NPL Perbankan Meningkat
A
A
A
JAKARTA - Kredit bermasalah perbankan (non-performing loan/ NPL) pada September mencapai Rp27,078 triliun dari Rp655,627 triliun kredit yang disalurkan.
Berdasarkan data Statistik PerbankanIndonesia( SPI) yangdirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio ini meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu hanya 3,46%. Ekonom Standard Chartered Fauzi Ichsan menambahkan, peningkatan kredit bermasalah masih cukup kecil karena masih dibawah level 5%.
Menurutnya, melambatnya pertumbuhan ekonomi menyebabkan NPL naik. “Perbankan akan mengerem pertumbuhan kreditnya kalau suku bunga acuan BI naik,” katanya saat dihubungi kemarin. Fauzi mengungkapkan, kenaikan NPL sangat dipicu anjloknya harga komoditas, terutama batu bara. Namun, dia memprediksi pertumbuhan kredit sampai akhir tahun masih sesuai arahan Bank Indonesia.
“Masih 15%, sesuai targetnya BI,” tukasnya. Sebelumnya Bank Indonesia (BI) memprediksi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) akan berdampak pada kenaikan kredit bermasalah. Meski begitu, angkanya relatif kecil yaitu sekitar 0,1-0,2%. Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan, kenaikan harga BBM tentu akan berdampak pada kenaikan inflasi, setidaknya selama tiga bulan.
Menurutdia, kenaikaninflasi itu akan berpengaruh pada menurunnya daya beli masyarakat. Pada akhirnya, perusahaan-perusahaan akan mengalami penurunan permintaan atas barang yang mereka produksi. “Ini tentu akan berdampak pada kelancaran membayar kewajiban pada bank,” kata dia belum lama ini.
Juli lalu BI juga sempat mencermati kenaikan NPL di beberapa sektor akibat pelambatan pertumbuhan ekonomi. BI masih mencermati penyebab pemburukan kualitas aset perbankan pada Juli. Seperti diketahui, per Juli 2014 NPL di empat sektor mengalami kenaikan. NPL sektor konstruksi tercatat naik dari 4,24% pada Juni menjadi 4,43%. NPL sektor pertambangan juga naik menjadi 3,09% dibandingkan bulan sebelumnya 2,49%.
Adapun, sektor perdaganganmencatatNPL3,06% dari 2,92% dan jasa sosial naik menjadi 2,96% dari 2,48% pada bulan sebelumnya. BI memperkirakan, rasio kredit bermasalah bank akan membaik di semester kedua karena kondisi likuiditas yang diperkirakan akan kembali longgar pada semester kedua dipercaya akan membantu bank memperbaiki kualitas asetnya.
Secara industri, NPL per Juli masih 2,24%. Namun, pada Agustus industri perbankan nasional kembali mencatatkenaikanNPLmenjadi2,31%. Sementara, Direktur Operasional Bank DKI Martono Seoprapto mengatakan, pihaknya akan semakin selektif dalam menyeleksi nasabah UMKM untuk mencegah tingginya NPL.
Dia mengungkapkan, sejauh ini NPL di sektor UMKM di Bank DKI tidak terlalu signifikan atau masih dalam batas toleransi. Selama ini juga kredit UMKM tidak terlalu agresif. Bank DKI pun akan menargetkan rasio NPL di angka 2%. Corporate Secretary Bank BRI Budi Satria menambahkan, hingga akhir tahun ini pihaknya masih akan tetap mendorong ekspansi kredit, khususnya kredit UMKM.
Sampai saat ini perseroan tidak menaikkan suku bunga UMKM. Dia menyatakan, kondisi makroekonomi saat inilah yang jadi faktor penyebab utama. “Kondisi makroekonomi seperti saat ini sudah diperkirakan sebelumnya. Kita lihat situasinya nanti,“ ujar Budi kepada KORAN SINDO kemarin.
Hingga saat ini NPL gross BRI berada pada angka 1,89% dengan nett 0,46%. Pihaknya menargetkan, NPL sampai akhir tahun bisa lebih kecil dari NPL saat ini.
