Komisi Eropa Beri Tambahan Waktu untuk Prancis dan Italia
A
A
A
BRUSSELS - Uni Eropa (UE) memberi tambahan waktu tiga bulan hingga Maret pada Prancis, Italia, dan Belgia untuk membenahi anggaran mereka yang membengkak. Meski demikian, UE memperingatkan tetap akan memberlakukan sanksi tegas jika ketiga negara itu gagal memangkas belanja.
Ketiga negara itu disebut oleh Komisi Eropa saat lembaga itu mengumumkan hasil penilaian anggaran zona euro sesuai wewenang baru yang diberikan selama krisis utang. Brussels memang tidak langsung memberikan hukuman tapi menambah waktu untuk penerapan reformasi secara tegas. UE menunda sanksi keras pada negara yang berlebihan mengucurkan belanja di tengah seruan global pada Eropa agar memperlunak langkah penghematan.
“Komisi tidak akan ragu mengambil kebijakan jika mereka gagal bertindak hingga Maret,” ungkap Komisioner Urusan Ekonomi UE Pierre Moscovici dalam pengumumannya, dikutip kantor berita AFP kemarin. “Prancis khususnya telah mengalami perkembangan terbatas,” papar Moscovici, terkait langkah Paris menargetkan defisit 4,3% dari produk domestik bruto (PDB) pada 2015, di atas batas 3,0% yang ditetapkan UE.
Empat negara lainnya yakni Spanyol, Malta, Austria, juga belum memenuhi peraturan yang ada. Kepala Komisi Eropa yang baru, Jean-Claude Juncker, menjelaskan bahwa keputusan memperpanjang batas waktu itu karena setiap negara perlu waktu untuk memperbaiki anggarannya. “Saya mengambil pilihan tidak memberikan sanksi karena akan terlalu mudah,” ujarnya.
Meski demikian, dia menegaskan Komisi Eropa tetap tegas dalam anggaran belanja dan perlu reformasi. “Dalam perbincangan dengan para pemimpin Prancis dan Italia, saya jelaskan bahwa saya tidak ingin hanya janji tapi jadwal yang jelas,” tegas mantan Perdana Menteri (PM) Luksemburg tersebut. Juncker mengambil kebijakan itu karena khawatir masalah di 18 negara zona euro dapat menyebar ke wilayah lain di dunia.
Blok itu terperangkap dalam kondisi hampir nol pertumbuhan, mendekati deflasi dan mengalami tingkat pengangguran yang tinggi. Data yang dirilis Jumat (28/11) lalu menunjukkan inflasi di zona euro melemah mencapai level terendah dalam lima tahun yakni 0,3% pada November, adapun pengangguran mencapai 11,5%.
Toleransi yang diberikan oleh Komisi Eropa dapat membuat marah Jerman yang merasa frustrasi dengan lemahnya reformasi di Paris dan Roma. Meski demikian, Menteri Keuangan Jerman Wolfgang Schaeuble menyadari bahwa beberapa mitra paling penting bagi Jerman dalam situasi yang lebih sulit. Sejumlah pihak menyeru UE agar tidak melakukan penghematan anggaran.
OECD pekan ini mendesak UE agar lebih fleksibel dalam aturan fiskal untuk Prancis dan Italia demi mencegah terjadinya resesi baru di zona euro. Walaupun dengan nada yang lebih lunak, Komisi Eropa meminta Prancis dan negara lain untuk segera memenuhi berbagai aturan defisit UE. “Mereka harus melakukannya demi kepentingan zona euro. Setiap negara harus memainkan peran mereka untuk memperkuat pemulihan ekonomi,” tutur Moscovici.
Syarifudin
Ketiga negara itu disebut oleh Komisi Eropa saat lembaga itu mengumumkan hasil penilaian anggaran zona euro sesuai wewenang baru yang diberikan selama krisis utang. Brussels memang tidak langsung memberikan hukuman tapi menambah waktu untuk penerapan reformasi secara tegas. UE menunda sanksi keras pada negara yang berlebihan mengucurkan belanja di tengah seruan global pada Eropa agar memperlunak langkah penghematan.
“Komisi tidak akan ragu mengambil kebijakan jika mereka gagal bertindak hingga Maret,” ungkap Komisioner Urusan Ekonomi UE Pierre Moscovici dalam pengumumannya, dikutip kantor berita AFP kemarin. “Prancis khususnya telah mengalami perkembangan terbatas,” papar Moscovici, terkait langkah Paris menargetkan defisit 4,3% dari produk domestik bruto (PDB) pada 2015, di atas batas 3,0% yang ditetapkan UE.
Empat negara lainnya yakni Spanyol, Malta, Austria, juga belum memenuhi peraturan yang ada. Kepala Komisi Eropa yang baru, Jean-Claude Juncker, menjelaskan bahwa keputusan memperpanjang batas waktu itu karena setiap negara perlu waktu untuk memperbaiki anggarannya. “Saya mengambil pilihan tidak memberikan sanksi karena akan terlalu mudah,” ujarnya.
Meski demikian, dia menegaskan Komisi Eropa tetap tegas dalam anggaran belanja dan perlu reformasi. “Dalam perbincangan dengan para pemimpin Prancis dan Italia, saya jelaskan bahwa saya tidak ingin hanya janji tapi jadwal yang jelas,” tegas mantan Perdana Menteri (PM) Luksemburg tersebut. Juncker mengambil kebijakan itu karena khawatir masalah di 18 negara zona euro dapat menyebar ke wilayah lain di dunia.
Blok itu terperangkap dalam kondisi hampir nol pertumbuhan, mendekati deflasi dan mengalami tingkat pengangguran yang tinggi. Data yang dirilis Jumat (28/11) lalu menunjukkan inflasi di zona euro melemah mencapai level terendah dalam lima tahun yakni 0,3% pada November, adapun pengangguran mencapai 11,5%.
Toleransi yang diberikan oleh Komisi Eropa dapat membuat marah Jerman yang merasa frustrasi dengan lemahnya reformasi di Paris dan Roma. Meski demikian, Menteri Keuangan Jerman Wolfgang Schaeuble menyadari bahwa beberapa mitra paling penting bagi Jerman dalam situasi yang lebih sulit. Sejumlah pihak menyeru UE agar tidak melakukan penghematan anggaran.
OECD pekan ini mendesak UE agar lebih fleksibel dalam aturan fiskal untuk Prancis dan Italia demi mencegah terjadinya resesi baru di zona euro. Walaupun dengan nada yang lebih lunak, Komisi Eropa meminta Prancis dan negara lain untuk segera memenuhi berbagai aturan defisit UE. “Mereka harus melakukannya demi kepentingan zona euro. Setiap negara harus memainkan peran mereka untuk memperkuat pemulihan ekonomi,” tutur Moscovici.
Syarifudin
(bbg)