Ekonom Kritik Penjualan Bank Mutiara
A
A
A
JAKARTA - Penjualan Bank Mutiara masih menimbulkan tanda tanya bagi masyarakat yang mengikuti sejak polemik kasus Bank Century.
Tidak terlepas juga pengamat perbankan yang juga berbeda pandangan melihat penjualan Bank Mutiara senilai Rp4,41 T.
Misalnya, ekonom dari BNI Ryan Kiryanto yang menilai penjualan Bank Mutiara harus dilihat dari perspektif prosedural yang mengikuti regulasi.
Dia menilai sejauh aspek regulasi tidak dilanggar, maka penjualan ke pembeli tentu tidak memiliki masalah.
Pihaknya memaklumi persoalan harga jual yang di bawah nilai penempatan modal sementara.
"Tentu LPS punya pertimbangan baik secara hukum maupun ekonomi. Jadi silakan saja ditanya lagi soal ini ke LPS. Karena publik juga tidak tahu persis berapa sesungguhnya nilai penjualan ke investor pembeli," ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Kamis (20/11/2014).
Menurutnya, kemungkinan masih akan ada polemik mengenai penjualan Bank Mutiara. Namun, kemungkinan hanya soal nilai jualnya, bukan pada prosedur penjualannya.
Sementara, ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai akuisisi bank mutiara oleh J Trust cukup positif. Karena, Bank Mutiara memerlukan shareholder yang kredibel dan kuat.
Selanjutnya akan membawa perkembangan yang lebih baik bagi Bank Mutiara. Namun, dia mengingatkan pihak otoritas ke depan perlu meningkatkan azaz resiprokal dengan otoritas moneter Jepang.
"Ini dapat menjadi peluang melakukan azaz resiprokal, sehingga perbankan nasional juga dapat berekspansi ke Jepang dan negara lainnya," ujar Josua.
Di samping itu, dia mengingatkan otoritas jasa keuangan (OJK) untuk perlu mereview kembali terkait kepemilikan asing.
Karena, dalam hal ini kepemilikan J Trust lebih dari 40% bertentangan dengan single presence policy.
"Ini pasti perlu direview supaya kondisi mikro perbankan juga tetap terjaga dan makin kondusif ke depannya," ujar Josua.
Tidak ketinggalan pengamat ekonomi Paul Sutaryono yang menilai penjualan senilai Rp4,41 triliun itu berarti "hanya" memiliki PBV (price book value) 2,94 kali.
Tapi, menurutnya hal itu sudah lebih tinggi dari tawaran BRI sebesar Rp3 triliun. Seharusnya, nilainya bisa lebih tinggi lagi atau mininal sebanding saat BTPN diakuisisi hingga 3,42 kali.
Maka, nilainya bisa mencapai Rp5,13 triliun. "Namun polemik bukan hanya karena itu tapi karena diduga di dalam J Trust itu ada pemilik lama. Ini berarti bisa melanggar regulasinya," pungkas Paul.
(Baca: Bank Mutiara Resmi Dibeli J Trust Senilai Rp4,4 T)
Tidak terlepas juga pengamat perbankan yang juga berbeda pandangan melihat penjualan Bank Mutiara senilai Rp4,41 T.
Misalnya, ekonom dari BNI Ryan Kiryanto yang menilai penjualan Bank Mutiara harus dilihat dari perspektif prosedural yang mengikuti regulasi.
Dia menilai sejauh aspek regulasi tidak dilanggar, maka penjualan ke pembeli tentu tidak memiliki masalah.
Pihaknya memaklumi persoalan harga jual yang di bawah nilai penempatan modal sementara.
"Tentu LPS punya pertimbangan baik secara hukum maupun ekonomi. Jadi silakan saja ditanya lagi soal ini ke LPS. Karena publik juga tidak tahu persis berapa sesungguhnya nilai penjualan ke investor pembeli," ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Kamis (20/11/2014).
Menurutnya, kemungkinan masih akan ada polemik mengenai penjualan Bank Mutiara. Namun, kemungkinan hanya soal nilai jualnya, bukan pada prosedur penjualannya.
Sementara, ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai akuisisi bank mutiara oleh J Trust cukup positif. Karena, Bank Mutiara memerlukan shareholder yang kredibel dan kuat.
Selanjutnya akan membawa perkembangan yang lebih baik bagi Bank Mutiara. Namun, dia mengingatkan pihak otoritas ke depan perlu meningkatkan azaz resiprokal dengan otoritas moneter Jepang.
"Ini dapat menjadi peluang melakukan azaz resiprokal, sehingga perbankan nasional juga dapat berekspansi ke Jepang dan negara lainnya," ujar Josua.
Di samping itu, dia mengingatkan otoritas jasa keuangan (OJK) untuk perlu mereview kembali terkait kepemilikan asing.
Karena, dalam hal ini kepemilikan J Trust lebih dari 40% bertentangan dengan single presence policy.
"Ini pasti perlu direview supaya kondisi mikro perbankan juga tetap terjaga dan makin kondusif ke depannya," ujar Josua.
Tidak ketinggalan pengamat ekonomi Paul Sutaryono yang menilai penjualan senilai Rp4,41 triliun itu berarti "hanya" memiliki PBV (price book value) 2,94 kali.
Tapi, menurutnya hal itu sudah lebih tinggi dari tawaran BRI sebesar Rp3 triliun. Seharusnya, nilainya bisa lebih tinggi lagi atau mininal sebanding saat BTPN diakuisisi hingga 3,42 kali.
Maka, nilainya bisa mencapai Rp5,13 triliun. "Namun polemik bukan hanya karena itu tapi karena diduga di dalam J Trust itu ada pemilik lama. Ini berarti bisa melanggar regulasinya," pungkas Paul.
(Baca: Bank Mutiara Resmi Dibeli J Trust Senilai Rp4,4 T)
(izz)