Nasabah Kaya Indonesia Tumbuh 12%

Kamis, 27 November 2014 - 12:33 WIB
Nasabah Kaya Indonesia Tumbuh 12%
Nasabah Kaya Indonesia Tumbuh 12%
A A A
JAKARTA - Asosiasi Wealth Managers Bersertifikasi (Certified Wealth Managers Association/CWMA) memproyeksikan pertumbuhan jumlah nasabah kaya hingga 12% pada tahun ini.

Nasabah kaya memiliki simpanan Rp500 juta ke atas merupakan pengguna layanan wealth management di perbankan. Pendalaman produk wealth menegement sangat dibutuhkan untuk membantu menahan capital outflow dari pasar domestik. Sekretaris Jenderal CWMA Desi Armadiani mengatakan, jumlah nasabah prioritas di tahun lalu tercatat mencapai 860.814.

Pertumbuhan ini akan terus terjadi mengingat pertumbuhan ekonomi nasional terus mendorong peningkatan kelas ekonomi masyarakat. Hal ini membuat layanan wealth management sangat dibutuhkan dengan tujuan melindungi dan menjaga aset, mengumpulkan dan mengembangkan kekayaan, serta mewariskan dan menghadapi masa krisis.

”Pertumbuhan kelas high netwoth individual terus meningkat signifikan dan membutuhkan layanan prima. Ini menjadi tantangan perbankan dan praktisi wealth management untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun depan,” ujar Desi saat dihubungi kemarin. Dia menilai potensi nasabah kaya di Asia-Pasifik memiliki daya tarik yang sangat besar bagi perbankan besar di Asia dan Eropa.

Indonesia menjadi salah satu negara yang pertumbuhannya paling menjanjikan sehingga wajar dalam praktiknya banyak berdatangan private banker dari bank negara lain untuk berebut nasabah. Hal ini disebutnya akibat masih lemahnya infrastruktur layanan wealth management di dalam negeri. ”Kita masih lemah dalam underlying product yang miskin pilihan, hanya mengandalkan obligasi atau ORI,” ujarnya.

Ketua CWMA Darmadi Sutanto menambahkan pentingnya penguatan layanan wealth product dan kesiapan SDM, khususnya untuk menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Dia menilai saat ini ada keterbatasan produk wealth akibat minimnya SDM dan literasi keuangan masyarakat. Hal ini masih membuat produk bank asing masih lebih menarik bagi masyarakat Indonesia. Otomatis ini membuat wealth manager atau private banker asing sangat mudah mencari nasabah di negara ini.

”Ada banyak private banker yang berdatangan mencari nasabah di sini. Bahkan mereka merekrut WNI untuk menjaring nasabah. Kita harus kompetitif supaya investor tidak hanya menjadi PMA, namun juga berinvestasi di sektor keuangan kalau produk dan return menjanjikan,” ujar Darmadi beberapa waktu lalu.

Dia menilai terdapat permasalahan dalam industri wealth management di dalam negeri seperti keterbatasan produk, aturan main, perlindungan konsumen, stimulus, fee , dan infrastruktur. Wealth management juga merupakan strategi menarik aset orang kaya Indonesia yang tersebar di luar negeri. Namun, tantangan mengembalikannya bukan sekadar memperkuat produk, tapi sekelompok orang yang memang butuh ke sana.

”Selain itu juga ada isu pemutihan pajak dari kalangan pengusaha. Kalau ada lagi bisa jadi menarik aset mereka pulang. Juga ada kepentingan diversifikasi dan aset bermasalah yang pasti akan sulit dengan insentif apa pun,” ujarnya. Darmadi menyatakan siap meningkatkan literasi keuangan dengan mengadakan ”5th International Wealth Management and Private Banking Conference 2014” di Jakarta pada 28 November 2014.

Dalam acara tersebut pihak asosiasi akan memperkuat literasi keuangan di masyarakat. Para peserta dapat belajar investasi dan produk derivatif lain dalam bentuk kelas-kelas. Program ini diharapkan dapat meningkatkan perkembangan industri wealth management lewat iklim yang kondusif dan dengan regulasi yang solid dari otoritas. ”Ditargetkan ada 1.000 peserta. Ini pertama kali kami mengadakan kelaskelas yang menyasar edukasi kepada nasabah muda,” ujarnya.

Darmadi mengungkapkan, arus tenaga kerja asing di tahun depan mungkin bisa diwujudkan sehingga dampaknya arus paling kuat di bisnis wealth management. Saat ini sudah banyak dikenal tenaga kerja asing dengan istilah suit case banker yang membawa koper untuk melayani private banking di hotelhotel. Ini menjadi tantangan ke depan bagaimana kita dapat memitigasi risiko yang mungkin terjadi.

Saat ini masih ada proteksi instrumen yang harus dibuat di Indonesia. ”Ini ada baiknya dalam memitigasi risiko dan meminimalkan capital outflow , dengan menjaga produk dasarnya yang lokal. Dengan datangnya MEA bagaimana caranya kita membuat produk yang lebih menarik, supaya uang yang berputar itu dapat mendukung pembangunan,” ujarnya.

Hafid fuad
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6974 seconds (0.1#10.140)