Kunthi fahmar sandy
Berdasarkan data Statistik PerbankanIndonesia( SPI) yangdirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio ini meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu hanya 3,46%. Ekonom Standard Chartered Fauzi Ichsan menambahkan, peningkatan kredit bermasalah masih cukup kecil karena masih dibawah level 5%.
Menurutnya, melambatnya pertumbuhan ekonomi menyebabkan NPL naik. “Perbankan akan mengerem pertumbuhan kreditnya kalau suku bunga acuan BI naik,” katanya saat dihubungi kemarin. Fauzi mengungkapkan, kenaikan NPL sangat dipicu anjloknya harga komoditas, terutama batu bara. Namun, dia memprediksi pertumbuhan kredit sampai akhir tahun masih sesuai arahan Bank Indonesia.
“Masih 15%, sesuai targetnya BI,” tukasnya. Sebelumnya Bank Indonesia (BI) memprediksi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) akan berdampak pada kenaikan kredit bermasalah. Meski begitu, angkanya relatif kecil yaitu sekitar 0,1-0,2%. Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan, kenaikan harga BBM tentu akan berdampak pada kenaikan inflasi, setidaknya selama tiga bulan.
Menurutdia, kenaikaninflasi itu akan berpengaruh pada menurunnya daya beli masyarakat. Pada akhirnya, perusahaan-perusahaan akan mengalami penurunan permintaan atas barang yang mereka produksi. “Ini tentu akan berdampak pada kelancaran membayar kewajiban pada bank,” kata dia belum lama ini.
Juli lalu BI juga sempat mencermati kenaikan NPL di beberapa sektor akibat pelambatan pertumbuhan ekonomi. BI masih mencermati penyebab pemburukan kualitas aset perbankan pada Juli. Seperti diketahui, per Juli 2014 NPL di empat sektor mengalami kenaikan. NPL sektor konstruksi tercatat naik dari 4,24% pada Juni menjadi 4,43%. NPL sektor pertambangan juga naik menjadi 3,09% dibandingkan bulan sebelumnya 2,49%.
Adapun, sektor perdaganganmencatatNPL3,06% dari 2,92% dan jasa sosial naik menjadi 2,96% dari 2,48% pada bulan sebelumnya. BI memperkirakan, rasio kredit bermasalah bank akan membaik di semester kedua karena kondisi likuiditas yang diperkirakan akan kembali longgar pada semester kedua dipercaya akan membantu bank memperbaiki kualitas asetnya.
Secara industri, NPL per Juli masih 2,24%. Namun, pada Agustus industri perbankan nasional kembali mencatatkenaikanNPLmenjadi2,31%. Sementara, Direktur Operasional Bank DKI Martono Seoprapto mengatakan, pihaknya akan semakin selektif dalam menyeleksi nasabah UMKM untuk mencegah tingginya NPL.
Dia mengungkapkan, sejauh ini NPL di sektor UMKM di Bank DKI tidak terlalu signifikan atau masih dalam batas toleransi. Selama ini juga kredit UMKM tidak terlalu agresif. Bank DKI pun akan menargetkan rasio NPL di angka 2%. Corporate Secretary Bank BRI Budi Satria menambahkan, hingga akhir tahun ini pihaknya masih akan tetap mendorong ekspansi kredit, khususnya kredit UMKM.
Sampai saat ini perseroan tidak menaikkan suku bunga UMKM. Dia menyatakan, kondisi makroekonomi saat inilah yang jadi faktor penyebab utama. “Kondisi makroekonomi seperti saat ini sudah diperkirakan sebelumnya. Kita lihat situasinya nanti,“ ujar Budi kepada KORAN SINDO kemarin.
Hingga saat ini NPL gross BRI berada pada angka 1,89% dengan nett 0,46%. Pihaknya menargetkan, NPL sampai akhir tahun bisa lebih kecil dari NPL saat ini.
Kunthi fahmar sandy
(ars)