapkan suku bunga yang lebih tinggi untuk mengantisipasi timbulnya risiko kredit macet.
Biaya bunga dalam struktur perusahaan pada dasarnya hanya sebesar sekitar 6% dari total biaya perusahaan (untuk sektor industri pada umumnya). Oleh karena itu, bunga kredit investasi dan bunga kredit modal kerja tidak berdampak besarpada bebanbiayaproduksi. Apalagi jika besarnya suku bunga untuk kedua jenis kredit tersebut dapat ditekan. Permasalahan timbul pada kredit konsumsi.
Kredit konsumsi sifatnya bukan jenis kredit produktif. Pengeluaran kredit konsumsi tidak menimbulkan return bagi yang bersangkutan. Diperlukan adanya perubahan sudut pandang atas kredit konsumsi tersebut. Kredit untuk konsumen sebaiknya disalurkan melalui kredit yang diberikan kepada produsen.
Produsen melalui kebijakan penjualannya akan melakukan penjualan kredit dengan harga yang lebih realistis karena ketika melakukan penjualan kredit akan memperhitungkan laba usaha secara terpisah. Berbeda bila kredit diberikan kepada konsumen, maka konsumen akan membayar secara kredit laba produsen, yang harus dibayar secara kredit. Kondisi tersebut diharapkan beban masyarakat akan menjadi berkurang.
Dengan demikian insentif suku bunga kredit yang rendah sebaiknya diberikan kepada jenis kredit investasi dan kredit modal kerja. Sedangkan suku bunga kredit konsumsi lebih cenderung diserahkan kepada mekanisme pasar. Di samping itu, untuk mendorong sektor UKM, penguatan subsidi bunga kredit investasi dan kredit modal dari pengalihan subsidi BBM akan menciptakan semangat usaha yang signifikan.
Ketika suku bunga kredit investasi dan kredit modal kerja bagi UKM dapat ditekan rendah, akan mendorong stimulus ekonomi rakyat kecil, yang tentunya mendorong ekonomi negeri ini. Dampak kenaikan harga-harga karena kenaikan harga BBM pada waktunya akan diredam dengan kenaikan daya beli masyarakat, akibat peningkatan produksi sektor UKM.
Untoro Kayatnan
Pengamat Keuangan, Peneliti di Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral - Bank Indonesia
Mengantisipasi dampak kenaikan BBM terhadap inflasi, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan menaikkan BI Rate menjadi 7,75%. Dari datalaporanbank, posisi Oktober 2014, perbankan komersial menetapkan suku bunga kredit investasi sekitar 12,35%, suku bunga kredit modal sekitar 12,79%, dan suku bunga kredit konsumsi sekitar 13,31%.
Suku bunga pinjaman bank komersial di Indonesia dikritik oleh beberapa pihak karena dianggap lebih tinggi dibanding dengan suku bunga pinjaman beberapa negara tetangga. Indikasi tersebut tampak pula dari kecenderungan sektor riil untuk mendapatkan kredit dari sumber pembiayaan luar negeri, yang akhirnya berakibat beban utang luar negeri swasta yang besar, yang berpotensi menekan nilai tukar rupiah.
Beberapa pertanyaan timbul yaitu bagaimana sesungguhnya penentuan suku bunga bank dan bagaimana hubungannya dengan suku bunga acuan Bank Indonesia tersebut, ide apa yang dapat disumbangkan dari perkembangan suku bunga tersebut bagi perekonomian nasional, khususnya pemanfaatan pengalihan subsidi BBM bagi pengembangan ekonomi masyarakat kecil melalui pengembangan UKM?.
Pada dasarnya bank tidak dapat bertindak sebagai price taker, namun dalam menentukan suku bunga pinjaman akan didasarkan pada permintaan kredit dan tingkat tabungan masyarakat di bank. Tingkat suku bunga kredit dipengaruhi oleh tingkat pendapatan riil masyarakat dan laju inflasi. Pada kondisi ekonomi yang membaik, beberapa proyek akan memberikan prospek laba yang lebih baik, sehingga mendorong peningkatan permintaan kredit. Lebih spesifik lagi bahwa peningkatan permanen income pada masyarakat akan berdampak pada peningkatan kredit.
