SOP Waktu Berlayar Bakauheni-Merak Harus Diefisienkan
A
A
A
JAKARTA - Pelayanan di pelabuhan penyeberangan Bakauheni-Merak belum optimal terbukti dengan lamanya waktu tunggu sandar yang melebihi waktu penyeberangan.
Untuk itu standard operating procedure (SOP) waktu berlayar di penyeberangan Bakauheni-Merak harus diefisienkan minimal menjadi 100 menit.
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Yudi Widiana Adia, menyatakan dari hasil kunjungan kerja (kunker) spesifik Komisi V DPR RI ke Pelabuhan Bakauheni-Merak belum lama ini, diketahui bahwa level of service pelayanan kepelabuhan di penyeberangan terpadat di Indonesia itu masih rendah.
"Kami banyak mendapat keluhan soal lamanya waktu tunggu sandar dari pengguna penyeberangan Bakauheni-Merak. Waktu berlayar normalnya 120 menit, tapi sering kali terjadi sampai 4 jam," kata Yudi dalam rilisnya Senin (1/12/2014).
Lebih lanjut dia menyatakan, untuk perbaikan ke depan DPR RI meminta PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) agar segera membenahi hal tersebut dan mengatur sailing time atau waktu berlayar diefisienkan menjadi 100 menit.
Untuk bisa mencapai waktu berlayar 100 menit tersebut, kata Yudi, dibutuhkan beberapa perbaikan seperti percepatan pembangunan dermaga VI, regulasi pemanfaatan dermaga berdasarkan regrouping usia dan kecepatan kapal, peningkatan pemeliharaan armada serta peningkatan managemen pelayanan kepada pengguna.
"Saat ini ada 52 kapal roro yang beroperasi di pelabuhan Bakauheni-Merak. Dan 41 unit diantaranya sudah tua dengan usia pembuatan ditahun 70an dan dalam kondisi tidak terawat," ungkapnya.
Akibatnya, kata Yudi, kinerja kapal juga menurun termasuk kecepatannya berlayar. Belum lagi jika bicara soal kelaiklautan kapal dengan suku cadang yang sudah tidak diproduksi lagi. Karena itu, perlu regulasi agar pemanfaatan dermaga disesuaikan dengan usia dan kecepatan kapal agar proses berlayar dan sandar bisa cepat, termasuk peremajaan armada.
Selain itu, kata Yudi, peningkatan kualitas SDM pengelola pelabuhan juga perlu dilakukan, mengingat saat ini masih banyak SDM pengelola pelabuhan yang belum tersertifikasi dan rendahnya pengawasan terhadap kelaiklautan kapal.
"Dari hasil kunker ke Bakauheni-erak, pengawasan terhadap kelaiklautan kapal masih rendah. Surat Persetujuan berlayar (SPB) atau port clearance diberikan hanya sebagai formalitas saja karena pemeriksanaan yang dilakukan hanya bersifat administrastif terhadap dokumen yang dibawa awak kapal," ujarnya.
Hal ini menunjukan pengawasan terhadap keselamatan pelayaran masih rendah. Padahal, Bakauheni-Merak adalah pelabuhan terpadat. Dan beberapa kecelakaan fatal dan menewaskan banyak orang sudah berulang kali terjadi di lintasan ini.
Ke depan, untuk pengembangan pelabuhan Bakauheni-Merak diharapkan ada penambahan prasarana penyeberangan di lintasan ini. Dermaga yang ada saat ini belum memadai untuk melayani tingginya lalu lintas angkutan penumpang dan barang di pelabuhan penghubung Sumatera dan jawa itu.
Saat ini, dari 5 dermaga yang ada tinggal 4 yang bisa beroperasi. Dermaga IV tidak bisa dioperasikan karena mengalami rusak berat. Sementara jumlah penumpang per hari yang harus dilayani penyebrangan ini mencapai 3.526 orang dan kendaraan mencapai 5.199 kendaraan.
Untuk itu standard operating procedure (SOP) waktu berlayar di penyeberangan Bakauheni-Merak harus diefisienkan minimal menjadi 100 menit.
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Yudi Widiana Adia, menyatakan dari hasil kunjungan kerja (kunker) spesifik Komisi V DPR RI ke Pelabuhan Bakauheni-Merak belum lama ini, diketahui bahwa level of service pelayanan kepelabuhan di penyeberangan terpadat di Indonesia itu masih rendah.
"Kami banyak mendapat keluhan soal lamanya waktu tunggu sandar dari pengguna penyeberangan Bakauheni-Merak. Waktu berlayar normalnya 120 menit, tapi sering kali terjadi sampai 4 jam," kata Yudi dalam rilisnya Senin (1/12/2014).
Lebih lanjut dia menyatakan, untuk perbaikan ke depan DPR RI meminta PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) agar segera membenahi hal tersebut dan mengatur sailing time atau waktu berlayar diefisienkan menjadi 100 menit.
Untuk bisa mencapai waktu berlayar 100 menit tersebut, kata Yudi, dibutuhkan beberapa perbaikan seperti percepatan pembangunan dermaga VI, regulasi pemanfaatan dermaga berdasarkan regrouping usia dan kecepatan kapal, peningkatan pemeliharaan armada serta peningkatan managemen pelayanan kepada pengguna.
"Saat ini ada 52 kapal roro yang beroperasi di pelabuhan Bakauheni-Merak. Dan 41 unit diantaranya sudah tua dengan usia pembuatan ditahun 70an dan dalam kondisi tidak terawat," ungkapnya.
Akibatnya, kata Yudi, kinerja kapal juga menurun termasuk kecepatannya berlayar. Belum lagi jika bicara soal kelaiklautan kapal dengan suku cadang yang sudah tidak diproduksi lagi. Karena itu, perlu regulasi agar pemanfaatan dermaga disesuaikan dengan usia dan kecepatan kapal agar proses berlayar dan sandar bisa cepat, termasuk peremajaan armada.
Selain itu, kata Yudi, peningkatan kualitas SDM pengelola pelabuhan juga perlu dilakukan, mengingat saat ini masih banyak SDM pengelola pelabuhan yang belum tersertifikasi dan rendahnya pengawasan terhadap kelaiklautan kapal.
"Dari hasil kunker ke Bakauheni-erak, pengawasan terhadap kelaiklautan kapal masih rendah. Surat Persetujuan berlayar (SPB) atau port clearance diberikan hanya sebagai formalitas saja karena pemeriksanaan yang dilakukan hanya bersifat administrastif terhadap dokumen yang dibawa awak kapal," ujarnya.
Hal ini menunjukan pengawasan terhadap keselamatan pelayaran masih rendah. Padahal, Bakauheni-Merak adalah pelabuhan terpadat. Dan beberapa kecelakaan fatal dan menewaskan banyak orang sudah berulang kali terjadi di lintasan ini.
Ke depan, untuk pengembangan pelabuhan Bakauheni-Merak diharapkan ada penambahan prasarana penyeberangan di lintasan ini. Dermaga yang ada saat ini belum memadai untuk melayani tingginya lalu lintas angkutan penumpang dan barang di pelabuhan penghubung Sumatera dan jawa itu.
Saat ini, dari 5 dermaga yang ada tinggal 4 yang bisa beroperasi. Dermaga IV tidak bisa dioperasikan karena mengalami rusak berat. Sementara jumlah penumpang per hari yang harus dilayani penyebrangan ini mencapai 3.526 orang dan kendaraan mencapai 5.199 kendaraan.
(gpr)