Regenerasi Perajin Songket Sumsel Stagnan
A
A
A
PALEMBANG - Regenarasi para perajin khususnya untuk batik dan songket di Sumsel terbilang stagnan sehingga dikhawatirkan dapat berpengaruh terhadap kelestarian batik dan songket Sumsel. Padahal keberadaan kain batik dan songket Palembang merupakan ikon kerajinan Sumsel yang telah terkenal hingga dipelosok nusantara bahkan dunia.
“Kami cukup kesulitan untuk mencari para perajin baru yang memiliki motivasi kuat untuk lebih mengembangkan produk budaya asli Sumsel yakni batik dan songket. Lemahnya regenerasi kerajinan batik dan songket lebih disebabkan karena para perajin enggan menurunkan bakat keterampilan pada anak cucunya. Terlebih kerajinan batik dan songket dibuat secara manual oleh tangan-tangan kreatif bukan mesin,” kata Deputi Bidang Promosi Dewan Kerajinan Daerah (Dekranasda) Sumsel, Merry Arianty, disela-sela pelatihan pengembangan motif dan desain kerajinan dengan para pelaku IKM Sumsel di Wisma 45, Senin (1/12/2014).
Menurut dia, kerajinan songket dan batik itu memerlukan suatu keterampilan yang tak biasa dan keahliannya pun sulit untuk ditularkan ke calon perajin batik dan songket lain. Ini ditunjang atas kondisi dimana minat generasi muda terhadap keterampilan batik dan songket sangat minim.
Menurut dia, untuk melestarikan batik songket dan beragam kerajinan Sumsel itu diperlukan regenerasi perajin secara terus menerus. Dengan begitu kelestarian batik dan songket akan terjaga sehingga keahlian itu dapat turun temurun dan berlanjut ke generasi berikutnya.
”Sebenarnya dalam upaya regenerasi perajin, kami (Dekranasda) Sumsel telah melakukan beragam sosialiasi dan pelatihan teknis kepada para perajin baru. Tapi biasanya yang bisa berhasil rata-rata hanya 50% dari total perajin yang ikut pembinaan sehingga wajar kalau kuantitas perajin terus berkurang,” ujarnya.
Dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun 2015 mendatang, kata dia, pihaknya terus menekankan perajin untuk meningkatkan kualitas produk.
Begitu pun soal serbuan produk batik dan songket impor di Palembang, pihaknya tetap optimistis kalau songket dan batik asli Palembang tak akan kehilangan pasar menginggat produk buatan handmade lebih diminati konsumen.
”Tercatat penjualan produk kerajinan IKM meningkat 2,5% dari total 43.000 unit usaha kerajinan. Bahkan angka ini diharapkan dapat meningkat seiring dengan strategi pemasaran melalui online. Selain praktis, tentunya hal positif untuk keberlangsungan bisnis kerajinan ke depan,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang IKM Disperindag Sumsel. Afrian Joni menambahkan dalam rangka meningkatkan daya saing pelaku IKM bidang kerajinan, pihaknya telah mendirikan Unit Pelayanan Teknis (UPT) tekstil pada November ini sebagai sarana pelatihan peningkatkan kualitas pelaku IKM batik dan songket.
”Untuk meningkatkan daya saing produk-produk songket ini, kami juga telah mendirikan graha songket yang rencana akan dibuka tahun 2015 nanti. Graha ini dapat dijadikan sarana pembinaan termasuk promosi untuk produk songket,” terangnya.
Sedangkan mengenai permodalan bagi IKM, pemprov Sumsel telah mendirikan Jamkrida yang siap membantu pelaku. Bahkan ditahun 2014 ini pemprov telah menyertakan modal Rp26miliar untuk penjaminan kredit bagi pelaku IKM.
“Kami cukup kesulitan untuk mencari para perajin baru yang memiliki motivasi kuat untuk lebih mengembangkan produk budaya asli Sumsel yakni batik dan songket. Lemahnya regenerasi kerajinan batik dan songket lebih disebabkan karena para perajin enggan menurunkan bakat keterampilan pada anak cucunya. Terlebih kerajinan batik dan songket dibuat secara manual oleh tangan-tangan kreatif bukan mesin,” kata Deputi Bidang Promosi Dewan Kerajinan Daerah (Dekranasda) Sumsel, Merry Arianty, disela-sela pelatihan pengembangan motif dan desain kerajinan dengan para pelaku IKM Sumsel di Wisma 45, Senin (1/12/2014).
Menurut dia, kerajinan songket dan batik itu memerlukan suatu keterampilan yang tak biasa dan keahliannya pun sulit untuk ditularkan ke calon perajin batik dan songket lain. Ini ditunjang atas kondisi dimana minat generasi muda terhadap keterampilan batik dan songket sangat minim.
Menurut dia, untuk melestarikan batik songket dan beragam kerajinan Sumsel itu diperlukan regenerasi perajin secara terus menerus. Dengan begitu kelestarian batik dan songket akan terjaga sehingga keahlian itu dapat turun temurun dan berlanjut ke generasi berikutnya.
”Sebenarnya dalam upaya regenerasi perajin, kami (Dekranasda) Sumsel telah melakukan beragam sosialiasi dan pelatihan teknis kepada para perajin baru. Tapi biasanya yang bisa berhasil rata-rata hanya 50% dari total perajin yang ikut pembinaan sehingga wajar kalau kuantitas perajin terus berkurang,” ujarnya.
Dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun 2015 mendatang, kata dia, pihaknya terus menekankan perajin untuk meningkatkan kualitas produk.
Begitu pun soal serbuan produk batik dan songket impor di Palembang, pihaknya tetap optimistis kalau songket dan batik asli Palembang tak akan kehilangan pasar menginggat produk buatan handmade lebih diminati konsumen.
”Tercatat penjualan produk kerajinan IKM meningkat 2,5% dari total 43.000 unit usaha kerajinan. Bahkan angka ini diharapkan dapat meningkat seiring dengan strategi pemasaran melalui online. Selain praktis, tentunya hal positif untuk keberlangsungan bisnis kerajinan ke depan,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang IKM Disperindag Sumsel. Afrian Joni menambahkan dalam rangka meningkatkan daya saing pelaku IKM bidang kerajinan, pihaknya telah mendirikan Unit Pelayanan Teknis (UPT) tekstil pada November ini sebagai sarana pelatihan peningkatkan kualitas pelaku IKM batik dan songket.
”Untuk meningkatkan daya saing produk-produk songket ini, kami juga telah mendirikan graha songket yang rencana akan dibuka tahun 2015 nanti. Graha ini dapat dijadikan sarana pembinaan termasuk promosi untuk produk songket,” terangnya.
Sedangkan mengenai permodalan bagi IKM, pemprov Sumsel telah mendirikan Jamkrida yang siap membantu pelaku. Bahkan ditahun 2014 ini pemprov telah menyertakan modal Rp26miliar untuk penjaminan kredit bagi pelaku IKM.
(gpr)