OJK Dorong Pasar KPR melalui EBA-SP
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan siap mendorong instrumen baru, Efek Beragun Aset Berbentuk Surat Partisipasi (EBA SP), pada tahun depan. Instrumen ini diyakini akan mendorong volume kredit perumahan (KPR) dan menjaga likuiditas perbankan.
Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal 1 OJK Sarjito mengatakan, instrumen investasi ini dapat dimanfaatkan tahun depan. Instrumen ini akan mendukung pembiayaan sekunder perumahan dari pasar modal ataupun investor strategis. EBA SP akan membantu perbankan memperoleh likuiditas pembiayaan jangka panjang melalui proses sekuritisasi aset perbankan.
”Ini sebagai opsi solusi likuiditas di bank konvensional dan syariah. Selama ini mereka mismatch menggunakan dana jangka pendek untuk KPR. Pada awal kami akan menggandeng Sarana Multigriya Finansial sebagai penerbit,” ungkapnya saat konferensi pers di Jakarta kemarin. Dia mengatakan, dalam aturan OJK tentang EBA SP juga akan memberi ruang penerbit lain seperti dari perusahaan efek.
Penerbit akan saling berkompetisi ke depan. Ini dibutuhkan demi memperdalam pasar instrumen baru tersebut sehingga berkembang dan membentuk harga maksimal. Pihaknya juga siap mendorong perbankan konvensional dan syariah untuk aktif menggunakannya.
“Perbankan syariah khususnya akan didorong dengan harmonisasi regulasi kebijakan yang mengizinkan mereka untuk masuk. Ini sebagai relaksasi kebijakan yang dibutuhkan perbankan,” katanya. Menurut Sarjito, instrumen ini berdasarkan Peraturan OJK (POJK) yang memungkinkan perusahaan pembiayaan sekunder perumahan memasarkan EBA SP mulai tahun depan.
EBA SP adalah efek yang berbentuk seperti obligasi ataupun saham yang diterbitkan melalui penawaran umum ataupun private placement . Penerbitan EBA SP dilakukan dalam rangka sekuritisasi. Dia mengatakan, penerbit EBA SP akan membeli kumpulan piutang yang merupakan aset keuangan dari kreditur asal.
Aset keuangan yang dibeli hanya dibatasi pada piutang kredit pemilikan rumah (KPR). Penerbitan efek ini hanya bisa dilakukan perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan sekunder perumahan. Di Indonesia perusahaan yang sesuai ketentuan tersebut adalah PT Sarana Multigriya Finansial (SMF).
Sarjito memaparkan, POJK EBA SP mengatur penerbitan EBA SP secara lengkap, termasuk peran wali amanat sebagai wakil pemegang EBA SP, peran kustodian PT Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai agen pembayar pokok dan bunga EBA SP serta keberadaan rapat umum pemegang saham (RUPS) pemegang EBA SP.
Sementara itu, Presiden Direktur SMF Raharjo Adisusanto mengatakan, pihaknya akan menerbitkan EBA SP pada semester kedua 2015. EBA SP dapat meningkatkan likuiditas perbankan dalam mendanai pembangunan hunian terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Keamanan EBA SP juga lebih terjamin sampai jatuh tempo mengingat enam buah EBA tagihan KPR PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) yang selama ini diterbitkan perusahaan mendapat peringkat AAA dan telah diseleksi menggunakan 32 kriteria.”Kami melihat ada lima bank yang dapat turut serta sebagai kreditur asal. Bank yang memiliki volume KPR mencapai Rp300 miliar. Semoga tahun depan dapat bertambah satu bank lagi,” kata dia dalam kesempatan yang sama.
Raharjo mengatakan, umumnya KPR merupakan kredit jangka panjang yang memiliki masa jatuh tempo berkisar 10-20 tahun atau lebih dengan bunga tetap sebesar 7,25%. Dengan transaksi sekuritisasi, modal perbankan bisa kembali dalam waktu lebih cepat, sekitar dua tahun.”Nanti asetnya akan kami beli putus sehingga persyaratannya juga sedikit rumit. Tapi, likuiditas mereka akan lebih cepat kembali dan bisa menyalurkan lagi ke masyarakat,” ungkapnya.
Dia berharap, dengan penerbitan EBA SP tahun depan, nominal maupun jumlah bank kreditur asal akan meningkat. Sebesar 98% tagihan KPR masih terkonsentrasi di empat bank besar saja, padahal ada lebih dari 120 bank di Indonesia. Rasio KPR terhadap PDB juga masih rendah, baru sekitar 3,2% dibanding Malaysia dan Thailand yang sudah di atas 30%.
