Asumsi Makro Akan Direvisi di RAPBN-P 2015
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah kemungkinan akan mengubah beberapa asumsi ekonomi makro dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015. Dua asumsi yang bakal diubah adalah harga minyak dan inflasi.
“ICP (Indonesia Crude Price) sudah pasti berubah, kita masih tunggu dari SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi),” ujar Kepala Pusat Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Lucky Alfirman di Jakarta, kemarin.
Seperti diketahui, dalam asumsi dasar ekonomi makro APBN 2015, harga minyak Indonesia atau ICP dipatok USD105 per barel. Karena harga minyak dunia saat ini tengah mengalami penurunan, otomatis harga minyak Indonesia pun ikut turun dalam beberapa minggu terakhir. Harga minyak Indonesia pada bulan Januari tercatat sebesar USD105 per barel dan naik pada Februari hingga Juni ke atas USD105 per barel, bahkan sempat menyentuh USD109 per barel.
Namun, per Juli ICP turun menjadi USD104 per barel, dan pada Agustus turun lagi ke USD99,5 per barel. Pada bulan September ICP kembali turun ke level USD95 per barel dan masih turun pada Oktober ke level USD83 per barel. Pada November hingga Desember diperkirakan ICP berada di bawah USD83 per barel. Jika dirata- ratakan, dalam setahun ini ICP berada di level USD99 per barel. “Kayaknya turun terus. Saya enggak bisa ngomongin sekarang,” tuturnya.
Lucky mengatakan, pemerintah juga akan menghitung target pertumbuhan ekonomi. Langkah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi diperkirakan menghemat anggaran. Dalam hitungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dengan penaikan harga premium dan solar Rp2.000 per liter, negara bisa menghemat Rp110– 140 triliun tahun depan. Sementara, tahun ini atau selama kurang lebih 1,5 bulan, pemerintah diperkirakan bisa melakukan penghematan senilai Rp9 triliun hingga Rp9,5 triliun.
Hasil penghematan itu akan dialihkan untuk belanja produktif terutama pembangunan infrastruktur dasar dan perlindungan sosial. Namun, meski realokasi subsidi BBM akan mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah juga memperhitungkan dampak kenaikan suku bunga acuan BI Rate. “(Pertumbuhan ekonomi) bisa lebih bagus karena saving-nya besar, tapi BI melakukan perlambatan, itu kita hitung semua,” tambahnya.
Terpisah, Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, pemerintah masih menghitung asumsi harga ICP. Pasalnya, harga minyak dunia bisa berubah drastis. “Iya kemungkinan kan kita enggak tahu kalau besok tiba-tiba ada huru-hara di Timur Tengah, harga minyak bisa naik tinggi. kita lihat dulu harga minyak dari berbagai sumber sebelum kita memutuskan itu,” kata dia kemarin.
Menurut Bambang, pemerintah kemungkinan juga akan mengubah asumsi inflasi dari 4,4% pada APBN 2015 menjadi 5% dalam RAPBN-P 2015. Sebelumnya Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan BI Rate naik sebesar 25 bps menjadi 7,75%, dengan suku bunga lending facility sebesar 50 bps menjadi 8% dan suku bunga deposit facility tetap pada level 5,75% berlaku efektif sejak 19 November 2014.
Kenaikan BI Rateini dilakukan untuk merespons ekspektasi inflasi, menjaga kondisi defisit neraca berjalan, menjaga likuiditas perbankan, dan meningkatkan pertumbuhan kredit. Gubernur BI Agus DW Martowardjojo mengatakan, kenaikan BI Rate ditempuh untuk menjangkau ekspektasi inflasi dan memastikan bahwa tekanan inflasi pascakenaikan harga BBM bersubsidi tetap terkendali, temporer, dan dapat segera kembali pada lintasan sasaran yaitu 4±1% pada tahun 2015
Di sisi lain, Bambang yakin target pertumbuhan tahun depan sebesar 5,8% masih dapat diupayakan tercapai. Adapun, nilai tukar rupiah kemungkinan tidak akan mengalami perubahan yaitu di level Rp11.900 per dolar. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Andin Hadiyanto mengatakan, jika melihat tren penurunan harga minyak Indonesia, kemungkinan pemerintah akan mematok asumsi ICP dalam RAPBN-P 2015 di kisaran USD100 per barel.
“Lagi rapat koordinasi semua. Kita lihat lagi terutama ICP, relatif lebih rendah. Mungkin sekitar USD100- an. Tapi, kita belum konsultasi lagi dengan Kementerian ESDM,” kata dia.