Peningkatan ekonomi akan berdampak pula pada pasar keuangan, peningkatan opportunity cost dari pasar keuangan dan meningkatkan daya tarik dari sisi permintaan kredit. Peningkatan kredit akan meningkatkan tingkat suku bunga. Tingkat suku bunga deposito dipengaruhi secara negatif pendapatan riil masyarakat dan inflasi. Peningkatan income masyarakat akan berpengaruh pada kecenderungan masyarakat untuk menabung.
Sebagai akibatnya menjadikan insentif bagi bank untuk menurunkan suku bunga deposito. Ketika suku bunga deposito cenderung turun, maka akan terjadi kecenderungan perpindahan dana dari simpanan di bank ke penanaman dalam bentuk surat berharga pasar uang, khususnya yang memiliki risiko relatif nol persen, seperti SUN dan SBI. Kecenderungan perpindahan dana tersebut akan berdampak pada peningkatan suku bunga simpanan bank.
Di sisi lain, kenaikan biaya intermediasi bank berdampak pada kenaikan tingkat bunga pinjaman dan atau pada penurunan tingkat bunga deposito. Selain itu, tingkat bunga pinjaman dipengaruhi pula oleh risiko portofolio kredit. Bank yang membiayai proyek- proyek berisiko tinggi akan menetapkan suku bunga yang lebih tinggi untuk mengantisipasi timbulnya risiko kredit macet.
Biaya bunga dalam struktur perusahaan pada dasarnya hanya sebesar sekitar 6% dari total biaya perusahaan (untuk sektor industri pada umumnya). Oleh karena itu, bunga kredit investasi dan bunga kredit modal kerja tidak berdampak besarpada bebanbiayaproduksi. Apalagi jika besarnya suku bunga untuk kedua jenis kredit tersebut dapat ditekan. Permasalahan timbul pada kredit konsumsi.
Kredit konsumsi sifatnya bukan jenis kredit produktif. Pengeluaran kredit konsumsi tidak menimbulkan return bagi yang bersangkutan. Diperlukan adanya perubahan sudut pandang atas kredit konsumsi tersebut. Kredit untuk konsumen sebaiknya disalurkan melalui kredit yang diberikan kepada produsen.
Produsen melalui kebijakan penjualannya akan melakukan penjualan kredit dengan harga yang lebih realistis karena ketika melakukan penjualan kredit akan memperhitungkan laba usaha secara terpisah. Berbeda bila kredit diberikan kepada konsumen, maka konsumen akan membayar secara kredit laba produsen, yang harus dibayar secara kredit. Kondisi tersebut diharapkan beban masyarakat akan menjadi berkurang.
Dengan demikian insentif suku bunga kredit yang rendah sebaiknya diberikan kepada jenis kredit investasi dan kredit modal kerja. Sedangkan suku bunga kredit konsumsi lebih cenderung diserahkan kepada mekanisme pasar. Di samping itu, untuk mendorong sektor UKM, penguatan subsidi bunga kredit investasi dan kredit modal dari pengalihan subsidi BBM akan menciptakan semangat usaha yang signifikan.
Ketika suku bunga kredit investasi dan kredit modal kerja bagi UKM dapat ditekan rendah, akan mendorong stimulus ekonomi rakyat kecil, yang tentunya mendorong ekonomi negeri ini. Dampak kenaikan harga-harga karena kenaikan harga BBM pada waktunya akan diredam dengan kenaikan daya beli masyarakat, akibat peningkatan produksi sektor UKM.
Untoro Kayatnan
Pengamat Keuangan, Peneliti di Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral - Bank Indonesia
(ars)