Harga Minyak Turun Akibat Spekulasi
A
A
A
DUBAI - Suplai minyak yang melimpah di pasar global bukan alasan penurunan tajam harga minyak mentah. Sekretaris Jenderal Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) Abdalla Salem el-Badri mengungkapkan hal itu kemarin.
Dia berpendapat, penurunan tajam harga minyak mungkin akibat spekulasi di pasar global. “Kami ingin tahu berbagai alasan utama yang mengakibatkan penurunan tajam harga minyak,” ujarnya, dikutip kantor berita AFP .
“Saat kita melihat suplai dan permintaan, ada peningkatan suplai tapi hanya di level sedang yang seharusnya tidak mengakibatkan penurunan harga hingga 50%. Spekulasi merupakan penyebab utama penurunan harga yang sangat tajam,” tutur Salem el-Badri.
OPEC bulan lalu memutuskan tetap mempertahankan level produksi meski ada permintaan dari para eksportir minyak untuk memangkas output agar harga turun. Badri menjelaskan, OPEC mempertahankan produknya minyaknya sekitar 30 juta barel per hari (bph) selama dekade lalu, saat negara-negara selain OPEC mengekspor tambahan 6 juta bph.
Harga minyak berada di level terendah dalam lima tahun pada Jumat (12/12) lalu setelah permintaan minyak mentah melemah dan data ekonomi yang lebih lemah di China. Harga minyak mentah acuan Amerika Serikat (AS), West Texas Intermediate (WTI), untuk pengiriman Januari turun menjadi USD58,80 per barel, level terendah sejak 20 Mei 2009.
Minyak mentah Brent untuk Januari turun menjadi USD62,75 pada perdagangan pagi di London, menyentuh level terendah sejak 16 Juli 2009. Harga minyak dunia melemah sekitar 50% sejak Juni lalu. Ini merupakan level terendah setelah Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA) memangkas outlook permintaan 2015 meskipun harga turun.
OPEC mendapat tekanan dari negara-negara anggota yang lebih miskin, termasuk Venezuela dan Ekuador, agar memangkas produksi saat penurunan harga minyak mengakibatkan turunnya pendapatan pemerintah dan meningkatkan kekhawatiran atas kinerja ekonomi.
Meski demikian, negara-negara Teluk yang sangat berpengaruh di OPEC, yang dipimpin Arab Saudi, menolak seruan mengurangi produksi kecuali ada jaminan atas pangsa pasar mereka, khususnya di AS, saat produksi shale oil yang meningkat mengakibatkan melimpahnya suplai. Badri mengakui, output shale oil memiliki dampak terhadap harga minyak dunia. Kendati demikian, dia menekankan bahwa biaya produksi shale oil tinggi sekitar USD70 per barel.
Analis menyatakan, para produsen minyak dari negara-negara Teluk yang dipimpin Saudi menolak mengurangi output produksi untuk menekan para produsen shale oil . Pejabat OPEC menjelaskan, penurunan tajam harga minyak mentah dunia dapat menjadi siklus dan menegaskan para produsen di Teluk tetap dalam kondisi aman karena memiliki pelindung keuangan yang telah dibangun dari kekayaan minyak.
Badri menegaskan, para penghasil minyak harus melanjutkan investasi untuk eksplorasi dan ekstraksi. Sedangkan, pengurangan belanja dapat berarti pengurangan suplai dalam beberapa tahun mendatang dan akibatnya harga naik.
“Harga diperkirakan naik ke level tinggi setelah 2020, dengan alasan industri minyak AS akan menyusut akibat cadangan yang kecil. AS akan terus tergantung pada minyak Timur Tengah selama beberapa tahun,” ujar pejabat OPEC tersebut. Sementara, IEA menyatakan permintaan global terhadap minyak mentah akan tumbuh di level paling lemah pada 2015 dibandingkan proyeksi sebelumnya meskipun harga turun.
IEA memperingatkan, penurunan harga minyak mentah lebih berisiko bagi stabilitas sosial di negara-negara produsen minyak seperti Rusia dan Venezuela. “Permintaan minyak untuk 2015 saat ini diperkirakan tumbuh 0,9 juta bph mencapai 93,3 juta bph, sekitar 230.000 bph lebih sedikit dibandingkan proyeksi sebelumnya,” papar laporan IEA dalam revisi penurunan keempat dalam lima bulan, dikutip kantor berita AFP .
Hanya minyak mentah turun hingga 50% sejak Juni dan sekarang diperdagangkan sekitar USD60, level terendah sejak lima tahun lalu. Kondisi ini terjadi seiring peningkatan produksi shale oil asal Amerika Serikat (AS) yang membuat suplai di pasar melimpah. Kendati demikian, minyak murah itu tidak akan mendorong konsumsi.
