Ekspor Produk Tembakau Naik 10%
A
A
A
JAKARTA - Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menyatakan, ekspor tembakau dan produk tembakau olahan Indonesia pada tahun depan diperkirakan tumbuh sekitar 10% menjadi USD1,1 miliar dari target ekspor tahun ini sebesar USD1 miliar.
Lonjakan ekspor ini sebagai akibat kenaikan permintaan produk keretek, baik dari jenis sigaret keretek tangan (SKT) maupun sigaret keretek mesin (SKM). “Rokok keretek tetap menjadi primadona di pasar ekspor karena Indonesia merupakan negara produsen keretek terbesar di dunia,” kata Wakil Ketua Umum AMTI Budidoyo pada acara workshop Forum Wartawan Industri (Forwin) di Bogor pada akhir pekan lalu.
Nilai ekspor produk tembakau Indonesia setiap tahun, menurut Budidoyo, secara konsisten terus meningkat, termasuk dari segi permintaan di beberapa negara kawasan seperti Asean. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (EPS) yang diolah Kementerian Perdagangan, ekspor tembakau dan produk tembakau sejak 2011 hingga 2013 rata-rata tumbuh sekitar 12%.
“Terdapat sejumlah tantangan yang berpotensi melemahkan daya saing industri hasil tembakau nasional, dari kebijakan dalam negeri yang terkadang tidak berimbang antara kepentingan kesehatan, kepentingan penerimaan negara, dan penyerapan tenaga kerja, hingga desakan aksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) di Indonesia,” paparnya.
Untuk mengurangi tekanan industri produk tembakau dalam negeri, lanjut Budidoyo, pihaknya berharap petani berkomitmen untuk meningkatkan kualitas, produktivitas, dan efektivitas pertanian tembakau agar dapat bersaing di pasar internasional.
Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto menolak ratifikasi framework convention tobacco control yang dikhawatirkan akan menurunkan kinerja industri rokok nasional.
“Dalam salah satu ayat yang ada pada FCTC menyuarakan pelarangan produk rokok yang mengandung rasa (cengkeh) sehingga ciri khas industri rokok nasional yang menggunakan cengkeh akan tergusur. Jika kita meratifikasi FCTC walaupun industrinya tidak mati tetapi kekhasan rokok kita akan hilang,” ujar Panggah.
Panggah menyatakan, pemerintah tidak bisa sembarangan dalam menerbitkan regulasi. Hal ini agar eksistensi sigaret rokok keretek (SKT) tidak mati.
Sudarsono
Lonjakan ekspor ini sebagai akibat kenaikan permintaan produk keretek, baik dari jenis sigaret keretek tangan (SKT) maupun sigaret keretek mesin (SKM). “Rokok keretek tetap menjadi primadona di pasar ekspor karena Indonesia merupakan negara produsen keretek terbesar di dunia,” kata Wakil Ketua Umum AMTI Budidoyo pada acara workshop Forum Wartawan Industri (Forwin) di Bogor pada akhir pekan lalu.
Nilai ekspor produk tembakau Indonesia setiap tahun, menurut Budidoyo, secara konsisten terus meningkat, termasuk dari segi permintaan di beberapa negara kawasan seperti Asean. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (EPS) yang diolah Kementerian Perdagangan, ekspor tembakau dan produk tembakau sejak 2011 hingga 2013 rata-rata tumbuh sekitar 12%.
“Terdapat sejumlah tantangan yang berpotensi melemahkan daya saing industri hasil tembakau nasional, dari kebijakan dalam negeri yang terkadang tidak berimbang antara kepentingan kesehatan, kepentingan penerimaan negara, dan penyerapan tenaga kerja, hingga desakan aksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) di Indonesia,” paparnya.
Untuk mengurangi tekanan industri produk tembakau dalam negeri, lanjut Budidoyo, pihaknya berharap petani berkomitmen untuk meningkatkan kualitas, produktivitas, dan efektivitas pertanian tembakau agar dapat bersaing di pasar internasional.
Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto menolak ratifikasi framework convention tobacco control yang dikhawatirkan akan menurunkan kinerja industri rokok nasional.
“Dalam salah satu ayat yang ada pada FCTC menyuarakan pelarangan produk rokok yang mengandung rasa (cengkeh) sehingga ciri khas industri rokok nasional yang menggunakan cengkeh akan tergusur. Jika kita meratifikasi FCTC walaupun industrinya tidak mati tetapi kekhasan rokok kita akan hilang,” ujar Panggah.
Panggah menyatakan, pemerintah tidak bisa sembarangan dalam menerbitkan regulasi. Hal ini agar eksistensi sigaret rokok keretek (SKT) tidak mati.
Sudarsono
(ars)