Harga Elpiji 12 Kg Akan Naik Lagi
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) berencana menaikkan kembali harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kilogram (kg) mendekati harga keekonomiannya. Kenaikan itu diharapkan mampu menekan kerugian perusahaan dari bisnis elpijinya.
Direktur Marketing dan Retail Pertamina Ahmad Bambang mengatakan, Pertamina saat ini kenaikan harga elpiji kemasan 12 kg itu tengah dikaji. “Kenaikannya sekitar Rp1.000 sampai Rp1.500 per kilogram,” jelas Bambang di Jakarta kemarin. Melalui kenaikan harga, Bambang berharap BUMN energi itu tidak terus menerus mengalami kerugian.
Berdasarkan prognosis Pertamina, kerugian dari bisnis elpiji nonsubsidi pada 2014 mencapai Rp5,7 triliun, dengan proyeksi tingkat konsumsi mencapai 907.000 metrik ton. Nilai kerugian itu turun dari prognosis awal yang sebesar Rp6,1 triliun.
Namun, nilai kerugian itu masih melebihi proyeksi dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2014 sebesar Rp5,4 triliun yang dipatok pada asumsi harga gas elpiji Aramco sebesar USD833 per metrik ton dan kurs Rp10.500 per dolar AS. Manajemen Pertamina sebelumnya telah menaikkan harga elpiji nonsubsidi, yakni pada 10 September 2014 sebesar Rp1.500perkg, menjadiRp7.569 per kg dari sebelumnya Rp6.069 per kg.
Kenaikan harga tersebut ditambah dengan komponen biaya lainnya, seperti biaya transportasi, filling fee, margin agen, dan pajak pertambahan nilai (PPN), maka harga jual elpiji di agen menjadi Rp9.519 per kg atau Rp114.300 per tabung. Dibandingkan harga keekonomian, Pertamina mengklaim harga jual tersebut masih jauh di bawahnya.
Berdasarkan harga rata-rata gas elpiji Aramco year on year Juni 2014 sebesar USD891,78 per metrik ton dan kurs Rp11.453 per dolar AS, ditambah dengan berbagai komponen biaya lainnya, harga keekonomian elpiji 12 kg saat ini seharusnya Rp15.110 per kg atau Rp181.400 per tabung. Manajemen Pertamina sebelumnya memang menyebutkan keinginan untuk menaikkan harga elpiji 12 kg sebanyak dua kali pada tahun depan, yakni di Januari dan Juni 2015.
Harapannya, pada 2016 harga jual elpiji oleh perusahaan sudah mencapai keekonomian. Pertamina memproyeksi penjualan elpiji bersubsidi (public service obligation /PSO) maupun nonsubsidi hingga akhir 2014 mencapai 6,1 juta ton atau naik 9,1% dibanding realisasi penjualan 2013 sebesar 5,59 juta ton.
Penjualan elpiji Pertamina tahun ini terdiri dari 5,01 juta ton elpiji bersubsidi dan 1,09 juta ton elpiji nonsubsidi. Namun, manajemen Pertamina terlihat belum satu suara soal rencana kenaikan harga elpiji. Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto saat dikonfirmasi justru menepis akan menaikkan harga elpiji nonsubsidi dalam waktu dekat. Dia menegaskan, internal Pertamina belum membahas kenaikan harga elpiji. “Belum ada pembahasan soal itu,” tandas Dwi.
Inflasi Melejit
Sementara, Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) I Kadek Dian Sutrisna Artha mengatakan bahwa kenaikan harga beberapa komoditas yang diatur pemerintah akan melejitkan inflasi. Pada bulan Januari tekanan terhadap inflasi masih tinggi karena dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) belum hilang.
Mulai Januari tahun depan pemerintah berencana menaikkan tarif tenaga listrik (TTL) dan tarif transportasi umum seperti kereta api. Selain itu, harga pangan pun cenderung meningkat disebabkan pasokan yang kurang karena belum memasuki musim panen. Dengan berbagai tekanan tersebut, Kadek menilai inflasi bulan Januari 2015 akan berada di kisaran 2%.
“Ditambah lagi rupiah yang melemah juga memberikan tambahan atas harga-harga produk impor. Dengan demikian, peningkatan harga pada Januari cukup tinggi akibat tekanan administered price dan imported inflation,” jelasnya. Dia mengatakan, perlu ada upaya ekstra dari pemerintah untuk menjaga agar dampak kebijakan admistered price tidak makin meningkatkan inflasi di awal 2015. Beberapa upaya yang dapat dilakukan menurutnya adalah memperbaiki infrastruktur dan logistik sehingga distribusi barang jauh lebih baik.
