Kadin: Target Pertumbuhan Ekonomi 7%, Jangan Skeptis

Jum'at, 21 November 2014 - 16:28 WIB
Kadin: Target Pertumbuhan Ekonomi 7%, Jangan Skeptis
Kadin: Target Pertumbuhan Ekonomi 7%, Jangan Skeptis
A A A
JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan bahwa dunia usaha jangan bersikap skeptis terhadap angka proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 7%, tax ratio lebih dari 16%, serta angka-angka pembangunan infrastruktur yang ditargetkan oleh pemerintah selama tahun 2014-2019.

“Dunia usaha juga tidak seharusnya hanya beharap dan menunggu. Dunia usaha perlu menempatkan diri pada posisi proaktif bekerja bersama pemerintah,” kata Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto dalam Rakernas Kadin bertema Mengetahui Arah Politik Anggaran Pemerintahan Jokowi–JK di Jakarta, Jumat (21/11/2014).

Menurut Suryo, dunia usaha memiliki perspektif tersendiri dalam memahami permasalahan ekonomi, baik sebagai sarana untuk menciptakan kemakmuran maupun sebagai instrumen pertumbuhan.

Dia mengaku, keunggulan posisi dunia usaha sebagai pelaku ekonomi itu harus disumbangkan kepada pemerintah untuk kepentingan nasional. Suryo menjelaskan, kelemahan negara dalam melakukan pembangunan dapat dilihat dari ruang fiskal yang jauh dari menggembirakan.

Selama ini ruang fiskal yang sempit dikaitkan dengan besarnya subsidi BBM. Namun di balik itu, utang luar negeri Indonesia sangat memprihatinkan.

Sampai Agustus 2014, utang swasta mencapai Rp3,540 triliun atau setara USD290, 4 miliar. Kemampuan negara dalam membayar utang dari tahun ke tahun ternyata juga terus menurun. Debt to service ratio saat ini mencapai lebih dari 40%.

Sementara utang pemerintah hingga September 2014 mencapai Rp2.602 triliun atau 25% dari PDB. Menurut dia, meskipun jumlah utang masih dianggap aman karena di bawah batas 60%, tetapi pembayaran cicilan dan bunga cukup membebani APBN.

Dengan beban pembayaran utang dan beban subsidi BBM yang besar, maka APBN hanya cukup untuk belanja rutin. Dengan penerimaan pajak yang kurang dari 70%, maka kemampuan negara untuk melakukan pembangunan sangat lemah.

"Bahkan untuk membayar cililan dan bunga utang, negara harus mengambil utang baru. Belum lagi adanya kenyataan bahwa kepemilikan asing atas surat utang juga sangat besar, yakni sekitar 38%,” tandas Suryo.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8183 seconds (0.1#10.140)