Syarifudin
Dia berpendapat, penurunan tajam harga minyak mungkin akibat spekulasi di pasar global. “Kami ingin tahu berbagai alasan utama yang mengakibatkan penurunan tajam harga minyak,” ujarnya, dikutip kantor berita AFP .
“Saat kita melihat suplai dan permintaan, ada peningkatan suplai tapi hanya di level sedang yang seharusnya tidak mengakibatkan penurunan harga hingga 50%. Spekulasi merupakan penyebab utama penurunan harga yang sangat tajam,” tutur Salem el-Badri.
OPEC bulan lalu memutuskan tetap mempertahankan level produksi meski ada permintaan dari para eksportir minyak untuk memangkas output agar harga turun. Badri menjelaskan, OPEC mempertahankan produknya minyaknya sekitar 30 juta barel per hari (bph) selama dekade lalu, saat negara-negara selain OPEC mengekspor tambahan 6 juta bph.
Harga minyak berada di level terendah dalam lima tahun pada Jumat (12/12) lalu setelah permintaan minyak mentah melemah dan data ekonomi yang lebih lemah di China. Harga minyak mentah acuan Amerika Serikat (AS), West Texas Intermediate (WTI), untuk pengiriman Januari turun menjadi USD58,80 per barel, level terendah sejak 20 Mei 2009.
Minyak mentah Brent untuk Januari turun menjadi USD62,75 pada perdagangan pagi di London, menyentuh level terendah sejak 16 Juli 2009. Harga minyak dunia melemah sekitar 50% sejak Juni lalu. Ini merupakan level terendah setelah Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA) memangkas outlook permintaan 2015 meskipun harga turun.
OPEC mendapat tekanan dari negara-negara anggota yang lebih miskin, termasuk Venezuela dan Ekuador, agar memangkas produksi saat penurunan harga minyak mengakibatkan turunnya pendapatan pemerintah dan meningkatkan kekhawatiran atas kinerja ekonomi.
Meski demikian, negara-negara Teluk yang sangat berpengaruh di OPEC, yang dipimpin Arab Saudi, menolak seruan mengurangi produksi kecuali ada jaminan atas pangsa pasar mereka, khususnya di AS, saat produksi shale oil yang meningkat mengakibatkan melimpahnya suplai. Badri mengakui, output shale oil memiliki dampak terhadap harga minyak dunia. Kendati demikian, dia menekankan bahwa biaya produksi shale oil tinggi sekitar USD70 per barel.
Analis menyatakan, para produsen minyak dari negara-negara Teluk yang dipimpin Saudi menolak mengurangi output produksi untuk menekan para produsen shale oil . Pejabat OPEC menjelaskan, penurunan tajam harga minyak mentah dunia dapat menjadi siklus dan menegaskan para produsen di Teluk tetap dalam kondisi aman karena memiliki pelindung keuangan yang telah dibangun dari kekayaan minyak.
Badri menegaskan, para penghasil minyak harus melanjutkan investasi untuk eksplorasi dan ekstraksi. Sedangkan, pengurangan belanja dapat berarti pengurangan suplai dalam beberapa tahun mendatang dan akibatnya harga naik.
“Harga diperkirakan naik ke level tinggi setelah 2020, dengan alasan industri minyak AS akan menyusut akibat cadangan yang kecil. AS akan terus tergantung pada minyak Timur Tengah selama beberapa tahun,” ujar pejabat OPEC tersebut. Sementara, IEA menyatakan permintaan global terhadap minyak mentah akan tumbuh di level paling lemah pada 2015 dibandingkan proyeksi sebelumnya meskipun harga turun.
IEA memperingatkan, penurunan harga minyak mentah lebih berisiko bagi stabilitas sosial di negara-negara produsen minyak seperti Rusia dan Venezuela. “Permintaan minyak untuk 2015 saat ini diperkirakan tumbuh 0,9 juta bph mencapai 93,3 juta bph, sekitar 230.000 bph lebih sedikit dibandingkan proyeksi sebelumnya,” papar laporan IEA dalam revisi penurunan keempat dalam lima bulan, dikutip kantor berita AFP .
Hanya minyak mentah turun hingga 50% sejak Juni dan sekarang diperdagangkan sekitar USD60, level terendah sejak lima tahun lalu. Kondisi ini terjadi seiring peningkatan produksi shale oil asal Amerika Serikat (AS) yang membuat suplai di pasar melimpah. Kendati demikian, minyak murah itu tidak akan mendorong konsumsi.
Syarifudin
(ars)