Muara Bakau Ditargetkan Berproduksi Mulai 2017
A
A
A
Proyek lapangan gas Muara Bakau yang dikerjakan Eni Indonesia Ltd diperkirakan bisa mulai berproduksi pada kuartal I/2017.
Sampai pekan pertama Desember 2014 progres proyek tersebut telah mencapai 15%. Kepala Unit Percepatan Proyek Muara Bakau Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Eko Hariadi mengatakan, pada puncak produksinya, Proyek Muara Bakau bisa menghasilkan gas 450 juta kaki kubik per hari.
“Pengembangan lapangan ini diawali dengan ditemukannya sumur JKK-1 pada tahun 2009, kemudian dilanjutkan sumur JKK-2 dan JKK-3 pada 2010, sedangkan Lapangan Jangkrik North East dimulai sejak penemuan sumur JNE-1 dan JNE-2 pada 2011,” tutur Eko saat meninjau Galangan PT Saipem Indonesia di Tanjung Balai Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, kemarin.
Acara tersebut juga dihadiri oleh Duta Besar Italia untuk Republik Indonesia Federico Falia, Managing Director Eni Indonesia Luca de Caro, dan Bupati Karimun Nurdin Basirun. Wilayah Kerja Muara Bakau terdiri dari dua lapangan yakni LapanganJangkrikdanLapangan Jangkrik North East. Kedua lapangan tersebut terletak di lepas pantai Selat Makassar atau kurang lebih 70 km timur laut Delta Mahakam dengan kedalaman sekitar 450– 500 meter di bawah permukaan laut.
Lapangan Jangkrik diperkirakan bisa berproduksi hingga 300 juta kaki kubik per hari, sedangkan Jangkrik North East berproduksi sebanyak 150 juta kaki kubik per hari. Eko juga menambahkan, selain dua lapangan yang sudah dikembangkan, Muara Bakau memiliki potensi migas di prospek Katak Biru.
Rencana pengembangan lapangan atau plan of development (POD) I Lapangan Jangkrik disetujui oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sejak 29 November 2011. Sedangkan, PODIILapanganJangkrikNorth East diperoleh persetujuan dari Kepala SKK Migas sejak 31 Januari2013. Totalinvestasikedua lapangan tersebut mencapai USD4 miliar dengan rincian investasi Lapangan Jangrik USD2,8 miliar dan USD1,2 miliar untuk Lapangan Jangkrik North East.
Proyek Muara Bakau mencakup tiga pekerjaan utama saat ini, yaitu rekayasa, pengadaan, konstruksi, dan instalasi (engineering, procurement, construction, and instalation/EPCI), satu unit produksi terapung (floating production unit/FPU), EPCI 2 instalasi fasilitas penerima (receiving facility installation/ RFI), serta sistem produksi lepas pantai (subsea production system/SPS).
FPU sebagai sarana fasilitas produksi lepas pantai digunakan untuk memproses secara terintegrasi antara lapangan Jangkrik dan Jangkrik North East agar lebih optimal.“Fasilitas lapangan kompleks Jangkrik didesain untuk masa operasi 20 tahun dengan kapasitas 450 juta kaki kubik per hari dan 1.500 barel kondensat per hari,” paparnya.
Di tempat yang sama Vice President Government Affairs and Communication Eni Indonesia Vincent Soetedja mengatakan, pengembangan Lapangan Jangkrik dan Jangkrik North East berjalan dengan cepat. Dengan dukungan Kementerian ESDM dan SKK Migas, proses persetujuan PoD dari mulai penemuan cadangan hanya memakan waktu sekitar dua tahun dan pelaksanaan proyek ditargetkan selesai dalam waktu kurang lebih empat tahun.
“Ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk menjadi benchmark kelas dunia dalam pengembangan gas,” katanya.
Ichsan amin
Sampai pekan pertama Desember 2014 progres proyek tersebut telah mencapai 15%. Kepala Unit Percepatan Proyek Muara Bakau Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Eko Hariadi mengatakan, pada puncak produksinya, Proyek Muara Bakau bisa menghasilkan gas 450 juta kaki kubik per hari.
“Pengembangan lapangan ini diawali dengan ditemukannya sumur JKK-1 pada tahun 2009, kemudian dilanjutkan sumur JKK-2 dan JKK-3 pada 2010, sedangkan Lapangan Jangkrik North East dimulai sejak penemuan sumur JNE-1 dan JNE-2 pada 2011,” tutur Eko saat meninjau Galangan PT Saipem Indonesia di Tanjung Balai Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, kemarin.
Acara tersebut juga dihadiri oleh Duta Besar Italia untuk Republik Indonesia Federico Falia, Managing Director Eni Indonesia Luca de Caro, dan Bupati Karimun Nurdin Basirun. Wilayah Kerja Muara Bakau terdiri dari dua lapangan yakni LapanganJangkrikdanLapangan Jangkrik North East. Kedua lapangan tersebut terletak di lepas pantai Selat Makassar atau kurang lebih 70 km timur laut Delta Mahakam dengan kedalaman sekitar 450– 500 meter di bawah permukaan laut.
Lapangan Jangkrik diperkirakan bisa berproduksi hingga 300 juta kaki kubik per hari, sedangkan Jangkrik North East berproduksi sebanyak 150 juta kaki kubik per hari. Eko juga menambahkan, selain dua lapangan yang sudah dikembangkan, Muara Bakau memiliki potensi migas di prospek Katak Biru.
Rencana pengembangan lapangan atau plan of development (POD) I Lapangan Jangkrik disetujui oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sejak 29 November 2011. Sedangkan, PODIILapanganJangkrikNorth East diperoleh persetujuan dari Kepala SKK Migas sejak 31 Januari2013. Totalinvestasikedua lapangan tersebut mencapai USD4 miliar dengan rincian investasi Lapangan Jangrik USD2,8 miliar dan USD1,2 miliar untuk Lapangan Jangkrik North East.
Proyek Muara Bakau mencakup tiga pekerjaan utama saat ini, yaitu rekayasa, pengadaan, konstruksi, dan instalasi (engineering, procurement, construction, and instalation/EPCI), satu unit produksi terapung (floating production unit/FPU), EPCI 2 instalasi fasilitas penerima (receiving facility installation/ RFI), serta sistem produksi lepas pantai (subsea production system/SPS).
FPU sebagai sarana fasilitas produksi lepas pantai digunakan untuk memproses secara terintegrasi antara lapangan Jangkrik dan Jangkrik North East agar lebih optimal.“Fasilitas lapangan kompleks Jangkrik didesain untuk masa operasi 20 tahun dengan kapasitas 450 juta kaki kubik per hari dan 1.500 barel kondensat per hari,” paparnya.
Di tempat yang sama Vice President Government Affairs and Communication Eni Indonesia Vincent Soetedja mengatakan, pengembangan Lapangan Jangkrik dan Jangkrik North East berjalan dengan cepat. Dengan dukungan Kementerian ESDM dan SKK Migas, proses persetujuan PoD dari mulai penemuan cadangan hanya memakan waktu sekitar dua tahun dan pelaksanaan proyek ditargetkan selesai dalam waktu kurang lebih empat tahun.
“Ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk menjadi benchmark kelas dunia dalam pengembangan gas,” katanya.
Ichsan amin
(ars)