“Itu kunci utama. Kalau tidak, harga akan semakin meningkat karena distribusi yang tidak baik,” tandasnya.
Nanang wijayanto
Direktur Marketing dan Retail Pertamina Ahmad Bambang mengatakan, Pertamina saat ini kenaikan harga elpiji kemasan 12 kg itu tengah dikaji. “Kenaikannya sekitar Rp1.000 sampai Rp1.500 per kilogram,” jelas Bambang di Jakarta kemarin. Melalui kenaikan harga, Bambang berharap BUMN energi itu tidak terus menerus mengalami kerugian.
Berdasarkan prognosis Pertamina, kerugian dari bisnis elpiji nonsubsidi pada 2014 mencapai Rp5,7 triliun, dengan proyeksi tingkat konsumsi mencapai 907.000 metrik ton. Nilai kerugian itu turun dari prognosis awal yang sebesar Rp6,1 triliun.
Namun, nilai kerugian itu masih melebihi proyeksi dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2014 sebesar Rp5,4 triliun yang dipatok pada asumsi harga gas elpiji Aramco sebesar USD833 per metrik ton dan kurs Rp10.500 per dolar AS. Manajemen Pertamina sebelumnya telah menaikkan harga elpiji nonsubsidi, yakni pada 10 September 2014 sebesar Rp1.500perkg, menjadiRp7.569 per kg dari sebelumnya Rp6.069 per kg.
Kenaikan harga tersebut ditambah dengan komponen biaya lainnya, seperti biaya transportasi, filling fee, margin agen, dan pajak pertambahan nilai (PPN), maka harga jual elpiji di agen menjadi Rp9.519 per kg atau Rp114.300 per tabung. Dibandingkan harga keekonomian, Pertamina mengklaim harga jual tersebut masih jauh di bawahnya.
Berdasarkan harga rata-rata gas elpiji Aramco year on year Juni 2014 sebesar USD891,78 per metrik ton dan kurs Rp11.453 per dolar AS, ditambah dengan berbagai komponen biaya lainnya, harga keekonomian elpiji 12 kg saat ini seharusnya Rp15.110 per kg atau Rp181.400 per tabung. Manajemen Pertamina sebelumnya memang menyebutkan keinginan untuk menaikkan harga elpiji 12 kg sebanyak dua kali pada tahun depan, yakni di Januari dan Juni 2015.
Harapannya, pada 2016 harga jual elpiji oleh perusahaan sudah mencapai keekonomian. Pertamina memproyeksi penjualan elpiji bersubsidi (public service obligation /PSO) maupun nonsubsidi hingga akhir 2014 mencapai 6,1 juta ton atau naik 9,1% dibanding realisasi penjualan 2013 sebesar 5,59 juta ton.
Penjualan elpiji Pertamina tahun ini terdiri dari 5,01 juta ton elpiji bersubsidi dan 1,09 juta ton elpiji nonsubsidi. Namun, manajemen Pertamina terlihat belum satu suara soal rencana kenaikan harga elpiji. Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto saat dikonfirmasi justru menepis akan menaikkan harga elpiji nonsubsidi dalam waktu dekat. Dia menegaskan, internal Pertamina belum membahas kenaikan harga elpiji. “Belum ada pembahasan soal itu,” tandas Dwi.
Inflasi Melejit
Sementara, Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) I Kadek Dian Sutrisna Artha mengatakan bahwa kenaikan harga beberapa komoditas yang diatur pemerintah akan melejitkan inflasi. Pada bulan Januari tekanan terhadap inflasi masih tinggi karena dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) belum hilang.
Mulai Januari tahun depan pemerintah berencana menaikkan tarif tenaga listrik (TTL) dan tarif transportasi umum seperti kereta api. Selain itu, harga pangan pun cenderung meningkat disebabkan pasokan yang kurang karena belum memasuki musim panen. Dengan berbagai tekanan tersebut, Kadek menilai inflasi bulan Januari 2015 akan berada di kisaran 2%.
“Ditambah lagi rupiah yang melemah juga memberikan tambahan atas harga-harga produk impor. Dengan demikian, peningkatan harga pada Januari cukup tinggi akibat tekanan administered price dan imported inflation,” jelasnya. Dia mengatakan, perlu ada upaya ekstra dari pemerintah untuk menjaga agar dampak kebijakan admistered price tidak makin meningkatkan inflasi di awal 2015. Beberapa upaya yang dapat dilakukan menurutnya adalah memperbaiki infrastruktur dan logistik sehingga distribusi barang jauh lebih baik.
“Itu kunci utama. Kalau tidak, harga akan semakin meningkat karena distribusi yang tidak baik,” tandasnya.
Nanang wijayanto
(ars)