BI Waspadai Kredit Macet Akhir Tahun

Rabu, 10 Desember 2014 - 16:03 WIB
BI Waspadai Kredit Macet...
BI Waspadai Kredit Macet Akhir Tahun
A A A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mewaspadai sejumlah risiko perbankan di akhir tahun, salah satunya masalah likuiditas. BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berkoordinasi untuk fokus pada risiko tersebut.

Menurut Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Darsono, likuiditas hingga akhir tahun dan tahun depan diperkirakan masih sedikit mengetat. Sementara, kredit bermasalah (non performing loan/NPL) diperkirakan lebih tinggi bila dibandingkan dengan NPL pada 2013 lalu sekitar 1,8–1,9%.

“Sekarang periode Oktober– November NPL di industri perbankan sekitar 2,35%, sampai akhir tahun kami meyakini tidak sampai 2,4% meski perlambatan ekonomi telah berdampak pada kredit. Untuk itu, akan kami upayakan agar dijaga di level itu,” kata Darsono di Jakarta kemarin. Dia melanjutkan, sumbersumber ketidakseimbangan terkait dengan likuiditas juga terkait dengan ekspansi kredit yang terkelola dengan baik.

Oleh karena itu, BI dan OJK harus dapat melihat bagaimanakondisikredit dan bagaimana kondisi NPL perbankan nantinya. Darsono mengungkapkan, risiko bank bukan berasal dari bank itu sendiri, tetapi bisa dari debiturnya yakni korporasi. Untuk itu, BI akan mencermati lebih dekat para debitur-debitur (korporasi) yangmenyebabkankredit bermasalah pada suatu bank.

“Kita terus mencermati korporasi- korporasi kita, apakah masih di tingkat wajar atau tidak utangnya. Leverage-nya masih wajar atau tidak, apakah korporasi tertentu rentan terhadap risiko-risiko tertentu apa tidak. Kita sudah ukur daya tahan korporasi kita seperti apa,” jelas Darsono. Dia menegaskan, BI akan terus memonitor segi permodalan perbankan yang dirasa cukup mengkhawatirkan untuk bersaing dengan perbankan asing.

Bahkan, lanjutnya, ketahanan permodalanIndonesiasertatingkat likuiditas juga harus betulbetul masih di jaga dengan baik, terutama tekanan dari eksternal. Selain di sektor korporasi, BI juga mewaspadai penyaluran kredit disektor rumah tangga seperti kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit lainnya. Sektor rumah tangga diwaspadai karena di sektor tersebut pembiayaan dari perbankan cukup besar baik melalui KPR maupun kredit multiguna.

“Meski secara umum tingkat kredit masih rendah dan terkendali, dari hasil identifikasi, ada kelompok masyarakat tertentu atau kelas pendapatan tertentu memiliki tingkat keberutangan yang cukup tinggi sehingga patut di monitor,” ujar dia. Di sisi lain, harga komoditas dunia yang saat ini belum mengalami kenaikan, telah berdampak pada kinerja perusahaan tambang di Indonesia. BI memperkirakan, sektor tambang masih menjadi salah satu pemicu tingginya NPL.

Menurut dia, apabila pertumbuhan ekonomi di 2015 mengalami perbaikan karena didorong oleh peningkatan ekspor dan penurunan impor, maka kondisi ini akan berdampak pada perusahaan korporasi khususnya di sektor tambang. Sebelumnya OJK memperkirakan bakal terjadi rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/ NPL) perbankan di akhir ini.

berdasarkan catatan OJK, hingga Desember 2014 NPL gross masih berkisar 2,2-2,3%, sedangkan untuk NPL net masih berada sekitar 1%. “Kenaikan NPL diprediksi tidak akan terlalu signifikan. Namun, tetap melampaui dibandingkan dengan NPL pada 2013 lalu yang berada di level 1,9%. Ini dampak dari perlambatan perekonomian,” ujar Ketua Dewan KomisionerOJKMuliamanHadad.

Dia mengatakan, faktor pendorong tingginya NPL karena pertumbuhan ekonomi di sektor riil melambat. Ini dikarenakan kelesuan kinerja ekspor yang dipicu penurunan harga komoditas dan tidak meratanya pemulihan ekonomi secara global.

Kunthi fahmar sandy/ Hafid fuad
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0629 seconds (0.1#10.140)