Hafid fuad
Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal 1 OJK Sarjito mengatakan, instrumen investasi ini dapat dimanfaatkan tahun depan. Instrumen ini akan mendukung pembiayaan sekunder perumahan dari pasar modal ataupun investor strategis. EBA SP akan membantu perbankan memperoleh likuiditas pembiayaan jangka panjang melalui proses sekuritisasi aset perbankan.
”Ini sebagai opsi solusi likuiditas di bank konvensional dan syariah. Selama ini mereka mismatch menggunakan dana jangka pendek untuk KPR. Pada awal kami akan menggandeng Sarana Multigriya Finansial sebagai penerbit,” ungkapnya saat konferensi pers di Jakarta kemarin. Dia mengatakan, dalam aturan OJK tentang EBA SP juga akan memberi ruang penerbit lain seperti dari perusahaan efek.
Penerbit akan saling berkompetisi ke depan. Ini dibutuhkan demi memperdalam pasar instrumen baru tersebut sehingga berkembang dan membentuk harga maksimal. Pihaknya juga siap mendorong perbankan konvensional dan syariah untuk aktif menggunakannya.
“Perbankan syariah khususnya akan didorong dengan harmonisasi regulasi kebijakan yang mengizinkan mereka untuk masuk. Ini sebagai relaksasi kebijakan yang dibutuhkan perbankan,” katanya. Menurut Sarjito, instrumen ini berdasarkan Peraturan OJK (POJK) yang memungkinkan perusahaan pembiayaan sekunder perumahan memasarkan EBA SP mulai tahun depan.
EBA SP adalah efek yang berbentuk seperti obligasi ataupun saham yang diterbitkan melalui penawaran umum ataupun private placement . Penerbitan EBA SP dilakukan dalam rangka sekuritisasi. Dia mengatakan, penerbit EBA SP akan membeli kumpulan piutang yang merupakan aset keuangan dari kreditur asal.
Aset keuangan yang dibeli hanya dibatasi pada piutang kredit pemilikan rumah (KPR). Penerbitan efek ini hanya bisa dilakukan perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan sekunder perumahan. Di Indonesia perusahaan yang sesuai ketentuan tersebut adalah PT Sarana Multigriya Finansial (SMF).
Sarjito memaparkan, POJK EBA SP mengatur penerbitan EBA SP secara lengkap, termasuk peran wali amanat sebagai wakil pemegang EBA SP, peran kustodian PT Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai agen pembayar pokok dan bunga EBA SP serta keberadaan rapat umum pemegang saham (RUPS) pemegang EBA SP.
Sementara itu, Presiden Direktur SMF Raharjo Adisusanto mengatakan, pihaknya akan menerbitkan EBA SP pada semester kedua 2015. EBA SP dapat meningkatkan likuiditas perbankan dalam mendanai pembangunan hunian terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Keamanan EBA SP juga lebih terjamin sampai jatuh tempo mengingat enam buah EBA tagihan KPR PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) yang selama ini diterbitkan perusahaan mendapat peringkat AAA dan telah diseleksi menggunakan 32 kriteria.”Kami melihat ada lima bank yang dapat turut serta sebagai kreditur asal. Bank yang memiliki volume KPR mencapai Rp300 miliar. Semoga tahun depan dapat bertambah satu bank lagi,” kata dia dalam kesempatan yang sama.
Raharjo mengatakan, umumnya KPR merupakan kredit jangka panjang yang memiliki masa jatuh tempo berkisar 10-20 tahun atau lebih dengan bunga tetap sebesar 7,25%. Dengan transaksi sekuritisasi, modal perbankan bisa kembali dalam waktu lebih cepat, sekitar dua tahun.”Nanti asetnya akan kami beli putus sehingga persyaratannya juga sedikit rumit. Tapi, likuiditas mereka akan lebih cepat kembali dan bisa menyalurkan lagi ke masyarakat,” ungkapnya.
Dia berharap, dengan penerbitan EBA SP tahun depan, nominal maupun jumlah bank kreditur asal akan meningkat. Sebesar 98% tagihan KPR masih terkonsentrasi di empat bank besar saja, padahal ada lebih dari 120 bank di Indonesia. Rasio KPR terhadap PDB juga masih rendah, baru sekitar 3,2% dibanding Malaysia dan Thailand yang sudah di atas 30%.
Hafid fuad
(bbg)