Ria martati
“ICP (Indonesia Crude Price) sudah pasti berubah, kita masih tunggu dari SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi),” ujar Kepala Pusat Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Lucky Alfirman di Jakarta, kemarin.
Seperti diketahui, dalam asumsi dasar ekonomi makro APBN 2015, harga minyak Indonesia atau ICP dipatok USD105 per barel. Karena harga minyak dunia saat ini tengah mengalami penurunan, otomatis harga minyak Indonesia pun ikut turun dalam beberapa minggu terakhir. Harga minyak Indonesia pada bulan Januari tercatat sebesar USD105 per barel dan naik pada Februari hingga Juni ke atas USD105 per barel, bahkan sempat menyentuh USD109 per barel.
Namun, per Juli ICP turun menjadi USD104 per barel, dan pada Agustus turun lagi ke USD99,5 per barel. Pada bulan September ICP kembali turun ke level USD95 per barel dan masih turun pada Oktober ke level USD83 per barel. Pada November hingga Desember diperkirakan ICP berada di bawah USD83 per barel. Jika dirata- ratakan, dalam setahun ini ICP berada di level USD99 per barel. “Kayaknya turun terus. Saya enggak bisa ngomongin sekarang,” tuturnya.
Lucky mengatakan, pemerintah juga akan menghitung target pertumbuhan ekonomi. Langkah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi diperkirakan menghemat anggaran. Dalam hitungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dengan penaikan harga premium dan solar Rp2.000 per liter, negara bisa menghemat Rp110– 140 triliun tahun depan. Sementara, tahun ini atau selama kurang lebih 1,5 bulan, pemerintah diperkirakan bisa melakukan penghematan senilai Rp9 triliun hingga Rp9,5 triliun.
Hasil penghematan itu akan dialihkan untuk belanja produktif terutama pembangunan infrastruktur dasar dan perlindungan sosial. Namun, meski realokasi subsidi BBM akan mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah juga memperhitungkan dampak kenaikan suku bunga acuan BI Rate. “(Pertumbuhan ekonomi) bisa lebih bagus karena saving-nya besar, tapi BI melakukan perlambatan, itu kita hitung semua,” tambahnya.
Terpisah, Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, pemerintah masih menghitung asumsi harga ICP. Pasalnya, harga minyak dunia bisa berubah drastis. “Iya kemungkinan kan kita enggak tahu kalau besok tiba-tiba ada huru-hara di Timur Tengah, harga minyak bisa naik tinggi. kita lihat dulu harga minyak dari berbagai sumber sebelum kita memutuskan itu,” kata dia kemarin.
Menurut Bambang, pemerintah kemungkinan juga akan mengubah asumsi inflasi dari 4,4% pada APBN 2015 menjadi 5% dalam RAPBN-P 2015. Sebelumnya Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan BI Rate naik sebesar 25 bps menjadi 7,75%, dengan suku bunga lending facility sebesar 50 bps menjadi 8% dan suku bunga deposit facility tetap pada level 5,75% berlaku efektif sejak 19 November 2014.
Kenaikan BI Rateini dilakukan untuk merespons ekspektasi inflasi, menjaga kondisi defisit neraca berjalan, menjaga likuiditas perbankan, dan meningkatkan pertumbuhan kredit. Gubernur BI Agus DW Martowardjojo mengatakan, kenaikan BI Rate ditempuh untuk menjangkau ekspektasi inflasi dan memastikan bahwa tekanan inflasi pascakenaikan harga BBM bersubsidi tetap terkendali, temporer, dan dapat segera kembali pada lintasan sasaran yaitu 4±1% pada tahun 2015
Di sisi lain, Bambang yakin target pertumbuhan tahun depan sebesar 5,8% masih dapat diupayakan tercapai. Adapun, nilai tukar rupiah kemungkinan tidak akan mengalami perubahan yaitu di level Rp11.900 per dolar. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Andin Hadiyanto mengatakan, jika melihat tren penurunan harga minyak Indonesia, kemungkinan pemerintah akan mematok asumsi ICP dalam RAPBN-P 2015 di kisaran USD100 per barel.
“Lagi rapat koordinasi semua. Kita lihat lagi terutama ICP, relatif lebih rendah. Mungkin sekitar USD100- an. Tapi, kita belum konsultasi lagi dengan Kementerian ESDM,” kata dia.
Ria martati
(ars)